The Villainess Wants To Retired

The Villainess Wants To Retired

Bab 1 : Hujan yang Menghapus, Air yang Mendekap

Byur. Aku terjatuh ke dalam air.

Gelap. Aku tak bisa membuka mataku. Rasanya dadaku sesak. Entah sudah berapa banyak air yang masuk ke dalam mulutku. Aku tak bisa berenang. Tanganku berusaha meraih ke berbagai arah, mencoba kembali ke permukaan. Sudah ku duga ini akan terjadi. Apakah memang tadi sebaiknya aku tak menolong anak itu? Jika tadi aku tak melompat ke dalam sungai apakah aku akan baik-baik saja? Lalu bagaimana dengan nasib anak tadi jika tidak ku selamatkan?

Waktu terasa berjalan begitu cepat. Sungai ini, sungai di pinggiran kota tempat tinggalku. Sebenarnya apa yang ku pikirkan hingga langkah kakiku membawaku ke sini? Syukurnya gadis kecil berambut merah tadi sudah berhasil ku selamatkan dan ku angkat ke atas. Yang penting anak itu selamat.

Entah mengapa semua kejadian dalam hidupku selama dua puluh tahun aku hidup terus menerus berkelebat bagaikan kaset rusak di kepalaku. Mungkin ini karena otakku sedang mencari memori untuk menyelamatkanku dari kematian. Hari-hari kelam yang terlalu dan selalu menyedihkan. Entahlah, ku rasa aku sudah pasrah sekarang. Mungkin ini adalah akhir dari hidupku. Hidup yang menyedihkan dan menyakitkan. Tak apa, takkan ada yang sedih atas kematian ku sama sekali. Takkan ada yang menangis karena si gadis pembawa sial sudah mati. Ku rasa ini akhir yang pantas untukku. Mati seperti ini sepertinya tidak buruk juga. Mungkin wanita itu akan gembira atas kematianku. Mati di malam gelap dengan hujan dan petir yang menggelegar, dan hanyut di sungai. Sungguh kematian menyedihkan yang membuatku bersyukur. Aku terbebas dari neraka ini.

Aku seorang anak haram yang tak pernah diinginkan. Ibu dan ayahku tak pernah menikah. Ibuku mengandungku dari salah satu pelanggannya yang lupa memakai alat kontrasepsi, maka lahirlah aku. Dengan melahirkanku bukan berarti ibuku menyayangiku. Wanita gila itu terlalu takut untuk melakukan aborsi karena tak siap nyawanya melayang, ia terlambat mengetahui kehamilannya yang sudah terlanjur besar untuk digugurkan. Aku bahkan tak tahu nama keluarganya. Ibuku nasibnya juga tak lebih baik dariku sebelum dia memutuskan untuk menjadi seorang wanita tuna susila. Dia lahir dan besar di panti asuhan. Jadi, dengan latar belakangnya yang seperti itu, aku bisa memaklumi semua kegilaannya yang selalu ia lakukan kepadaku di usiaku yang ke tiga belas tahun.

Kami tinggal di rumah sepetak di dekat daerah lokalisasi di pinggiran kota, tak jauh dari sungai tempatku menyelamatkan si gadis kecil. Lokasi kumuh sarang penyakit di pinggiran kota besar. Di rumah ini, hanya ada satu kamar, ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Aku tidur di kamar seorang diri karena ibuku tak pernah tidur di rumah. Aku jijik dan marah atas pekerjaan yang ia pilih. Aku selalu berdoa agar dia tak pulang ke rumah, karena saat ia pulang yang ia lakukan selain mabuk adalah memukuliku. Itu adalah hobinya. Menjambak, menyundut rokok, menampar, bahkan menendangku, itu sudah biasa. Bahkan dia juga pernah menenggelamkan kepalaku di kamar mandi, sejak saat itu aku sangat takut kepada air. Membayangkan bagaimana rasanya saat semua air itu masuk ke dalam hidungku dan telinga benar-benar membuatku takut. Mungkin sekarang ia akan senang jika tahu akhirnya anak haram ini mati di dalam air seperti yang coba ia lakukan untuk berusaha membunuhku dulu. Aku juga tak tahu mengapa aku berani melompat ke air untuk menyelamatkan gadis kecil itu padahal aku sangat takut air.

Untuk urusan makan pun hanya bibi tetangga yang selalu memberikanku makanan. Wanita gila yang ku sebut ibu tak pernah mau tahu bagaimana anaknya. Tentu saja, aku adalah anak haram yang tak diharapkan. Aku pernah tak makan berhari-hari dan hampir mati. Mungkin memang itu tujuannya. Benar-benar neraka. Awalnya aku menangis memohon ampun agar ia berhenti menyiksaku setiap kali dia memukuliku, ku harap hatinya akan luluh. Namun nyatanya tidak, dia semakin menjadi-jadi. Selebihnya yang ku lakukan adalah melawannya, berlari menjauh. Aku lelah menjalani semua itu. Bukan itu yang seharusnya dilakukan seorang ibu kepada anaknya. Aku iri kepada induk kucing sahabatku yang terlihat sangat sayang kepada anak-anak kucingnya.

Aku bersekolah sampai SMA. Aku pintar. Murni karena beasiswa yang diberikan pemerintah. Bahkan si wanita gila itu tak mau mengizinkanku sekolah saat awal SD dulu. Pak RT dan Kepala Desa bahkan sampai perlu membujuk ke rumahku dulu. Aku ingat sekali. Ibuku berpura-pura baik kepadaku di depan mereka.

Bekerja sudah menjadi kebiasaanku dan dari sana aku bisa mendapatkan uang, meskipun terkadang si wanita gila mencurinya dariku ketika aku terlelap. Saat kelas 5 SD, aku mulai berani bekerja, sepulang sekolah aku tak langsung pulang ke rumah, aku ikut membantu di salah satu toko baju di pasar yang dekat dengan sekolahku, di tempat itu pula aku mengerjakan semua pekerjaan sekolah, karena jika ku kerjakan di rumah, si wanita gila akan merobek bukuku. Ku rasa dia punya ambisi untuk menjadikanku sebagai wanita tuna susila sepertinya juga. Menjijikkan. Neraka dunia.

Saat SMP, aku benar-benar jarang berada di rumah. Aku hanya pulang untuk tidur di malam hari, di pagi buta aku akan pergi dari sana. Saat SMA aku memutuskan untuk keluar dari sana dan tak pulang sama sekali. Siksaan dan pukulan wanita gila itu sama sekali tak pernah berkurang meskipun aku semakin tumbuh besar. Masih sama. Tatapan matanya yang selalu memandangku dengan jijik, ucapannya yang selalu mengatakan sumpah serapah kepadaku, semua itu tak ada yang berubah hingga tadi siang pun masih sama. Dan lucunya aku masih berharap wanita gila itu mencariku meskipun tentu saja kenyataannya tidak sama sekali.

Mengenai ayahku pun tak ada bedanya, dia sama bejatnya dengan ibuku. Dia hanya preman tua, sampah masyarakat yang hobi main judi dan wanita. Dia juga langsung mendamprat dan mengusirku saat aku menghampirinya untuk memberitahu jika aku anaknya. Dia bahkan meludahiku. Hahaha. Kejadian itu bahkan saat aku masih kelas tiga SD. Persetan dengan keluarga cemara yang tak pernah ku punya! Aku terlalu banyak bermimpi jika mengharapkan sesuatu seperti itu. Wanita gila dan pria penjudi itu takkan pernah mencintaiku yang hanya aib dan haram untuk mereka.

Siang tadi, bibi tetangga baik hati yang selalu membantu dan menyayangiku meninggal. Itu sebabnya aku kembali ke tempat terkutuk itu setelah sekian lama. Aku hanya ingin melihat bibi itu itu untuk terakhir kalinya. Aku duduk berjam-jam di rumah bibi, menemani anaknya yang seusiaku dan menangis meraung-raung, Rachel namanya, sahabatku. Bibi seorang janda tua yang merawat putri semata wayangnya seorang diri. Bibi bukan wanita tuna susila seperti ibuku. Beliau berjualan sayur mayur di pasar. Aku sangat menghormati dan menyayangi bibi. Setidaknya di neraka yang ku diami ini, masih ada sosok malaikat yang dikirimkan untukku.

Sejujurnya aku terus melirik ke arah rumah si wanita gila. Lampunya baru menyala di malam hari. Ah, di usianya yang sekarang bahkan dia masih menjajakan tubuhnya. Padahal anak haramnya ini sudah berusia dua puluh tahun. Dasar menjijikkan. Setelah berpamitan dengan Rachel, aku mau pulang namun langkah kakiku malah mengarah ke rumah si wanita gila. Ku buka pintu yang memang tak dikunci itu. Aroma alkohol langsung menyeruak menusuk hidung. Wanita itu ada di sana, tangannya menggenggam botol bir dan seketika ia lemparkan ke arahku. Aku berhasil menghindar. Dia langsung marah-marah dan mengataiku. Menghinaku dan terus mengatakan sumpah serapah.

"Dasar anak haram yang tak berguna!" Katanya.

Aku hanya diam mendengarkan semua umpatannya, telingaku sudah terbiasa dengan semua itu. Tentu saja dia meluapkan semua emosi dan kekesalannya atas kehadiranku dan ia bilang ia bersalah karena seharusnya ia tak pernah melahirkanku dan membunuhku saja dulu.

Aku lalu berteriak dengan kencang, "Aku juga lebih baik mati daripada dilahirkan pelacur sepertimu!"

Dia lalu kembali melemparkan botol bir itu ke arahku dan kali ini tepat sasaran, mengenai pelipis kananku. Menyedihkan sekali. Aku yang salah karena masih mengharapkan cinta dan kasih sayang dari orang ini. Padahal kehadiranku saja sangat ia sesali. Dia bahkan pernah mencoba membunuhku. Tak terasa mataku semakin panas, air mengalir dari mataku membasahi pipi. Sekali lagi, untuk jutaan kali, aku menangis di rumah itu. Aku berjalan pulang ke kostku dengan hati yang hancur. Aku tak peduli lagi tubuhku yang basah kuyup karena hujan turun dengan sangat lebat.

Di tengah perjalanan, saat mengalihkan pandanganku ke sungai, di sanalah aku melihat gadis kecil itu. Timbul dan masuk ke dalam air, ia tenggelam dan hanyut terbawa arus dan semakin menjauh dari tempatku berdiri. Aku segera berlari searah arus sungai. Berusaha menyamai aliran sungai yang membawa si gadis kecil.

Terpopuler

Comments

Retno Isma

Retno Isma

🌹🌹🌹🌹

2025-03-08

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Hujan yang Menghapus, Air yang Mendekap
2 Bab 2 : Kisah yang Usai, Mimpi yang Dimulai
3 Bab 3 : Retakan Ruang, Cahaya Menyelinap
4 Bab 4 : Jiwaku Bernyanyi di Ragamu
5 Bab 5 : Asing di Dunia yang Terbiasa
6 Bab 6 : Gadis yang Tak Punya Nama di Hati Mereka
7 Bab 7 : Seperti Terbangun dalam Mimpi yang Lain
8 Bab 8 : Di Antara Kita Hanya Jarak
9 Bab 9 : Negeri yang Kini Berbisik Namaku
10 Bab 10 : Persimpangan Antara Dulu dan Selamanya
11 Bab 11 : Jika Aku Bukan Nyata, Mengapa Harus Gemetar?
12 Bab 12 : Skenario Kusut, Aktor yang Berisik
13 Bab 13 : Takdir Menyisihkanmu untuk Menempatkanku
14 Bab 14 : Kita yang Pernah, Kini Hanya Ingatan
15 Bab 15 : Bunga Mawar itu Mulai Tumbuh di Tempat Baru
16 Bab 16 : Dia, Detik yang Tak Ingin Kulewati
17 Bab 17 : Racun yang Mengalir Berusaha Menjadi Obat
18 Bab 18 : Kau yang Hilang di Antara Kebohongan
19 Bab 19 : Cinta dalam Diam yang Tak Ku Mengerti
20 Bab 20 : Dunia Tak Ramah, Jadi Aku Tak Perlu Bersikap Lembut
21 Bab 21 : Ketika Duri Mengancam, Aku yang Akan Berdarah
22 Bab 22 : Biarkan Benci Bersarang di Dadaku
23 Bab 23 : Agar Seperti Kau, Tapi Masih Aku
24 Bab 24 : Ketika Aku Bukan Aku, Ketika Aku Bukan Kamu
25 Bab 25 : Mengenang Makna di Setiap Lapisan Memori
26 Bab 26 : Di Persimpangan Gelap dan Terang
27 Bab 27 : Beban Manis yang Tak Ingin Ku Tinggalkan
28 Bab 28 : Batas yang Ku Injak dengan Kesalahpahaman
29 Bab 29 : Dia yang Dekat di Mata dan Duri di Hati
30 Bab 30 : Saat Mereka Mengambilku dari Dunia yang Gelap
31 Bab 31 : Bayangan yang Menyertai Cahaya
32 Bab 32 : Lagu Pertama yang Kau Nyanyikan Untukku
33 Bab 33 : Saat Sang Pengganti Menatap Sang Sejati
34 Bab 34 : Benci yang Menjadi Nafas
35 Bab 35 : Dosa yang Berjalan dengan Gaun Indah
36 Bab 36 : Saat Keajaiban Tak Lagi Imajinasi
37 Bab 37 : Saat Si Gadis Beracun Meramu Keahliannya
38 Bab 38 : Dua Gadis, Satu Ledakan
39 Bab 39 : Di Depan Mataku Keajaiban Bangkit
40 Bab 40 : Tangan Tak Dikenali Tapi Hati Merasa
41 Bab 41 : Kami Hanya Pion dalam Perintah yang Gila
42 Bab 42 : Takdir Menertawakanku di Ujung Jalan
43 Bab 43 : Mereka yang Menunggu Keajaiban dalam Dunia yang Tak Peduli, Dia Menjaga
44 Bab 44 : Saat Hutan Menyanyi
45 Bab 45 : Keajaiban yang Bersembunyi di Mata yang Salah
46 Bab 46 : Ketika Malam Berbisik Nama Pemiliknya
47 Bab 47 : Di Antara Pepohonan, Seseorang yang Dirindukan Menunggu
48 Bab 48 : Saat Kau Terpikat pada Kegelapan
49 Bab 49 : Sebuah Kabar yang Menghentikan Waktu
50 Bab 50 : Bayangan di Balik Tirai Kekacauan
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bab 1 : Hujan yang Menghapus, Air yang Mendekap
2
Bab 2 : Kisah yang Usai, Mimpi yang Dimulai
3
Bab 3 : Retakan Ruang, Cahaya Menyelinap
4
Bab 4 : Jiwaku Bernyanyi di Ragamu
5
Bab 5 : Asing di Dunia yang Terbiasa
6
Bab 6 : Gadis yang Tak Punya Nama di Hati Mereka
7
Bab 7 : Seperti Terbangun dalam Mimpi yang Lain
8
Bab 8 : Di Antara Kita Hanya Jarak
9
Bab 9 : Negeri yang Kini Berbisik Namaku
10
Bab 10 : Persimpangan Antara Dulu dan Selamanya
11
Bab 11 : Jika Aku Bukan Nyata, Mengapa Harus Gemetar?
12
Bab 12 : Skenario Kusut, Aktor yang Berisik
13
Bab 13 : Takdir Menyisihkanmu untuk Menempatkanku
14
Bab 14 : Kita yang Pernah, Kini Hanya Ingatan
15
Bab 15 : Bunga Mawar itu Mulai Tumbuh di Tempat Baru
16
Bab 16 : Dia, Detik yang Tak Ingin Kulewati
17
Bab 17 : Racun yang Mengalir Berusaha Menjadi Obat
18
Bab 18 : Kau yang Hilang di Antara Kebohongan
19
Bab 19 : Cinta dalam Diam yang Tak Ku Mengerti
20
Bab 20 : Dunia Tak Ramah, Jadi Aku Tak Perlu Bersikap Lembut
21
Bab 21 : Ketika Duri Mengancam, Aku yang Akan Berdarah
22
Bab 22 : Biarkan Benci Bersarang di Dadaku
23
Bab 23 : Agar Seperti Kau, Tapi Masih Aku
24
Bab 24 : Ketika Aku Bukan Aku, Ketika Aku Bukan Kamu
25
Bab 25 : Mengenang Makna di Setiap Lapisan Memori
26
Bab 26 : Di Persimpangan Gelap dan Terang
27
Bab 27 : Beban Manis yang Tak Ingin Ku Tinggalkan
28
Bab 28 : Batas yang Ku Injak dengan Kesalahpahaman
29
Bab 29 : Dia yang Dekat di Mata dan Duri di Hati
30
Bab 30 : Saat Mereka Mengambilku dari Dunia yang Gelap
31
Bab 31 : Bayangan yang Menyertai Cahaya
32
Bab 32 : Lagu Pertama yang Kau Nyanyikan Untukku
33
Bab 33 : Saat Sang Pengganti Menatap Sang Sejati
34
Bab 34 : Benci yang Menjadi Nafas
35
Bab 35 : Dosa yang Berjalan dengan Gaun Indah
36
Bab 36 : Saat Keajaiban Tak Lagi Imajinasi
37
Bab 37 : Saat Si Gadis Beracun Meramu Keahliannya
38
Bab 38 : Dua Gadis, Satu Ledakan
39
Bab 39 : Di Depan Mataku Keajaiban Bangkit
40
Bab 40 : Tangan Tak Dikenali Tapi Hati Merasa
41
Bab 41 : Kami Hanya Pion dalam Perintah yang Gila
42
Bab 42 : Takdir Menertawakanku di Ujung Jalan
43
Bab 43 : Mereka yang Menunggu Keajaiban dalam Dunia yang Tak Peduli, Dia Menjaga
44
Bab 44 : Saat Hutan Menyanyi
45
Bab 45 : Keajaiban yang Bersembunyi di Mata yang Salah
46
Bab 46 : Ketika Malam Berbisik Nama Pemiliknya
47
Bab 47 : Di Antara Pepohonan, Seseorang yang Dirindukan Menunggu
48
Bab 48 : Saat Kau Terpikat pada Kegelapan
49
Bab 49 : Sebuah Kabar yang Menghentikan Waktu
50
Bab 50 : Bayangan di Balik Tirai Kekacauan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!