Andai hanya KDRT dan sederet teror yang Mendung dapatkan setelah menolak rencana pernikahan Andika sang suami dan Yanti sang bos, Mendung masih bisa terima. Mendung bahkan tak segan menikahkan keduanya, asal Pelangi—putri semata wayang Mendung, tak diusik.
Masalahnya, tak lama setelah mengamuk Yanti karena tak terima Mendung disakiti, Pelangi justru dijebloskan ke penjara oleh Yanti atas persetujuan Andika. Padahal, selama enam tahun terakhir ketika Andika mengalami stroke, hanya Mendung dan Pelangi yang sudi mengurus sekaligus membiayai. Fatalnya, ketidakadilan yang harus ia dan bundanya dapatkan, membuat Pelangi menjadi ODGJ.
Ketika mati nyaris menjadi pilihan Mendung, Salman—selaku pria dari masa lalunya yang kini sangat sukses, datang. Selain membantu, Salman yang memperlakukan Mendung layaknya ratu, juga mengajak Mendung melanjutkan kisah mereka yang sempat kandas di masa lalu, meski kini mereka sama-sama lansia.
Masalahnya, Salman masih memiliki istri bahkan anak...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Empat
“Dengarkan aku baik-baik yah, Ndung! Wanita tua miskin sepertimu tidak pantas bersaing denganku!” tegas Yanti.
“Sekarang, rasakan balasanku! Aku pastikan, putri setanmu itu menjadi perawan tua. Dia akan diputuskan oleh calon suaminya, selain dia yang akan mendekam di penjara!”
“Dia berusaha menghalangi pernikahanku dan suamimu, justru dia yang tidak akan pernah menikah dan menjadi perawan bangkotan! Cuuiih!”
Sesaat setelah ludah Yanti yang nyaris mendarat di wajah Mendung. Mendung juga menggunakan kedua tangannya yang awalnya mengepal kencang di sisi tubuh, untuk menjambak Yanti. Yanti langsung teriak meminta tolong kepada Andika. Andika yang ada di sebelahnya segera mengamuk Mendung. Tetangga di sana langsung sigap memisah.
“Aku tak keberatan kalian menikah, tapi cepat bebaskan Pelangi!” teriak Mendung.
“Oh, tidak bisa! Dengan uang-uangku, aku akan membeli hukum dan membuat putrimu menjadi perawan tua, Ndung! Ini balasan untukmu yang tidak bisa mendidik anak. Kamu juga tidak berhak meminta cerai meski besok, aku dan mas Dika akan menikah dengan resepsi mewah. Kamu wajib jadi jongos sekaligus babu kami!” tegas Yanti tak kuasa berteriak.
Karena tetangga terlalu takut dengan duit-duit Yanti, mereka yang sebenarnya sangat geregetan, sengaja meminta Mendung mengalah. Apalagi, Andika saja dengan gagah membela Yanti. Andika yang penampilannya makin necis dan memang terbilang gagah berkarisma, malah menjadi garda terdepan Yanti.
Pergi, itulah yang Mendung lakukan. Walau sadar Yanti belum selesai bicara, baginya tak ada gunanya mendengarkan ocehan Yanti. Apalagi bukannya solusi atau setidaknya mengajaknya barter, Yanti pasti hanya akan menghinanya.
“Aku memang miskin. Aku memang sudah tua dan bahkan rapuh. Namun bukan berarti aku akan membiarkan buah hatiku kesakitan sendiri. Pelangi ... Bunda janji, Bunda akan bebasin kamu. Bunda janji bunda akan membalas setiap luka yang telah mereka torehkan. Bagaimanapun caranya, Bunda pastikan mereka harus hancur melebihi kita. Sumpah demi apa pun, Bunda akan melakukannya. Termasuk kepada ayahmu, Bunda juga akan memberi pria sampah itu pelajaran setimpal!”
Di tengah kegelapan malam, Mendung dengan kesehatannya yang masih ringkih, menerima pertolongan tetangganya. Ada pria muda yang menyusul dan siap mengantarnya.
“Ke rumah Riky, Mir. Tolong antar Bibi ke sana. Riky harus tahu kalau Pelangi dibawa polisi!” ucap Mendung terengah-engah.
“Baik, Bi. Saya antar sekarang!” sergah Amir yang langsung menjalankan motor matic warna hitamnya tak lama setelah wanita tua yang ia beri tumpangan, duduk di boncengannya dengan benar.
Riky menjadi satu-satunya harapan Mendung. Karena hanya kepada calon suami Pelangi itu pula, dirinya bisa meminta bantuan. Tanggapan pera tetangganya yang langsung melempem setelah polisi menangkap Pelangi membuat Mendung yakin. Tak ada yang berani melawan Yanti dan kekayaan janda pirang itu.
Tak butuh waktu lama untuk Mendung sampai di rumah calon besannya. Kenyataan mereka yang masih tinggal di desa yang sama, menjadi alasannya. Mereka hanya beda RW. Akan tetapi, kedatangan Mendung tak disambut hangat. Tak ada sapaan apalagi dekapan hangat. Keadaan di sana benar-benar senyap, menyisakan deru napas Mendung yang masih memburu.
Lima menit berlalu, orang tua Riky tetap menatap heran kedatangan Mendung. Salam Mendung tetap tidak keduanya jawab, meski Mendung sudah mengulangnya. Mendung sampai malu sendiri dibuatnya. Selain itu, Mendung juga jadi berpikir, bahwa kehadirannya di sana memang tidak diharapkan. Tatapan yang sulit diartikan, terus Mendung dapatkan dari calon besannya.
Mendung tetap dibiarkan berdiri di teras. Padahal, kedua kaki Mendung yang tak memakai alas, sudah berdiri cukup lama di sana.
“Boleh saya ... bertemu nak Riky?” santun Mendung sengaja memulai. Apalagi walau sudah lima belas menit lebih ia berdiri di sana, selain salam saja tak dibalas, ia juga sama sekali tidak disapa.
“Kenapa firasatku jadi tidak enak begini. Sampai sekarang saja, aku tetap dibiarkan di luar. Dan,” batin Mendung kembali diam. Ia masih menunggu tanggapan kedua calon besannya. Namun, keduanya yang hanya berjarak tak kurang dari setengah meter itu malah menunduk dalam.
“Saya harus segera bertemu nak Riky karena Pelangi dibawa polisi,” sergah Mendung yang sudah tidak tahan. Kesal rasanya lantaran ia hanya didiamkan.
Kedua orang tua Riky makin gelisah tak lama setelah Mendung menyampaikan kabar terbaru Pelangi yang dibawa polisi. Keduanya bertatapan, kemudian menggeleng disusul menghela napas kasar.
“Begini ya ibu Mendung. Mohon maaf banget. Saya akan menjelaskannya secara singkat tapi jelas!” tegas pak Hasyim selaku bapaknya Riky. “Sebenarnya dari dua hari yang lalu, kami dan keluarga besar sepakat untuk membatalkan rencana pernikahan Riky dan Pelangi.”
Bak disambar petir di siang bolong, Mendung merasakan itu. Jantungnya seolah rontok hanya karena apa yang baru saja ia dengar dari pak Hasyim. Dada Mendung bergemuruh seiring oksigen dalam tubuhnya yang seolah makin menipis. Mendung jadi kesulitan bernapas karenanya. Padahal, Mendung tidak jatuh atau setidaknya berada di tempat yang membuat dadanya terhimpit.
“Sebenarnya Riky juga sudah mengabarkan ini kepada Pelangi, tetapi Pelangi terus menolak. Dan sepertinya, dari tanggapan Ibu Mendung yang terlihat sangat syok. Sepertinya Pelangi juga belum sampai cerita,” ucap ibu Iroh selaku wanita yang menikahi Riky.
“Jika ibu Mendung bertanya apa alasannya. Jawabannya tentu hubungan Ibu Mendung dan ayah Pelangi. Kabar hubungan kalian dan juga hubungan ayah Pelangi dengan Yanti. Satu kecamatan kita, tidak ada yang tidak tahu, Bu! Kami benar-benar malu karena itu!” tegas pak Hasyim.
Detik itu juga Mendung teringat sumpah serapah Yanti, yang berdalih akan membuat Pelangi menjadi perawan tua. Sumpah serapah yang terus terngiang, dan makin lama makin terdengar mengerikan di benaknya.
“Kalian tega sekali ke Pelangi ... kalau begitu ... kalian juga harus mendapatkan balasan setimpal!” batin Mendung seiring kedua tangannya yang mengepal sangat kencang di sisi tubuh. “Terima kasih banyak karena telah melepaskan Pelangi. Pria tak punya pendirian seperti Riky memang tidak pantas mendapatkan wanita tangguh seperti Pelangi. Bisa jadi, ... Riky juga akan sama saja seperti ayahnya Pelangi yang tidak berguna!” tegas Mendung tenang, tapi menusuk. Butiran bening jatuh membasahi pipinya yang kusam dan dihiasi keriput jejak usianya yang tak lagi muda.
Pak Hasyim dan ibu Iroh tentu tidak terima. Namun, keduanya juga tak mungkin meladeni kemarahan Mendung. Terlebih pada kenyataannya, apa yang Mendung katakan, tak sepenuhnya salah atau malah fitnah.