Suami Penutup Aib

Ardha kini tengah berada di sebuah ruangan yang cukup besar. Di dindingnya bersandar rak-rak besar berisi barisan buku-buku yang jumlahnya ratusan kalau tidak ribuan. Dulu sewaktu kecil, Ardha memang sering berkeliaran di dalam rumah Pak Abdi. Bukan dia tidak tahu sopan santun, tetapi karena Mawar lah yang mengajaknya. Dan keluarga Pak Abdi juga tidak keberatan, sehingga Ardha tahu persis seluk beluk rumah besar ini.

Tapi tetap saja ada beberapa ruangan yang memang tidak diijinkan untuk dimasuki, yaitu kamar tidur dan juga ruangan dimana sekarang Ardha sedang duduk menunggu sang pemilik rumah. Ruangan ini adalah ruang kerja pribadi Pak Abdi. Ada perasaan puas tersendiri dalam dirinya setelah lebih dari dua puluh tahun memendam rasa penasaran akan isi ruangan yang dari luar hanya terlihat berupa pintu ganda berhias ukiran kayu.

Dulu saat masih kecil dia benar-benar mengira ruangan ini semacam ruang rahasia dimana di dalamnya tersimpan barang-barang ajaib yang membuatnya bisa melakukan apapun atau menjadi apapun. Itu karena Mawar lah yang mengatakan begitu.

Tanpa sadar Ardha tersenyum sendiri mengingat dirinya yang selugu itu. Tapi rasanya pemikiran tersebut juga tidak sepenuhnya salah. Di dalam sini memang tidak ada barang ajaib seperti yang dia kira dulu, tapi ada barang berbeda yang dengannya siapapun bisa menjadi apa saja dan melakukan apa saja.

Buku.

Ya, buku adalah sumber ilmu yang jika menguasai isi di dalamnya akan menjadikan kita seseorang dengan kemampuan tertentu. Dan kesimpulan itu membuat Ardha lagi-lagi tanpa sadar mengangguk-angguk karena menganggap kalau saat kecil dirinya tidaklah terlalu bodoh. Atau lebih tepatnya Mawar tidak membodohinya.

Sepasang mata dengan dahi mengernyit menatap heran ke arah Ardha.

"Jadi kamu sudah paham maksudku Ardha?", ucap sosok pemilik sepasang mata itu yang menangkap anggukan kepala dari tamunya. Ardha tanpa sadar langsung berdiri dari duduknya karena kaget atas kemunculannya yang tiba-tiba. Tapi itu cuma menurut Ardha saja, karena sebenarnya sosok itu masuk ruangan dengan cara yang benar-benar normal. Ardha saja yang larut dalam pikirannya sendiri sampai-sampai tidak menyadarinya.

Ardha berdehem kikuk sambil tersenyum seraya menyalami dan mencium tangan sosok yang tak lain adalah Pak Abdi.

"Apa kabar pak?", tanya Ardha pendek sekedar basa basi menghilangkan rasa gugupnya.

"Alhamdulillah sehat, kamu sendiri?", balas Pak Abdi.

"Alhamdulillah saya juga sehat pak", jawab Ardha.

Cukup lama mereka berbincang akrab tentang banyak hal, karena pada dasarnya Pak Abdi adalah seseorang yang senang berdiskusi, bertukar pikiran ataupun sekedar mengobrol ringan tentang keseharian.

Perawakannya tinggi dengan rambut sedikit panjang yang senantiasa rapi. Garis wajahnya yang tegas akan mengelabui siapa saja yang pertama kali bertemu dengannya. Mereka akan menyangka Pak Abdi adalah figur yang selalu serius, tidak suka diajak bercanda, apalagi ditolak perintahnya.

Selang beberapa saat kemudian, Pak Abdi mulai memasang raut serius pertanda dia akan membicarakan suatu masalah penting. Apalagi kalau bukan rencananya untuk menikahkan Mawar dengan Ardha.

Setelah mendengar kata-kata Pak Abdi yang pada dasarnya sama dengan yang disampaikan ibunya lewat telepon kemarin, Ardha pun menceritakan situasi yang sedang dihadapinya, tentang Nadya yang membuatnya serba salah dalam membuat keputusan. Ardha juga menanyakan alasan Pak Abdi ingin menikahkan dirinya dengan mawar, karena rasanya tidak masuk di akal bila seorang pengusaha besar seperti Pak Abdi mau menikahkan anaknya dengan anak mantan juru masak di rumahnya.

Setelah merasa cukup bicara tanpa selaan sedikitpun dari Pak Abdi, Ardha kemudian diam menunggu tanggapan lawan bicaranya. Tetapi semenit, dua menit bahkan sampai lima menit berlalu, tanggapan tersebut tidak muncul. Pak Ardi hanya sesekali menghela nafas yang terdengar berat.

Setelah beberapa saat menunggu tanpa berani berkata-kata, akhirnya Ardha mendengar suara dari mulut lelaki tua itu.

"Mawar... hamil Dha", ucap lelaki tua itu lirih.

Raut wajah Ardha menegang seketika. Ototnya terasa kaku dan mulutnya tiba-tiba terasa kering.

Hamil...