Diana, gadis 18 tahun, menemukan kebenaran tentang keluarganya yang sebenarnya setelah 18 tahun hidup bersama keluarga angkat. Dengan kalung berlambang keluarga Pradana dan foto keluarga aslinya, Diana berangkat ke kota besar untuk mencari kebenaran.
Di kota, dia bertemu dengan pemuda misterius yang membantunya mencari alamat keluarga Pradana.
Apakah diana akan menemukan keluarganya?dan siapakah pemuda yang sangat baik membantunya,lanjutkan membaca jika ingin tahu kelanjutannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yasna alna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Pukul 4 sore, mobil Lamborghini memasuki pelataran rumah keluarga Pradana. Regas dan Adel, anak-anak keluarga tersebut, turun dari mobil dengan percaya diri. Mereka disambut hangat oleh Nyonya Arin.
"Selamat datang, anak-anakku. Bagaimana hari kalian?" tanya Nyonya Arin.
Regas menjawab, "Baik, Mama."
Nyonya Arin mengangguk, berusaha menyembunyikan keraguan yang semakin mengganggu pikirannya.. Kami baru saja dari pesta ulang tahun teman kami."
Adel menambahkan, "Dan kami membawa oleh-olehan spesial untuk Mama."
Pelayan mengambil kunci mobil dan mengucapkan selamat datang.
Nyonya Arin tersenyum bahagia melihat Regas dan Adel berakur. Namun, keraguan tentang asal-usul Adel kembali menghantui pikirannya.
Adel menyadari ibunya terlihat termenung. "Ada apa, Mama? Kenapa Mama seperti memikirkan sesuatu?"
Nyonya Arin berusaha menyembunyikan kecemasannya. "Ah, tidak, Adel. Mama hanya sedikit pusing. Nanti juga baik."
Adel mencium kening ibunya. "Mama istirahat dulu, ya?"
Nyonya Arin mengangguk, berusaha menyembunyikan keraguan yang semakin mengganggu pikirannya.
Diana tergerak melihat interaksi Nyonya Arin dan Adel. Dia yang tak sengaja menangkap pemandangan manis itu merasa rindu pada ibu angkatnya di desa. "Bagaimana kabar mereka?" pikirnya. Diana memutuskan menghubungi ibu angkatnya untuk mengurangi rasa rindunya. Dia ingin mendengar suara hangat dan penuh kasih sayang itu kembali.
Diana menghela napas dalam-dalam, mengingat perjalanan panjangnya. Dari desa ke kota, dibantu Axcel dan Rina, hingga akhirnya bertemu keluarga kaya yang ternyata miliknya.
Meskipun sedih melihat Nyonya Arin lebih dekat dengan Adel, Diana tidak terlalu sedih. Dia ingat ibu angkatnya di desa, yang selalu memberikan kasih sayang dan perhatian.
"Bagaimana pun juga, aku punya ibu yang sangat baik," kata Diana pada dirinya sendiri. "Tidak ada yang bisa menggantikan kasih sayangnya."
Adel melangkah memasuki koridor lantai 2, menuju kamarnya. Saat melewati kamar tamu, dia merasa ada yang tidak biasa. Kamar yang biasanya kosong itu sekarang terlihat teratur dan bersih. Lampu kamar menyala, dan ada barang-barang pribadi yang tidak familiar.
Adel penasaran, "Siapa tamu kita?" pikirnya.
Dia mendekati pintu kamar dan melihat ke dalam. Seorang gadis cantik dengan rambut panjang sedang duduk di depan jendela, menatap ke luar. Adel tidak mengenalinya.
Adel memutuskan untuk tidak menanyai gadis misterius tersebut karena merasa malas berinteraksi. Dia memasuki kamarnya dan menutup pintu.
Sambil membersihkan diri, Adel penasaran tentang identitas gadis itu. "Siapa dia? Mengapa dia tinggal di sini?" pikirnya.
Namun, rasa lelah membuatnya ingin segera menyegarkan tubuh dan beristirahat.
Waktu terus berjalan, dan makan malam telah siap. Semua anggota keluarga dipanggil untuk berkumpul. Namun, Diana tidak terbangun karena terlelap.
Makan malam berlangsung dengan suasana tenang, tanpa percakapan yang hangat. Regas dan Ayahnya membicarakan urusan bisnis, sementara Nyonya Arin sudah kembali ke kamarnya.
Adel penasaran tentang gadis di kamar tamu, tapi tidak bisa menanyakan karena suasana tidak tepat. Dia memutuskan untuk menunggu waktu yang lebih baik untuk mengungkapkan rasa penasarannya.
Diana turun ke dapur, perutnya berteriak lapar setelah melewatkan makan malam. Saat memasuki dapur, dia bertemu dengan salah satu koki dirumah itu, Pak hans.
"Selamat malam, Mbak Diana. Anda lapar? Mau saya siapkan apa?" tanya Pak hans dengan ramah.
Diana tersenyum. "Terima kasih, Pak hans. Saya tidak tahu, apa saja yang masih tersedia?"
Pak hans senyum. "Saya bisa membuatkan nasi goreng atau roti panggang dengan sandwich, Mbak."
Diana tersenyum, "Nasi goreng saja, Pak hans. Terima kasih."
Pak hans mengangguk dan segera memasak. Tak lama, aroma nasi goreng yang menggugah selera memenuhi dapur. Diana menunggu dengan sabar.
"Nasi gorengnya sudah siap, Mbak," kata Pak hans sambil menyajikan hidangan hangat tersebut.
Diana menikmati nasi goreng dengan nikmat, merasa lega setelah menunggu seharian. "Enak sekali, Pak hans. Terima kasih!"