NovelToon NovelToon
Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / CEO / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ra za

Sebuah kecelakaan tragis merenggut segalanya dari leon—kesehatan, kepercayaan diri, bahkan wanita yang dicintainya. Dulu ia adalah CEO muda paling bersinar di kotanya. Kini, ia hanya pria lumpuh yang terkurung dalam kamar, membiarkan amarah dan kesepian melumpuhkan jiwanya.

Satu demi satu perawat angkat kaki, tak sanggup menghadapi sikap Leon yang dingin, sinis, dan mudah meledak. Hingga muncullah seorang gadis muda, seorang suster baru yang lemah lembut namun penuh keteguhan hati.

Ia datang bukan hanya membawa perawatan medis, tapi juga ketulusan dan harapan.
Mampukah ia menembus dinding hati Leon yang membeku?
Atau justru akan pergi seperti yang lain, meninggalkan pria itu semakin tenggelam dalam luka dan kehilangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ra za, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 Pembelaan

Seperti janjinya semalam, hari ini Leon akan menemani Nayla menjenguk ayahnya. Meskipun Leon tampak cuek dan duduk di kursi roda sambil membelakangi Nayla, namun sesekali ia menoleh ke arah gadis itu yang sedang mendorong kursinya.

Wajah Nayla terlihat cerah. Senyum bahagia tak pernah lepas dari bibirnya. Melihat itu, entah mengapa, hati Leon ikut terasa hangat. Sudah beberapa waktu ini, hanya dengan melihat senyum Nayla saja, ia bisa ikut merasa bahagia.

“Sepertinya kamu senang sekali hari ini,” ucap Leon tiba-tiba, memecah keheningan di antara mereka.

“Tentu saja, Tuan. Terima kasih karena sudah mengizinkan saya menjenguk Ayah… dan Tuan juga bersedia ikut. Padahal Tuan pasti lelah setelah seharian bekerja,” kata Nayla dengan mata berbinar, meski terlihat sedikit tak enak hati.

Leon menoleh sedikit, tersenyum tipis. “Tenang saja, Nayla. Aku juga yang ingin ikut. Bukankah tadi aku bilang ingin berkenalan dengan....”

“Stop!” potong Nayla cepat, menghentikan ucapan Leon. “Kalau Tuan melanjutkan kalimat itu, saya tidak akan mau membantu Tuan lagi!” katanya setengah mengancam. Nayla tahu pasti Leon akan kembali menggoda dengan kalimat-kalimat ambigu yang bisa membuatnya baper.

Leon tertawa kecil. “Baiklah, maaf. Aku hanya bicara apa adanya. Lagipula, siapa yang tahu seperti apa takdir ke depan?”

Nayla hanya mendengus pelan dan memilih diam. Tak ingin membalas, takut semakin larut dalam perasaannya sendiri.

“Ooo ya, kamu tidak membawakan sesuatu untuk ayahmu?” tanya Leon lagi, mencoba mencairkan suasana.

“Rencananya aku akan membelikan kue favorit Ayah. Di depan sana ada toko kue langganan kami. Kita mampir sebentar ya, Tuan.”

Setelah membeli kue, perjalanan pun dilanjutkan. Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah rumah sederhana. Mata Nayla berbinar saat mobil berhenti di depan halaman.

“Sudah sampai, Tuan. Ayo turun,” ajak Nayla sambil membuka pintu dan mulai mendorong kursi roda Leon menuju rumah.

“Ayah!” seru Nayla saat melihat sosok pria paruh baya yang tengah duduk santai di beranda.

Pria itu segera menoleh. Matanya membelalak senang. “Nayla! Kamu pulang, Nak? Ayah kangen sekali!” ujarnya dengan suara berat.

Nayla segera berlari dan memeluk ayahnya dengan erat. “Aku juga kangen, Yah. Bagaimana keadaan Ayah? Obatnya diminum kan?”

“Sudah, Sayang. Ayah baru saja minum. Kamu lihat sendiri, Ayah baik-baik saja,” jawab pria itu sambil tersenyum hangat.

Namun kemudian, tatapan ayah Nayla tertuju pada pria tampan yang duduk di kursi roda, menunggu dengan tenang.

“Maaf, Tuan. Saking senangnya aku bertemu Ayah, sampai lupa memperkenalkan Tuan,” kata Nayla sedikit canggung.

Leon tersenyum maklum. Ia paham, Nayla pasti sangat rindu pada ayahnya.

“Yah, ini Tuan Leon. Putra dari Nyonya Gaby, yang waktu itu menjemputku,” jelas Nayla.

Ayah Nayla tersenyum ramah dan segera mengulurkan tangan, meski agak ragu. “Terima kasih, Tuan, sudah mau datang ke rumah sederhana kami. Saya merasa terhormat.”

“Tidak perlu sungkan, Pak. Saya yang merasa senang bisa datang ke sini,” balas Leon dengan sopan.

“Oh iya, Ayah. Aku bawakan kue favorit Ayah. Aku masuk dulu ya, mau memotong kue ini dan siapkan minuman,” ujar Nayla sambil membantu Leon dan ayahnya masuk ke dalam rumah. karena hari mulai beranjak senja.

Tak lama, seorang wanita paruh baya masuk dari pintu samping. “Nayla? Astaga, kamu pulang, Nak!” serunya senang. Itu adalah bibi Nayla, yang selama ini membantu merawat ayahnya.

Sementara Nayla dan bibinya sibuk di dapur, Leon dan ayah Nayla duduk santai di ruang tamu.

“Bapak sehat-sehat saja, kan? Saya dengar dari Nayla kalau Bapak sakit,” tanya Leon membuka pembicaraan.

“Beginilah, Tuan. Kondisi bapak memang naik turun. Tapi sekarang jauh lebih baik. Tuan sendiri, bagaimana? Apakah Nayla merawat Tuan dengan baik?” ayah Nayla balik bertanya.

Leon tersenyum. “Sangat baik, Pak. Nayla bukan hanya merawat saya, tapi juga… entah kenapa, bisa membuat saya percaya diri lagi.”

Mata ayah Nayla berbinar haru. “Syukurlah, kalau begitu. Bapak doakan Tuan cepat pulih, dan bisa berdiri serta berjalan seperti dulu lagi.”

Leon merasa do'a itu begitu tulus dan menyentuh. “Terima kasih, Pak. Dan… tidak perlu panggil saya Tuan. Cukup Leon saja, agar terasa lebih akrab.”

Ayah Nayla tersenyum hangat. “Baiklah, Leon.”

Sejenak suasana hening. Lalu ayah Nayla berkata pelan namun dalam, “Nak Leon… bapak ingin minta sesuatu.”

Leon menatap serius. “Apa itu, Pak? Jika saya bisa, pasti saya bantu.”

“Dengan kondisi bapak seperti ini, bapak tidak tahu akan sampai kapan bisa mendampingi Nayla. Dia hanya punya saya dan bibinya. Maka bapak mohon, jaga Nayla… sampai nanti dia menemukan seseorang yang benar-benar tulus mencintainya. Maaf kalau permintaan ini terlalu berat…”

Leon tak butuh waktu lama untuk menjawab. “Saya janji, Pak. Saya akan menjaga Nayla sebaik mungkin. Bapak tidak usah khawatir. Fokus saja untuk sembuh.”

Beberapa saat kemudian, Nayla kembali dari dapur membawa nampan berisi kue dan dua gelas minuman, disusul bibinya di belakang.

“Ayah, Tuan, ini kue dan minumannya. Ayo dimakan selagi masih hangat,” ucap Nayla sambil meletakkan semuanya di atas meja.

“Tuan, kenalkan ini Bibi saya. Yang selama ini merawat Ayah selama saya bekerja.”

Leon menyambut ramah, dan suasana hangat pun menyelimuti pertemuan singkat itu.

Tak lama kemudian, langit mulai beranjak gelap. Setelah berbincang sebentar lagi, Nayla dan Leon pun berpamitan dan kembali ke kediaman Mahesa.

---

Tuan ini mau kemana? Ini kan bukan jalan pulang. Nayla bingung ketika mobil yang mereka tumpangi berbelok ke arah yang tak familiar baginya.

Leon melirik ke arahnya sekilas. “Memangnya aku bilang kita langsung pulang? Kita makan malam dulu. Kamu mau makan apa?”

Nayla tersenyum kecil. “Terserah Tuan saja. Saya makan apa saja.”

“Apa saja? Jadi ranting dan kayu juga kamu makan?” goda Leon, terkekeh ringan.

Nayla ikut tertawa pelan. “Enggak gitu juga, Tuan. Maksud saya, semua jenis makanan manusia…”

Leon hanya mengangguk sambil tersenyum kecil.Ternyata pria yang dikenal dingin dan serius itu bisa juga bercanda. Ada sisi lain dari Leon yang baru saja dikenalnya, hangat dan menyenangkan.

Tak lama, mereka tiba di sebuah restoran mewah. Seorang pelayan menyambut dan mempersilakan mereka masuk. Nayla mendorong kursi roda Leon menuju meja di sudut ruangan yang tidak terlalu ramai.

Namun, seketika tubuh Leon menegang sejenak saat matanya tanpa sengaja menangkap sosok Clarissa yang tengah duduk bersama seorang pria, tidak jauh dari mereka.

Nayla, yang juga memperhatikan arah pandang Leon, segera menoleh. “Tuan, kalau Tuan tak nyaman, kita bisa cari tempat lain…”

Leon menggeleng. Wajahnya tenang. “Tidak usah. Kalau kita pindah, mereka akan pikir aku lemah.”

Mereka pun duduk berhadapan. Anehnya, suasana tidak canggung. Justru malam itu terasa ringan. Obrolan mereka mengalir begitu saja, sesekali Nayla tertawa pelan mendengar candaan Leon. Seolah-olah keberadaan Clarissa tak ada artinya lagi bagi Leon.

Sementara itu, Davin yang duduk bersama Clarissa diam-diam memperhatikan mereka. Bukan Leon yang menarik perhatiannya, melainkan Nayla. Senyum gadis itu begitu manis, memancarkan ketulusan yang jarang ia lihat. Tak heran jika Leon terlihat begitu damai bersamanya. Davin mulai penasaran dengan sosok Nayla.

Usai makan malam, Nayla membungkuk sedikit ke arah Leon. “Sayang, aku ke toilet sebentar ya,” katanya. Kalimat itu diucapkan dengan manis, karena mereka masih harus berpura-pura sebagai pasangan di depan Clarissa.

Leon mengangguk. “Baik, Sayang. Hati-hati. Kalau ada apa-apa, langsung kembali.”

Nayla pun beranjak pergi. Namun belum sampai ke toilet, Clarissa sudah berdiri dari mejanya dan menyusul Nayla ke belakang.

Leon yang melihat gerakan Clarissa langsung bisa menebak tujuannya. Ia sempat ingin menyusul, namun menahan diri. Davin bisa curiga. Tak kehilangan akal, Leon memanggil seorang pelayan dan memberi instruksi singkat. “Ikuti wanita itu! Rekam apapun yang terjadi, diam-diam.”

Pelayan itu mengangguk dan melaksanakan perintah Leon.

Sementara itu di belakang restoran…

“Maaf, Nona. Saya ingin ke toilet. Tolong minggir sedikit,” kata Nayla sopan ketika Clarissa berdiri menghalangi jalannya.

Namun Clarissa menatapnya sinis. “Baru sebentar di samping Leon saja kamu sudah merasa besar kepala, ya? Kamu pikir Leon benar-benar mencintaimu? Bisa jadi kamu cuma pelarian. Wanita seperti kamu jelas bukan tipenya.”

Nayla menarik napas panjang, mencoba menahan emosi. “Saya ke sini tidak untuk bertengkar, Nona. Saya hanya ingin ke toilet, bukan membahas calon suami saya.”

Clarissa mendekat, menatapnya tajam. “Kau tidak berani melawan karena kau tahu aku benar. Jangan-jangan kau dekati Leon cuma karena hartanya. Mana ada wanita waras yang mau dengan pria cacat. Siapa tahu, bukan cuma kakinya yang lumpuh. Bisa jadi ‘aset’ pribadinya juga tidak berfungsi.”

Nayla yang awalnya tidak mau meladeni Clarissa Mulai emosi mendengar Clarissa menghina Leon.

“Kau keterlaluan. Memang aku sepertimu, yang hanya mencintai Leon saat dia sempurna? Aku percaya Leon akan sembuh, dan saat itu tiba, kau akan menyesal sudah meninggalkannya.”

Clarissa tertawa mengejek. “Kau terlalu percaya diri. Dan kau terlalu berani bicara padaku seperti itu. Jaga ucapanmu. Kau tidak tahu siapa aku!”

“Dan kau juga tidak tahu siapa aku hingga seenaknya merendahkan kekasihku,” balas Nayla tegas. “Tentang ‘aset’ Leon yang kamu rendahkan tadi… siapa bilang tidak berfungsi? Bahkan sangat berfungsi. Dan, jujur saja… sangat memuaskan.” Nayla sengaja mengucapkannya dengan senyum sinis, hanya untuk membalas ejekan Clarissa.

Clarissa terbelalak. “Aku nggak percaya. Leon bukan tipe yang melakukan hal seperti itu sebelum menikah. Aku pacaran lama dengannya, dia bahkan tak pernah menyentuhku!”

Nayla terkekeh. “Kasihan. Berarti kamu bukan tipenya. Sedangkan aku? Aku sudah membuktikannya sendiri, betapa perkasanya seorang Leon.”

Wajah Clarissa memerah karena amarah dan cemburu. Nafasnya naik turun menahan emosi.

“Kau murahan!” sembur Clarissa. “Tapi ingat, aku cinta pertamanya. Dan cinta pertama itu susah dilupakan!”

“Cinta pertama memang indah,” Nayla mengangkat bahu santai. “Tapi kau adalah masa lalu Leon, sementara aku masa depannya. Jadi jangan harap masih ada ruang untukmu di hatinya.”

Nayla lalu menarik bahu Clarissa ke samping agar bisa lewat. Clarissa terpaksa mundur selangkah, sementara hatinya menggelegak. Ia bertekad akan membalas semua ini.

Tak lama, Clarissa kembali ke meja dengan wajah kusut.

“Ada apa?” tanya Davin curiga.

“Tidak ada apa-apa. Aku capek. Ayo kita pulang.”

Sementara itu, Leon sudah menonton rekaman yang diberikan pelayan tadi. Matanya sempat melebar mendengar pernyataan Nayla soal “asetnya”, lalu perlahan-lahan bibirnya tersenyum, bahkan wajahnya memerah.

Dia tak menyangka Nayla akan membela dan melindunginya sejauh itu, bahkan dengan cara yang cukup berani dan menggelikan. Tapi di balik semua itu, hati Leon terasa hangat.

1
murniyati Spd
sangat bagus dan menarik untuk di baca /Good/
Guchuko
Sukses membuatku merasa seperti ikut dalam cerita!
Ververr
Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!
Zani: Terimakasih sudah mampir kak🥰, ditunggu update selanjutnya 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!