NovelToon NovelToon
Pewaris Terhebat

Pewaris Terhebat

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Balas Dendam / Menantu Pria/matrilokal / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: BRAXX

Datang sebagai menantu tanpa kekayaan dan kedudukan, Xander hanya dianggap sampah di keluarga istrinya. Hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan senantiasa ia dapatkan sepanjang waktu. Selama tiga tahun lamanya ia bertahan di tengah status menantu tidak berguna yang diberikan padanya. Semua itu dilakukan karena Xander sangat mencintai istrinya, Evelyn. Namun, saat Evelyn meminta mengakhiri hubungan pernikahan mereka, ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap tinggal di keluarga Voss. Sebagai seorang pria yang tidak kaya dan juga tidak berkuasa dia terpaksa menuruti perkataan istrinya itu.

Xander dipandang rendah oleh semua orang... Siapa sangka, dia sebenarnya adalah miliarder terselubung...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 Gagal

"Aku ditugaskan untuk mengantarkanmu pulang ke Skyline, Evelyn," ujar Xander dengan senyum tipis, memberi tanda pada Govin dengan gerakan tangan.

Govin dan beberapa pengawal segera berjalan menuju jet pribadi yang sudah menunggu, mempersiapkan segala sesuatunya.

"Mengantarku pulang?" Evelyn memastikan, kedua tangannya meremas erat tali tasnya. "Grace dan beberapa pegawainya tiba-tiba memintaku untuk segera pergi dari gedung ini dan mengatakan akan mengantarku pulang karena ada hal mendesak. Tapi aku sudah berjanji untuk pulang bersama Tuan Mason. Dia sedang dalam urusan penting bersama direktur utama. Akan sangat buruk jika aku meninggalkannya lebih dulu. Hal ini bisa memengaruhi hubungan kedua keluarga."

Saat selesai berbicara, ponselnya berbunyi, menampilkan pesan dari Mason. Isinya menyatakan bahwa ia akan berada di gedung untuk waktu yang cukup lama dan mempersilakan Evelyn pulang lebih dulu dengan menggunakan mobil dan sopirnya. Evelyn mendesah kecil, lalu menatap Xander dengan ragu.

"Xander, tolong katakan pada mereka untuk membatalkan rencana ini. Aku akan pulang menggunakan mobil Tuan Mason. Lagipula, aku tidak mengenal orang-orang itu. Grace sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. Dia hanya mengatakan bahwa ia diminta melaksanakan tugas oleh pemilik Phoenix Vanguard."

Xander menatap Evelyn dengan tenang, suaranya lembut. "Tenanglah, Evelyn. Jika kau tidak bisa percaya pada mereka, percayalah padaku. Aku masih memegang teguh janjiku pada kakekmu."

Evelyn menunduk, perasaan hangat perlahan merayapi hatinya. Selama ini, ia tahu Xander selalu baik padanya meski dirinya sering kali bersikap dingin. Kata-kata Xander, meski sederhana, berhasil meredakan kekhawatirannya.

"Evelyn," lanjut Xander, mendekatkan dirinya. Ia menyelipkan anak rambut Evelyn yang tertiup angin ke belakang telinganya. "Aku akan melindungimu. Mason juga mengerti situasimu. Dia sibuk dengan pekerjaannya di sini, dan aku yakin dia pun akan setuju kau pulang lebih awal."

Evelyn menyentuh dadanya perlahan, merasakan detak jantungnya yang tak terkontrol. Wajahnya memerah, dan ia mencoba menghindari tatapan Xander yang terasa begitu dalam. "Baiklah," gumamnya nyaris tak terdengar.

"Ikutlah denganku," ajak Xander lembut, berusaha meraih tangan Evelyn namun membiarkannya begitu saja saat melihat keraguannya. Xander tersenyum kecil, memilih tidak memaksa.

Mereka akhirnya memasuki jet pribadi bersama. Evelyn tak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat interior yang begitu mewah.

"Xander, ini..." Evelyn terdiam, matanya berbinar. "... benar-benar luar biasa."

Xander tertawa kecil, mendekat ke arah kursi. "Duduklah di sini. Kita akan segera berangkat."

Evelyn duduk di kursi yang ditunjukkan Xander. Kursinya begitu empuk dan nyaman, membuatnya merasa seperti sedang di dunia lain. "Ini pertama kalinya aku naik jet pribadi," ucapnya pelan, masih tak percaya.

Xander duduk di kursi yang berada di samping jendela bagian lain, tersenyum saat melihat Evelyn masih terhanyut di dalam Kekaguman. Jaraknya dengan Evelyn hanya dipisahkan dengan jalan untuk lewat. Govin dan pengawal lainnya berada di ruangan depan, mempersiapkan keberangkatan.

Namun, pikirannya segera tenggelam dalam lamunan. Andai saja Evelyn mau bersamaku lagi, pikirnya. Bukan hanya jet pribadi, seluruh harta dan kedudukan yang kumiliki akan kuberikan padanya tanpa ragu.

Akan tetapi, Xander sadar jika perasaan cinta tidak akan bisa dipaksakan. Ia ingin Evelyn mencintainya bukan karena harta dan kedudukan, tetapi karena rasa yang datang dari kenyamanan dan ketulusan untuk melewati kehidupan bersama

"Aku ingin Evelyn mencintaiku bukan karena apa yang aku miliki," gumamnya perlahan, matanya memandangi Evelyn dengan penuh harapan. "Aku pasti akan membuatnya jatuh cinta padaku."

Di tempat lain dalam gedung yang sama, Dalton dan Ruby memasuki ruangan Sophia dengan langkah tergesa-gesa. Wajah Ruby memancarkan aura kekesalannya.

"Sophia, katakan padaku siapa wanita bernama Evelyn itu sebenarnya?" tanya Ruby dengan nada penuh keangkuhan.

Sophia, yang sedang duduk di balik mejanya, segera bangkit. Dengan gerakan tenang, ia menyelipkan ponsel ke dalam saku blazernya. Pesan dari Govin beberapa saat lalu telah memperingatkannya tentang kemungkinan konflik ini.

Dalton, tanpa basa-basi, melemparkan tubuhnya ke sofa, duduk dengan santai. Matanya menyapu ruangan sebelum akhirnya beralih ke Sophia. Sebenarnya ia tidak terlalu peduli dengan masalah kedatangan wanita bernama Evelyn di gedung ini. Tetapi kehadirannya di gedung ini cukup mengganggu Ruby.

"Nona Evelyn adalah cucu dari salah satu teman Tuan Samuel dan Tuan Sebastian," jelas Sophia dengan nada netral. "Orang itu pernah sangat berjasa dalam hidup mereka beberapa tahun lalu. Tuan Sebastian memerintahkanku untuk menyambut Nona Evelyn dengan hangat."

Ruby memutar bola matanya dengan dramatis, menatap Sophia dengan ekspresi sinis. "Salah satu teman paman-pamanku? Apa kau yakin, Sophia? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa dirinya berasal dari kalangan keluarga terpandang. Evelyn hanya berasal dari keluarga Voss, keluarga kelas bawah jika dibandingkan dengan keluarga Ashcroft."

Ruby mengerutkan dahi, seolah memikirkan sesuatu, lalu mendecak. "Seharusnya aku tahu kalau paman bodohku selalu berteman dengan orang-orang yang sama menjijikkannya dengan dirinya."

Ia menjatuhkan tubuhnya di sofa di samping Dalton, menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Kenapa aku dan Dalton sama sekali tidak diberitahu mengenai kedatangannya, Sophia? Evelyn menjadi tamu kehormatan? Ini benar-benar lelucon."

Sophia tetap tenang meski menghadapi penghinaan Ruby. "Nona Ruby, kedatangan Nona Evelyn tidak ada kaitannya dengan kegiatan bisnis. Kunjungannya bersifat pribadi. Oleh karena itu, aku tidak memiliki kewajiban untuk memberi tahu Anda atau Tuan Dalton."

Ruby mendengus jengkel, berdiri dari sofa. "Benar-benar memuakkan! Apa ini hanya akal-akalan pamanku, Sophia? Mungkin saja Evelyn adalah wanita simpanannya."

Sophia menghela napas kecil, menjaga nada bicaranya tetap sopan. "Aku tidak memiliki informasi apa pun mengenai hal itu, Nona. Bahkan, aku belum bertemu langsung dengan Nona Evelyn. Tuan Sebastian hanya meminta saya memastikan segala sesuatu yang diperlukan untuk kenyamanannya selama berada di sini."

Ruby berjalan ke pintu dengan langkah penuh kemarahan. "Benar-benar menjengkelkan," gumamnya sambil menggigit bibir. Pikirannya kembali pada Evelyn dan betapa menjengkelkannya kehadiran wanita itu. Tamu kehormatan? Yang benar saja.

Ruby berhenti sejenak di ambang pintu, memalingkan wajahnya sedikit ke belakang. Dengan suara yang rendah namun sarat ancaman, ia berkata pada dirinya sendiri, "Aku pasti akan membalasmu, Evelyn. Tidak ada yang boleh meremehkanku, apalagi wanita kelas rendahan seperti dirimu."

Dalton menghela napas panjang, matanya menyapu wajah Sophia yang berdiri tegak di hadapannya. Sejujurnya, Sophia adalah wanita cantik dengan pesona yang tidak kalah dari Evelyn. Tetapi, keinginannya saat ini hanya tertuju pada Evelyn.

"Sophia," Dalton mendekat. "Aku ingin Evelyn malam ini di ranjangku. Bawahanmu, Grace, benar-benar menjijikkan. Dia membuatku menunggu terlalu lama."

Sophia menjaga ekspresinya tetap tenang meski merasa terganggu. "Maaf, Tuan Dalton, tapi itu tidak mungkin. Tuan Sebastian sudah memberikan perintah yang jelas."

"Tidak ada gunanya kau takut pada pamanku yang menjijikkan itu, Sophia," Dalton berkata dengan nada mengejek, langkahnya mendekati Sophia hingga jarak di antara mereka semakin dekat. "Dalam waktu dekat, dia akan ditendang dari keluarga Ashcroft. Semua yang ada dalam kendalinya—kekayaan, perusahaan, bahkan Phoenix Vanguard—akan jatuh ke tangan ayahku. Kau tahu itu, bukan?"

Sophia menunduk singkat, menghindari tatapan Dalton yang semakin mengintimidasi. Namun, ia segera mengangkat dagunya kembali, mencoba menunjukkan keberanian. "Maafkan aku, Tuan Dalton, tetapi aku tidak bisa memenuhi permintaan Anda. Nona Evelyn sudah meninggalkan gedung ini. Tuan Sebastian mengatur kepulangannya melalui pengawalnya."

Dalton menatap Sophia tajam. "Pergi? Apa maksudmu?"

Sebelum Sophia sempat menjawab, pintu ruangan terbuka lebar, disertai suara Ruby yang terdengar jengkel. "Dalton, apa yang kau lakukan di sini? Ayo pergi! Kita masih punya pekerjaan lain!"

Dalton mendecak kesal, membuang pandangan terakhir pada Sophia sebelum melangkah keluar. Ruby menatapnya dengan sorot tidak sabar, berjalan bersamanya ke arah elevator.

Selama beberapa menit di dalam elevator, keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Kekesalan memenuhi udara, dan suasana tetap tegang hingga mereka masuk ke dalam mobil.

"Paman yang menjijikkan itu sudah membawa Evelyn pergi," gumam Dalton dengan nada marah, tangannya memukul kaca jendela mobil hingga bergetar.

"Pergi? Baguslah," Ruby tertawa sinis. "Wanita itu tidak pantas berada di Phoenix Vanguard. Dia hanya akan mengotori tempat ini. Tapi aku suka saat dia menatapku dengan angkuh. Itu membuatku semakin ingin menghancurkannya."

Dalton melirik Ruby sekilas sebelum menyandarkan punggungnya ke kursi, matanya menatap kosong ke depan.

Ruby, yang tiba-tiba merenung, menyadari sesuatu. "Dalton, apa kau memikirkan sesuatu yang sama denganku?"

Dalton tidak menjawab, tetapi pikirannya jelas terpaku pada Evelyn. Hasratnya semakin memuncak, membuat emosinya semakin sulit dikendalikan.

Ruby akhirnya memecah keheningan dengan teori yang melintas di benaknya. "Mungkinkah paman kita sudah menikah lagi tanpa sepengetahuan keluarga?"

"Tidak mungkin!" Dalton kembali memukul kaca jendela, suara benturannya memenuhi kabin mobil.

Ruby mengambil ponselnya, menerima panggilan dari salah satu orang kepercayaannya. Wajahnya yang semula penuh semangat tiba-tiba berubah kesal. "Bawahan kita kehilangan jejak pria bernama Xander itu."

Dalton mengepalkan tangannya erat. "Kalau begitu, kita tidak punya pilihan lain. Kita akan langsung mendatangi kediaman paman yang menjijikkan itu sekarang juga."

1
Was pray
keluarga voss keluarga yg terlalu menuhankan harta, sehingga rela menjadi anjing asal dpt harta
Was pray
cinta buta xander pd evelyn akan merendahkan martabat keluarga besarnya,bagaimana mau dpt cinta sejati dan tulus jika penampilan xander saja masih menunjukan dia anak orang kaya, dan sikap balas dendam dg cara menunjukan prestasi lebih elegan dan terhormat dimata org yg pernah merendahkannya,cari wanita yg lebih segalanya dari evelyn itu lebih bermartabat daripada balikan sama evelyn yg telah mencampakkanya
Was pray
xander terlalu ceroboh dlm bertindak, mau menyembunyikan identitas tapi ceroboh dlm bertindak
Was pray
xander terlalu PD, dua arti PD percaya diri dan pekok Dewe( bodoh sekali)
Anton Lutfiprayoga
up
Anton Lutfiprayoga
up...👌👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!