NovelToon NovelToon
THE BROTHER'S SECRET DESIRE

THE BROTHER'S SECRET DESIRE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Keluarga / Romansa / Pembantu / Bercocok tanam
Popularitas:293.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mae_jer

Area khusus Dewasa

Di mansion kediaman keluarga Corris terdapat peraturan yang melarang para pelayan bertatapan mata dengan anak majikan, tiga kakak beradik berwajah tampan.

Ansel adalah anak sulung yang mengelola perusahaan fashion terbesar di Paris, terkenal paling menakutkan di antara kedua saudaranya. Basten, putra kedua yang merupakan jaksa terkenal. Memiliki sifat pendiam dan susah di tebak. Dan Pierre, putra bungsu yang sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Sifatnya sombong dan suka main perempuan.

Edelleanor yang tahun ini akan memasuki usia dua puluh tahun memasuki mansion itu sebagai pelayan. Sebenarnya Edel adalah seorang gadis keturunan Indonesia yang diculik dan di jual menjadi wanita penghibur.

Beruntung Edel berhasil kabur namun ia malah kecelakaan dan hilang ingatan, lalu berakhir sebagai pembantu di rumah keluarga Corris.

Saat Edell bertatapan dengan ketiga kakak beradik tersebut, permainan terlarang pun di mulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Matamu selalu mengkhianatimu

Ansel melihat Edel mengusap ujung matanya, dan entah kenapa, pemandangan itu membuat dadanya terasa aneh. Ada rasa ingin melindungi, yang jarang sekali ia rasakan terhadap siapa pun. Ia lalu melirik ke tangan gadis itu yang penuh tanah.

"Kau kotor sekali."

Edel buru-buru menoleh ke tangannya.

"Iya … habis dari tadi gali tanah. Heheh."

"Ke sini," Ansel melangkah ke arah air mancur. Ia menciduk air dengan tangannya lalu menyiramkan sedikit ke telapak tangan Edel.

"Biar bersih dulu. Jangan sampai kamu makan atau menyentuh wajah dalam keadaan kotor begini."

Edel menurut. Ia mencelupkan tangannya, membilas tanah yang menempel sambil terkikik kecil.

Tuan muda ini ternyata perhatian dan lembut juga. Gumamnya dalam hati. Andaikan tuan muda Basten memiliki sifat lembut seperti tuan muda pertama. Ah, kok jadi mikir laki-laki itu lagi sih? Edel langsung membuang pikirannya jauh-jauh.

Lalu ia teringat kata-kata Basten.

Jangan tersenyum seperti itu pada pria lain.

Setelah mengingat kalimat itu, pandangan Edel langsung menatap kiri kanan muka belakang. Takut kalau si tuan muda kedua yang berbahaya itu melihat dia sedang bersama kakak pertamanya. Bisa bahaya. Bisa kena ciuman ganas lagi atau yang lebih intim dari itu.

"Kau cari apa?" Ansel bertanya. Ikut menatap ke semua arah yang dilihat Edel tadi.

"Nggh ... Nggak ada. Nggak cari apa-apa tuan muda." jawab Edel cepat.

Ansel menyipitkan mata.

"Yakin?" ia kurang percaya. Edel mengangguk lagi. Ansel pun memutuskan tidak bertanya lagi.

Beberapa detik, keduanya hanya terdiam sambil mendengar gemericik air mancur. Angin malam berembus lembut, membawa aroma mawar yang tumbuh di taman.

"Ayo, aku antar kamu kembali ke asrama pelayan," ucap Ansel akhirnya.

Edel menggeleng cepat.

"Nggak perlu!" serunya, mungkin terlalu cepat dan terlalu keras.

Ansel sedikit terkejut.

"Kenapa?" tanyanya pelan, alisnya terangkat.

Edel buru-buru menunduk, berusaha mencari alasan yang masuk akal.

"Soalnya … aku masih mau beresin beberapa hal di taman. Lagian, jarak asramanya dekat. Aku bisa jalan sendiri."

Ansel menatapnya lama. Sorot matanya itu seperti punya kemampuan untuk menembus alasan yang dibuat-buat.

"Sudah mendung, sebentar lagi hujan. Tidak aman di luar."

Edel menelan ludah. Mansion ini memang sudah tidak aman baginya. Baik di luar maupun di dalam. Karena ada Basten. Tidak aman buat tubuhnya yang sudah di makan oleh pria itu. Bahkan tidak aman buat jantungnya yang berdetak berlebihan kalau berhadapan dengan laki-laki itu.

"Aku bisa jaga diri kok tuan muda." ujar Edel lagi, tersenyum tipis. Tapi senyum itu justru membuat Ansel menghela napas panjang.

"Kalau begitu jangan terlalu lama. Aku masuk dulu." kata Ansel akhirnya.

Edel menganggukkan kepala. Dia ingin bicara tapi sebelum kata-kata itu keluar, ia merasakan sesuatu di belakang lehernya, bukan sentuhan, tapi seperti hawa dingin yang membuat bulu kuduknya berdiri. Ia refleks menoleh.

Kosong.

Namun instingnya berteriak. Basten ada di sini.

Ia kembali menatap ke depan, berusaha tenang.

Edel menelan ludah pelan, mengatur napasnya agar tidak terlihat gugup di hadapan Ansel. Ia memaksakan senyum, meski matanya tak bisa lepas dari kegelapan di balik deretan semak mawar yang bergoyang tertiup angin.

Ansel masih berdiri di dekat air mancur, menatapnya seperti hendak memastikan sekali lagi bahwa gadis itu benar-benar baik-baik saja.

"Aku pergi," katanya akhirnya, sebelum berbalik dan berjalan ke arah mansion. Suara langkah kakinya di atas kerikil terdengar mantap, lalu menghilang di balik tikungan jalan taman.

Begitu punggung Ansel lenyap dari pandangan, Edel langsung menghela napas lega, atau setidaknya mencoba. Karena rasa lega itu hanya bertahan beberapa detik. Udara di sekelilingnya masih mengandung aura yang membuat tengkuknya menegang.

Langkahnya berputar, matanya memindai setiap sudut taman. Sudah sore dan langit mulai gelap ditutupi oleh mendung karena mau hujan. Lampu taman yang temaram membuat bayangan pohon tampak lebih tinggi dan mengancam. Semak mawar di sisi kiri bergerak lagi.

"Edel."

Suara itu berat, nyaris seperti bisikan, tapi jelas.

Edel hampir melompat. Ia tahu suara itu.

Basten.

Gadis itu merapatkan kedua tangannya ke depan dada. Benarkan firasatnya. Pria itu seperti makhluk ajaib saja yang mengetahui semua gerak-geriknya.

Dari balik bayangan, sosok tinggi itu muncul. Langkahnya santai, tapi setiap gerakannya seperti predator yang sudah yakin buruannya takkan kabur. Matanya berkilat, campuran antara godaan dan ancaman.

"Aku bilang apa tadi?" tanyanya sambil mendekat, nada suaranya rendah tapi penuh tekanan. Ia sudah berdiri di belakang Edel. Menarik gadis itu ke balik pilar besar.

"Jangan tersenyum seperti itu pada pria lain."

Edel terperangkap di antara pilar dingin dan tubuh Basten yang mengurungnya. Nafasnya tercekat, aroma maskulin pria itu begitu dekat, bercampur dengan wangi hujan yang mulai turun.

"Aku … aku nggak ..."

"Tidak apa?" Basten memotong, ujung bibirnya melengkung.

"Kau pikir aku tidak lihat? Bahkan kalau aku tidak di sini, aku bisa membayangkannya. Kau, dengan wajah polos itu… menatap kakakku."

Edel menunduk, mencoba mencari celah untuk mundur. Tapi Basten mencondongkan tubuh, jarak di antara mereka hampir tidak ada.

"Tuan muda …" suaranya nyaris berbisik, setengah memohon.

"Jangan seperti ini. Orang bisa lihat,"

"Kalau mereka lihat," Basten berucap pelan namun menusuk,

"Biar saja. Biar mereka tahu kau milikku."

Jantung Edel berdetak kencang, entah karena takut atau karena sensasi aneh yang menjalar saat mata pria itu menelusuri wajahnya. Basten mengangkat tangannya, jemarinya menyentuh dagu Edel, memaksa gadis itu menatap langsung ke matanya.

"Tersenyum untuk orang lain, apalagi Ansel… itu melanggar aturan kita."

"Kita… nggak punya aturan," Edel membalas lirih, mencoba memberanikan diri.

"Tuan yang bikin sendiri."

Basten mengeluarkan tawa pendek, wajahnya makin dekat.

"Yakin mau melawan ku? Mau aku buat tubuhmu gemetar hebat lagi?"

Edel menelan ludah. Bibir Basten sudah menempel di hidungnya. Tidak ada jarak lagi.

"Kau mau ku buat pelepasan berkali-kali? Sampai kau memohon ampun padaku?"

Edel menahan napas, tubuhnya menegang seperti kawat yang ditarik terlalu kencang. Hujan mulai turun, rintik-rintiknya mengenai rambut dan pipinya, menambah sensasi dingin yang kontras dengan panas yang memancar dari tubuh Basten.

"Aku … nggak mau," ucapnya, meski suaranya bergetar, lebih terdengar seperti permohonan daripada penolakan.

Basten tersenyum miring.

"Kau bilang begitu, tapi matamu…," ia menatap lekat, irisnya gelap seperti langit mendung di atas mereka,

"Matamu selalu mengkhianatimu."

Edel menggeleng, berusaha menghindar, tapi tangan Basten menahan tengkuknya dengan kokoh. Hujan makin deras, suara derasnya bercampur dengan degup jantungnya sendiri. Terutama saat jemari pria itu bergerak pelan di sepanjang lehernya.

1
aroem
bagus
Ita rahmawati
ayolah edek,,jgn diem aja,,lebih baik kamu cerita ke basten dn dianpasti akn membantumu
Setetes Embun💝
Jangan samakan edel sama ruby ya kak othor gak sat set menyimpan ketakutan sendirian😉
Sani Srimulyani
harusnya kamu jujur tentang wanita itu, siapa tau dia bisa memecahkan kasusmu. dia kan jaksa yang cerdas
phity
edel cerita sj ke basten klo wanita itu mau membunuhmu biar basten selidiki untukmu ya...spy kmu aman
nyaks 💜
-----
Sleepyhead
Memang Pak Jaksa ini kuar biasa yah, auranya memancarkan aura singin
Sleepyhead
Dan Basten kucing garongnya wkwkkk
Syavira Vira
lanjuy
Syavira Vira
lanjut
Mutia
Ayo Edel ngaku siapa yg ingin membunuhmu
Anonim
Edel percaya tidak percaya kamu mesti cerita sama Basten kalau mau di bunuh sama si penculik Lucinda apa ya namanya
Rita
maju kena mundur kena
Rita
good Basten jgn ksh cela tegas
Rita
😅😅😅😅😅
lestari saja💕
jujur donk....jgn suudzon sulu
lestari saja💕
tikus kone....ragane kucing garong...
nonoyy
kalian cocok tau ansel dan edel
Rina Triningtyas
sangat sangat bagus thor, lanjut
Miss Typo
berharap Edel jujur dgn Basten knpa dia sembunyi, apa blm waktunya semua terbongkar ya, apa msh lama? kasian Edel
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!