NovelToon NovelToon
PLAY ON

PLAY ON

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Enemy to Lovers
Popularitas:37.4k
Nilai: 5
Nama Author: Tris rahmawati

Auriga tidak menyadari dia sedang terjebak dalam sebuah masalah yang akan berbuntut panjang bersama Abel, gadis 18 tahun, putri temannya yang baru saja lulus SMA.

Obsesi Abel kepada Auriga yang telah terpendam selama beberapa tahun membuat gadis itu nekat menyamar menjadi seorang wanita pemandu lagu di sebuah tempat hiburan malam. Tempat itu disewa oleh Mahendra, ayah Abel, untuk menyambut tamu-tamunya.
“Bel, kalau bokap lo tahu, gue bisa mati!” Kata Ode asisten sang ayah tengah berbisik.
“Ssst...tenang! Semuanya aman terkendali!” Abel berkata penuh percaya diri.
“Tenang-tenang gimana? Ini tempat bukan buat bocah ingusan kayak elo!”
“Dua hari lagi aku 18 tahun! Oh my God, gatel ya,Mahen!Lo ya, ganjen banget! Katanya nggak mau nikah lagi tapi ani-aninya seabrek!" Umpat Abel pada sang papa.

***
Di satu sisi lain sebuah kebahagiaan untuk Auriga saat mengetahui hubungan rumah tangga mantannya tidak baik-baik saja dan tidak bahagia dia pun kembali terhubung dengannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tris rahmawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4 LANJUTKAN!

Ode yang dari tadi terus mengawasi Abel dari kejauhan langsung melangkah masuk ke area bar dengan wajah cemas. Jantungnya berdebar kencang, bercampur aduk antara panik dan juga kesal. “Astaga, bocah ini kenapa malah bikin drama kayak gini?” pikirnya.

Namun, saat matanya menangkap pemandangan Auriga yang sedang membantu mengangkat tubuh Abel yang tak sadarkan diri, Ode terdiam

Awalnya, dia berniat menghentikan semua kekacauan ini sebelum semakin parah. Tapi melihat Auriga yang kini tampak benar-benar terlibat, Ode ragu. Apakah ini sebenarnya adalah peluang yang selama ini diharapkan Abel? Apakah dia juga harus melanjutkan drama ini untuk membantu gadis itu?

 

Auriga berbicara dengan tegas kepada pihak hotel, “Bawa ke rumah sakit, dia membutuhkan pertolongan segera. Pastikan kalian bertanggung jawab atas kelalaian yang terjadi.” Suaranya datar, namun sarat dengan otoritas yang tak bisa dibantah.

 

Ode melangkah mendekat, mencoba menguasai situasi. Dengan pandangan nanar, dia menatap Abel yang masih terkulai lemah di lengan Auriga. Jujur saja, Ode ingin segera menyentuh gadis itu, menepuk pipinya, dan membangunkannya dengan sedikit teriakan. Namun, dia tahu itu tidak perlu. Keadaan ini betapapun dramatisnya bisa menjadi peluang yang baik untuk Abel.

 

Langkah Abel mendekati pura-pura memeriksa keadaan,“Maaf, tapi sepertinya wanita ini bukan bagian dari kami,” ujar Ode dengan nada terlatih yang penuh kontrol. “Saya tidak mengenal dia. Sepertinya dia hanya pengunjung lain yang tidak sengaja berada di sini. Saya kenal semua orang yang saya pekerjakan, dia tidak ada dalam daftar management model yang saya pilih.”

 

Kalimat itu meluncur dari mulut Ode dengan lancar, meski hatinya penuh keraguan.

Auriga menatap Ode sejenak, lalu mengalihkan pandangannya ke Abel menghela napas pelan.“Sebaiknya dia tetap diberikan pertolongan dulu,” kata Auriga dengan nada dingin. “Bagaimanapun juga, apapun yang terjadi ini adalah tanggung jawab pihak hotel.”

 

Ode mengangguk cepat. “Ya, baiklah. Saya rasa urusan saya di sini sudah selesai. Saya serahkan masalah ini kepada pihak hotel.”

 

 Ode merasakan dadanya sesak. Ingin sekali dia menarik Abel pergi dari situasi ini, mengakhiri semua drama ini. Tapi di sisi lain, dia tahu ini adalah peluang. Jika tidak ada yang mengenali Abel, otomatis Auriga, pria terakhir yang terlihat bersamanya, akan menjadi saksi utama dalam kejadian ini.

 

Dengan gemetar, Ode tetap berdiri di sana, memperhatikan ketika petugas membawa Abel keluar dari ruangan. “Semoga ini berjalan sesuai rencana dia,” gumam Ode dalam hati, meski tak bisa menutupi rasa cemas yang terus menghantuinya.

 

Di tengah malam setelah kegaduhan itu, Auriga Sean Anderson duduk area  rooftop bar itu. Wajahnya yang biasanya tenang kini menunjukkan jejak kelelahan dan frustrasi. Pihak manajemen hotel, bersama beberapa staf keamanan mendatanginya, meminta keterangannya terkait insiden yang melibatkan seorang wanita tak dikenal yang kini terbaring di rumah sakit.

 

“Pak Riga, kami mohon kerja samanya,” kata salah satu manajer hotel dengan nada sopan tapi tegas. “Wanita yang tadi dalam insiden di bar hingga sekarang kami tidak dapat menemukan identitasnya. Ponselnya mati, dan dia tidak membawa kartu pengenal apa pun.”

 

Auriga menghela napas panjang, lalu mengusap pelipisnya. “Saya tidak kenal wanita itu,” jawabnya tegas, “Dia mendekati saya di bar, entah dari mana dia datang. Saya bahkan tidak tahu namanya.”

 

Namun, penjelasan itu tampaknya tidak cukup memuaskan. Salah satu staf keamanan menambahkan, “Yang menjadi masalah adalah bagaimana dia bisa masuk ke lantai itu. Lantai tersebut sudah dipesan eksklusif oleh Pak Mahendra, dan aksesnya dijaga sangat ketat. CCTV menunjukkan bahwa wanita itu memang masuk bersama beberapa tamu lain, tapi dia terlihat berjalan sendiri, tanpa undangan.”

 

Manajer hotel melanjutkan, “Kami juga melihat di rekaman CCTV, wanita itu tidak berinteraksi dengan tamu lain. Sebaliknya, dia langsung mendekati Anda, Pak Riga, ketika Anda tiba di lounge. Ini membuat kami sulit untuk tidak mengaitkan keberadaannya dengan Anda.”

 

Auriga merasakan desakan di dadanya. Situasi ini mulai membuatnya gerah. “Seperti yang saya katakan, saya tidak mengenalnya, lalu apa ini tuduhannya kedatangan dia di sana karena saya.” ucapnya, kali ini dengan nada lebih tajam. “Jika dia berhasil masuk ke lantai ini, itu artinya ada celah dalam sistem keamanan kalian, bukan karena saya membawanya.”

 

Staf keamanan saling bertukar pandang, sementara manajer mencoba meredakan ketegangan. “Kami memahami kekesalan Anda, Pak. Namun, dengan situasi ini, kami hanya berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Wanita itu terakhir terlihat bersama Anda, jadi kami butuh penjelasan lebih lanjut untuk menghindari kesalahpahaman.”

 

Auriga mendengus pelan, menahan dirinya untuk tidak meluapkan amarah. “Saya bilang saya tidak tahu apapun. Saya tidak tahu bagaimana dia bisa masuk atau apa tujuannya berada di sana. Saya pertegas, saya tidak ada hubungan dengannya.”

 

Mereka semua terdiam sejenak, sementara salah satu staf keamanan memperlihatkan rekaman CCTV di sebuah tablet. Dalam video itu, terlihat jelas wanita tersebut masuk ke lounge dengan langkah percaya diri, meskipun sendirian. Saat berada di dalam, dia mengabaikan tamu-tamu lain yang mencoba menyapanya, dan langsung berjalan menuju Auriga yang baru saja tiba. Adegan itu memperlihatkan Abel yang berusaha berbicara dengan Auriga, sementara pria itu hanya menanggapi dengan ekspresi dingin.

 

“Lihat? Dia yang menghampiri saya,” kata Auriga sambil menunjuk layar, frustrasi mulai terlihat di wajahnya. “Saya bahkan tidak tahu dari mana dia muncul. Kalau dia masuk ke lantai ini, itu sepenuhnya tanggung jawab kalian, bukan saya.”

 

Pihak hotel hanya bisa mengangguk kecil, mencoba mencerna situasi yang semakin rumit. Sementara itu, Auriga memijat pelipisnya, merasa waktu yang terbuang di sini benar-benar melelahkan. Dalam pikirannya, ini adalah malam yang seharusnya dia lewati dengan ketenangan dan rutinitas membosankan. Namun ini malah lebih parah dia terjebak dalam drama yang sama sekali tidak dia harapkan.

 

Saat mereka melanjutkan diskusi tentang bagaimana wanita itu bisa masuk, pikiran Auriga melayang sejenak. Siapa sebenarnya wanita itu?

 

Namun, bagi Auriga, satu hal jelas dia tidak ingin terlibat lebih jauh. “Kalau tidak ada yang lain, saya akan pulang,” katanya dingin, menutup diskusi dengan tegas lalu pergi berjalan masuk ke dalam bar.

 

***

Di ruang IGD sebuah rumah sakit, Ode melangkah masuk dengan langkah ragu datang kesana sebagai bentuk simpatik atas apa yang terjadi di acara hiburan bosnya. Wajahnya tampak penuh simpati, akting yang begitu meyakinkan hingga membuat para staf medis tidak curiga. Dia mendekati ranjang Abel yang terbaring dengan perban di kepala, tubuhnya tampak lemah tapi wajahnya masih menunjukkan sedikit rona kehidupan.

 

“Bel, Abela Anais! Bangun! Gue tahu lo nggak mungkin mati dengan cara kayak gini,” bisik Ode sambil menggoyangkan bahu Abel dengan lembut, ekspresi wajahnya setengah cemas, setengah kesal.

 

Abel tidak bangun namun saat Ode meniup wajahnya Abel langsung di buat sesak dan membuka matanya perlahan, tatapannya masih kabur. “Ode? Ode, Cong gue mati? Ode, aku nggak mati, kan?” suaranya lirih, penuh kebingungan.

 

“Ssst!” Ode langsung memasang wajah serius, jarinya menempel di bibir. “Diam! Jangan panggil nama gue keras-keras! Gue ke sini cuma sebagai pihak acara yang prihatin, ngerti? Gue nggak bertanggung jawab atas lo, itu urusan pihak hotel. Lo apes banget sih, untung aja nggak mati beneran.”

 

Abel mencoba mengangkat kepalanya, tapi langsung meringis kesakitan. “Ini... ini bukan rencana lo? Jangan bilang lo sengaja bikin gue hampir mati.”

 

Ode mendengus sambil memutar bola matanya. “Rencana apaan, Bel? Bunuh lo? Gue ini personal Asisten bokap lo, bukan pembunuh bayaran. Udah, diem! Kepala lo gimana? Masih inget gue siapa, kan? Nggak amnesia, kan?”

 

Abel menatap Ode dengan ekspresi skeptis, tapi jelas lelah. “Ya gue inget lo lah. Tapi ini semua gimana? Gue sukses bikin Auriga peduli nggak?”

 

Ode melipat tangan di dada, menatap Abel dengan pandangan setengah menilai. “Oke, dengerin gue baik-baik. Lo aman sekarang. Tapi kita harus bikin situasi ini lebih mulus. Kalau nanti ada yang nanya, lo jawab aja lo nggak inget apa-apa. Pura-pura linglung. Kepala lo kebentur, jadi masuk akal, kan?”

 

Abel mengerutkan dahi, tampak tidak yakin. “Pura-pura amnesia? Ode, serius deh, itu sinetron banget. Gimana kalau dokter periksa gue dan ketauan gue cuma akting?”

 

“Ya udah, nggak usah amnesia total. Lo cukup bilang lo lupa kejadian tadi. Linglung, bingung, apa kek. Pokoknya bikin mereka percaya kalau lo masih shock. Itu nggak mustahil, kepala lo beneran kebentur, kan?” Ode menatap Abel dengan pandangan mendesak.

 

Abel menutup mata, mendesah panjang. “Lo yakin? Tapi kayaknya gue nggak punya pilihan lain, ya?”

 

“Ya itu paling pas,” jawab Ode cepat sambil mengangguk puas. “Sekarang, lo tidur lagi. Kalau ada yang nanya, lo tahu harus bilang apa, kan? Dan inget, jangan sebut nama gue. Kita harus bikin Auriga tetap terlibat, biar dia nggak lepas tangan dari ini.”

 

Abel membuka mata separuh, menatap Ode dengan pandangan campuran antara frustrasi dan pasrah. “Kalau ini berantakan?”

 

Ode hanya tersenyum kecil, menepuk bahu Abel pelan. “Santai aja, Bel. Gue nggak pernah salah langkah. Lagian usaha lo itu udah separoh jalan, lihat effort banget sampai terluka gini, sekarang, tidur lagi. Gue pantau dari jauh.”

 

Abel akhirnya menutup matanya lagi, mencoba mengumpulkan energi. Sementara itu, Ode berbalik dan berjalan keluar ruangan, wajahnya berubah serius begitu pintu tertutup di belakangnya. Dalam hati, dia hanya bisa berdoa. “Semoga ini nggak kacau balau. Semoga Auriga beneran kejebak sama rencana gila lo, Bel.”

***

Saat Auriga Sean Anderson melangkah keluar dari bar hendak kembali pulang, pikirannya dipenuhi rasa lelah dan kesal. Namun, sebelum ia berhasil mencapai pintu keluar, langkahnya terhenti ketika seorang manajer lounge mendekat dengan wajah penuh rasa cemas.

 

"Pak Riga, kami mohon maaf, tapi kami memerlukan kehadiran Anda di rumah sakit," ucap manajer itu dengan nada hati-hati, meskipun ada jejak tuduhan tersirat dalam tatapannya.

 

Auriga mengerutkan kening, merasa semakin frustrasi. "Apa lagi ini saya sudah katakan saya tidak kenal dia. Kenapa saya harus ke sana? Saya tidak tahu apa-apa tentang wanita itu titik!," jawabnya  dengan nada suaranya mulai terdengar tajam.

 

Manajer itu menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "Wanita itu sudah sadar, dan dia terus memanggil seseorang... Dia menyebutkan 'Mas kamu di mana'. Tatapan dan perilakunya seolah mengarah ke Anda, Pak. Kami tidak ingin ada kesalahpahaman lebih lanjut, jadi kami memohon agar Anda bersedia datang untuk membantu menjelaskan situasi."

 

Auriga menatap manajer itu dengan dingin, berusaha menahan dorongan untuk melontarkan komentar pedas. "Mas? Serius? Saya bahkan tidak mengenalnya. Apa yang membuat kalian berpikir ini ada hubungannya dengan saya?Astaga ayolah!"

 

Manajer itu hanya bisa menunduk sedikit, seolah menghindari pandangan tajam Auriga. "Kami hanya mencoba menyelesaikan masalah ini dengan cara terbaik, Pak. Kehadiran Anda mungkin bisa membantu memperjelas situasi."

 

Auriga menghela napas panjang, rasa kesalnya semakin memuncak. Dia tidak bisa mengabaikan permintaan itu, meskipun di dalam hatinya dia ingin sekali menolak dan meninggalkan semua ini. "Baiklah," katanya akhirnya, meskipun suaranya terdengar enggan. "Tapi saya tidak akan tinggal lama. Ini bukan urusan saya."

 

Dengan berat hati, Auriga mengikuti manajer tersebut ke rumah sakit, merasa semakin terjebak dalam drama yang tidak pernah ia harapkan.

***

Sementara itu, di tempat lain, Mahendra tengah duduk di salah satu sofa di ruang privat hotel. Matanya memandangi segelas wine di tangannya, ekspresinya tenang namun penuh keseriusan. Di hadapannya, Ode berdiri dengan sikap penuh percaya diri, mencoba mengalihkan perhatian bosnya dari kekacauan yang terjadi di acara tadi yang dia dengar dari tamu-tamunya.

 

“Pak Mahen, tenang aja. Saya sudah mengurus semuanya,” kata Ode sambil menyunggingkan senyum kecil. “Keadaan di lounge sudah terkendali. Kalau ada masalah, biar saya yang tangani. Anda tidak perlu khawatir.”

 

Mahendra mengangkat alis, sedikit curiga. “Apa sebenarnya yang terjadi, Ode? Bagaimana orang lain bisa masuk?”

 

“Ah, hanya masalah kecil, Pak, Dia mungkin nyasar atau bagian hotel juga.” jawab Ode dengan nada santai. “Pihak hotel sudah mengambil tindakan yang diperlukan. Tidak ada yang perlu Anda cemaskan.”

 

Mahendra menatap Ode dengan serius, “Hemm baguslah....”

“Pak, ini malam untuk menikmati waktu bersama kolega Anda. Saya sudah pastikan semuanya terkendali. Kalau ada yang perlu diurus, saya akan melaporkan langsung pada Anda.”

Mahendra akhirnya mengangguk kecil. “Baiklah. Pastikan semuanya selesai tanpa ada keributan lebih lanjut. Saya tidak ingin ada hal-hal yang mencoreng nama saya.”

 

“Tidak perlu khawatir, Pak. Saya akan pastikan semuanya beres,” Ode menjawab dengan penuh percaya diri.

 

Dalam hati Ode, “Anak Lo, Mahen! Anak lo tadi yang buat kegaduhan! Dia bukan cuma lagi coreng nama baik aja. Tapi juga lagi gambar monyet di wajah bapaknya.”

1
May Mawar Puspita
Lumayan
Juwita Maimunah
om Riga makin penasaran ya om
Abel yg gugup takutbpenyamarannya ketahuan sama Riga kok aku yg deg degan jantung berdebar ya🤭
KK trimkasih upnya di tunggu kelanjutanya🙏
Reni Otta
buat ce Auriga kelepek" bel....😂
Nastiti Titi
waduh tmbh penasaran aja ,terbongkar blm ya nanti rahasia Ara,wkt dia pura2 hilang ingatan n sebetulnya dia anak P Mahen?
SasSya
Auri jadi su'udzon kaaannn
takut ada sesuatu
padahal ini masalah hati yg buat Abel berbuat konyol pura2 Amnesia 🙆🏻‍♀️
SasSya
mau di apakan?
haduh bahaya berlll
tintiin21
sungguh complicated... 🤔🤔🤔 waspada Abel, mas Riga udh mulai makin penasaran akut... 😶‍🌫️😶‍🌫️😶‍🌫️
Novia Isk
jantung aku tiba "lari maraton baca chapter ini kak triss,huhuhuuuu
Abi 123
wah.... jadi semangat menanti upnya om ganteng
Ana Welix
awas falling in love lho om Riga....😀😀
🥵🥵🥵
karena kebetulan dan keberuntungan ga dan tujuan utama nya karena dia mencintai mu
🥵🥵🥵
kamu ingin memastikan itu Abel dan sana sama karena apaa loh ga
🥵🥵🥵
iya tau Riga itu memang ana yg kamu cari ehh bukannya kamu ingin ana segera pergi dari kamu tapi sekarang justru kamu yang teringat terus tentang nya
Imas Kartini
nunggu waktu sampe auriga tau Abel adalah ana dan motif sebenarnya Abel mencintai kamu auriga
Herlinawati Ana
mau diapain Kapasnya Om wkwkwk
Herlinawati Ana
kekuatan besar didalamnya adalah Cinta....
Herlinawati Ana
nungguin bom waktu aja kpan semua trungkap dan.... semua kebingungan,kerunyaman, kerumitan hanya ada 1 Alasan dari semua itu karena rasa CINTA Abel yg amat sangat besar utkmu Auriga 😍
Laily
duhh.. akankah auriga membenci arabellah, setelh terungkap semua

next akak tris 🙏
💪💪
Yeni ning
Auriga curiganya kemana”…
Padahal masalah sepele “Cintq…
Huhuhu jadi ga sabar up kak 🥰🥰
Mom Dee 🥰 IG : damayanti6902
simple sih om Au alasan Arabella begitu, karna dia suka sama dirimu 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!