NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 4

"Loh, Bibi mau ke mana?" tanyaku kepada bibi begitu sampai di halaman rumahnya dan mendapatinya sudah berada di bawah teras sambil menenteng totebag hitam.

"Eh, Cine. Baru sampai, ya. Bibi mau ke rumah teman Bibi. Kamu tunggu aja ya di rumah. Fara di dalam, lagi tidur. Kalau Fahim tadi ke luar sama temen-temennya." Bibi berkata dengan nada ramahnya.

Tiga ekor ayam jantan dan lima ekor ayam betina terlihat keliling ke sana ke mari di pelataran rumah bibi. Kotoran hewan tersebut banyak menghiasi tanah dan rerumputan. Oleh karena itu, bibi memasang pagar bambu yang mengitari teras agar ayam-ayamnya tidak membuat kotoran ke sana.

Bibi merupakan saudara satu-satunya bapak. Mereka hanya dua bersaudara. Suaminya bekerja sebagai TKI sejak tiga tahun lalu dan belum pernah pulang. Ia memiliki dua orang anak. Fahim dan Fara yang masing-masing berusia 7 dan 5 tahun.

Setiap pekan, hampir tak pernah kurang dari 3 kali aku berkunjung. Sudah seperti rumah keduaku. Sebab di sini lebih ramai. Juga penduduknya lebih banyak dibanding rumahku yang terletak di antara wilayah perkebunan. Sangat menyenangkan berada di rumah bibi. Sambil menjaga Fahim dan Fara.

"Aku mau ikut aja, Bi. Lagian, Fara masih tidur. Nanti aku kesepian kalau Bibi lama." Aku menawarkan diri.

Wanita berusia 30 tahun itu tersenyum. Seraya merapikan ujung kerudungnya.

"Ayo!"

Tak kusangka. Ternyata letak rumah teman bibi lumayan jauh. Bahkan lebih jauh dari jarak rumahku ke rumah bibi yang memakan waktu sekitar 15 menit dari berjalan kaki. Mungkin, sudah hampir 20 menit kami berjalan. Hingga pada akhirnya bibi berhenti di depan gerbang hitam yang di dalamnya terdapat sebuah rumah. Tak hanya sebuah rumah. Pandanganku langsung tercuri oleh bangunan yang lebih kecil di belakang rumah tersebut. Langsung terlihat begitu kami masih ke halaman.

"Yumi!" panggil bibi sambil mengetuk pintu.

Suara gagang pintu yang dibuka langsung terdengar. Cepat sekali. Sudah seperti seseorang yang memang sedang menunggu di depan pintu. Tampaklah sosok wanita sebaya bibi yang langsung mempersilakan kami masuk.

"Gadis menggemaskan ini siapa, Ilma?" Wanita itu bertanya sambil meraih pipiku, sekejap membuatku tersipu.

Namun, sebelum itu terjadi lebih lama. Muncul seseorang dari salah satu pintu ruangan yang ada di rumah ini. Aku ingat siapa dia. Sosok pria paruh baya yang waktu itu menghajar Yoru di malam hari karena mengira ia telah memaksaku untuk memberikannya buah delima. Apakah dia juga yang membuat Yoru babak belur sampai pincang?

Tentang Yoru lagi. Pada saat di pantai kemarin. Setelah memintanya untuk menjadi temanku. Ya, itu terucapkan begitu saja setelah aku mendengarkan ucapan yang sepertinya mengandung isi keluh kesah. Bukannya menjawab. Ia malah berlalu dengan berlari kencang. Entah karena takut dihajar orang jika ada yang melihat lagi, atau karena menolak untuk menjadi temanku.

"Ini keponakanku. Namanya, Shinea," ujar bibi. "Shinea! Sapa Bibi Yumi dulu!"

Mendengar panggilan bibi, aku langsung mengalihkan pandangan dari pria itu dan beralih ke arah teman bibi yang bernama Yumi itu.

Pria itu segera menghampiri kami dan bergabung di kursi kosong dekat bibi Yumi.

"Shinea. Nama yang bagus. Kamu umur berapa sekarang?" tanya bibi Yumi.

"14," jawabku singkat dengan senyuman se-ramah mungkin. Sekilas, aku melirik pria itu lagi.

"Eh, Kak Addin. Apa kabar?" bibi bertanya.

"Baik, alhamdulillah. Jarang sekali kamu ke sini. Mentang-mentang sudah berhasil jual tanah," ujar pria yang ternyata bernama Addin itu.

Sorot matanya seketika berhenti saat melihatku dengan lebih lekat. Seperti menyadari sesuatu. Kumis tebalnya terangkat. Jari telunjuknya melintir jenggot panjangnya yang sedikit memutih.

"Loh, kamu yang disakitin bocah kurang ajar itu, ya!" cetus pria itu kepadaku.

Sontak membuat bibi dan bibi Yumi menatapku serempak.

"Kamu diapain sama Yoru?" Bibi Yumi bertanya.

Baru saja disebut namanya. Entah bagaimana. Kepala lelaki itu malah tiba-tiba nongol dari jendela yang terletak di depanku. Ayolah, kebetulan apa lagi ini. Berapa sebenarnya jumlah makhluk nakal itu? Kemarin di pantai. Sekarang di rumah teman bibi. Apa mungkin ia menguntit? Ah, sembarangan!

Tanpa sadar, munculnya kepala Yoru yang melintas di luar jendela membuatku mematung sesaat. Mereka bertiga menyadari itu dan turut melihat ke arah mataku mengarah.

"Ada apa, Shinea?" tanya bibi Yumi.

"Tidak apa-apa. Sampai mana tadi?" Aku bertanya ulang.

"Lihat, 'kan. Bocah nakal itu sudah membuat keponakan Ilma trauma."

Kesalahpahaman yang membuatku segera menggeleng.

Belum selesai pembahasan kami tentang kejadian di bunga sedap malam itu, tiba-tiba terdengar keributan dari luar yang langsung membuat kami segera ke arah pintu.

Ternyata, sudah ada 3 orang ibu-ibu yang menampakkan wajah membara di sana. Satu di antaranya bahkan sampai menangis tersedu-sedu.

Pak Addin menarik napas panjang. Seperti sudah mengerti maksud kedatangan ibu-ibu ini.

"Apa lagi yang dilakukannya?" Pak Addin bertanya.

"Ini udah yang ke sekian kalinya. Seharusnya dia tinggal di penjara saja selamanya. Ini bukannya tega, Pak. Tapi dia benar-benar menimbulkan keresahan pada semua orang. Kalian sebagai pihak keluarganya tak mungkin melupakan kejadian itu. Bocah kematian itu telah membunuh ibunya sendiri. Dia berbahaya, Pak Addin." Salah satu ibu-ibu itu bertutur.

Penuturan yang berhasil membuatku mengerutkan kening. Ungkapan di luar penangkapan nalarku. Bocah kematian? Keluarga pak Addin? Meresahkan warga? Yoru? Seharusnya, aku langsung tahu arah pembicaraan dan hubungan pak Addin dengan Yoru tanpa diberi tahu. Ya, kemunculan kepala Yoru dari jendela tadi pasti karena ia tinggal di sini. Atau lebih tepatnya di sekitar sini. Mungkin rumah kecil di belakang itu. Ia diasingkan? Tapi, aku tak perlu mencari tahu alasan keluarganya melakukan itu. Sudah jelas, bukan!? Tapi apa yang kali ini ia lakukan?

"Baik, Bu. Sekarang beri tahu kami. Apa yang dilakukan Yoru?" tanya pak Addin.

Baiklah. Sudah jelas. Memang Yoru. Ya, siapa lagi kalau bukan dia.

"Saya menemukan anak saya tergeletak dengan luka parah di tengah kebun, Pak. Darah bersimbah hampir memenuhi tubuhnya," jawab ibu-ibu yang menangis tersedu-sedu itu.

Penuturan yang membuatku melebarkan telinga. Mataku membulat. Apa yang dilakukannya? Apakah dia berniat untuk membunuh? Bagaimana jika anak itu benar-benar meninggal? Kenapa Yoru bisa sekejam itu?

"KURANG AJAR!" tegas pak Addin sambil mengepalkan tangannya dengan sangat keras di dinding.

"Tapi, apakah benar Yoru yang melakukannya?" timpalku di sela suasana panas.

Semua menoleh. Seperti tatapan tak senang. Bahkan pak Addin seperti hendak melahapku bulat-bulat. Eh, aku hanya bertanya.

"Jangan mengarahkan kalimat seolah kamu ingin membela anak nakal itu!" ketus pak Addin kepadaku dengan kasar.

Ucapan yang seketika membuat hatiku seperti teriris. Sakit sekali rasanya dibentak seperti itu. Apakah ada yang salah dengan pertanyaan sederhana seperti itu.

Menyadari air mataku yang hampir tumpah, aku langsung berlari meninggalkan rumah itu dengan melewati ibu-ibu tersebut. Membiarkan bibi dan bibi Yumi memanggilku sambil berteriak. Sungguh, ini sangat menyesakkan.

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!