NovelToon NovelToon
Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Teen School/College / Slice of Life
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Aku punya cerita nih, soal dunia ku yang banyak orang bilang sih kelam, tapi buat ku malah keren dan penuh dengan keseruan. Aku punya circle, sebuah geng yang isinya anak-anak yahut yang terkenal jahil dan berani. Seru abis pokoknya! Mereka itu sahabat-sahabat yang selalu ada buat ngelakuin hal-hal yang bikin adrenaline kita ngacir.

Kita sering hang out bareng, kadang sampe lupa waktu. Dari yang cuma nongkrong asyik di tempat-tempat yang biasa kita tongkrongin, sampe yang agak miring kayak nyoba barang-barang yang sebenernya sih, yah, kurang direkomendasiin buat anak muda. Tapi, yah, lagi-lagi itu semua bagian dari mencari identitas dan pengalaman di masa remaja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 4

Seperti biasa, denger adzan subuh aku langsung bangun untuk sholat. Setelah itu, tanpa sempat ngelamun, aku langsung masuk dapur untuk memulai rutinitas pagiku.

Hari ini menu spesialnya adalah sambel terong, karena Aries, adikku, minta itu buat sarapan. Jadi, sambil nyanyi-nyanyi kecil di dapur, aku mulai memotong terong dan mengulek sambel.

Selesai masak, aku beranjak ke kamar mandi buat nyuci baju. Hari ini seperti biasa, satu ember penuh menunggu untuk dikucek. Setelah itu, aku lanjut ke sink cuci piring yang entah kenapa selalu ada aja piring kotor meskipun rasanya aku baru aja nyuci.

Nyuci baju dan piring itu kayak never-ending story yang gak pernah ada habisnya. Tapi, begitu semua beres, aku baru bisa ambil waktu sebentar buat siap-siap ke sekolah.

Meski pagi-pagi udah keliling dunia ngurusin rumah, aku tetap semangat karena tahu ini semua juga bagian dari tanggung jawabku sebagai anak sulung.

Tapi, tetep aja, kadang-kadang aku berharap bisa ada sedikit waktu buat santai sambil nonton Rudi Tabuti dan Dora favoritku sebelum terjun ke kesibukan sekolah.

\~\~\~

Pagi itu, seperti biasa, kita semua sarapan bersama. Bapak duduk di ujung meja, sambil nyeruput kopi hitam kesukaannya. Dia memang bukan tipe yang makan pagi-pagi, biasanya baru mulai makan sekitar jam 10. Jadi, kalau dia mau ke kebun, pasti sudah siap bawa bekal dari rumah.

Oh, iya, aku belum cerita ya, Bapak dan Mamak itu petani karet. Setiap hari mereka berangkat pagi-pagi sekali, dan biasanya sebelum jam 12 siang sudah balik lagi ke rumah. Tapi, kadang-kadang, sekitar jam dua siang, Bapak pergi lagi ke kebun.

Tugasnya kali ini bukan panen, tapi lebih ke merawat, seperti babat atau bersihin rumput liar yang tumbuh di sekitar pohon sawit. Sementara itu, Mamak, kalau sudah dari kebun, biasanya lebih santai di rumah. Dia mungkin nyiapin makan siang atau sekadar istirahat sambil nonton TV.

Kehidupan mereka sebagai petani karet itu sederhana, tapi penuh dengan rutinitas yang keras. Setiap hari mereka berjuang dengan alam, cuaca, dan tentu saja kebun yang mereka rawat. Aku sendiri kadang ikut membantu, terutama di hari libur atau kalau mereka butuh tangan tambahan.

\~\~\~

"Mak, minta uang,"

Saat Aries dengan beraninya meminta uang kepada Mamak, aku hanya bisa melirik dari kejauhan. Ada rasa ingin minta juga, tapi seringnya Mamak ngomel ke aku bikin aku jadi ragu.

"Uang terus, uang terus, boros banget," itu yang sering aku dengar dari Mamak setiap kali aku mencoba membuka mulut ingin minta sesuatu. Memang sih, aku minta uang bukan karena nggak penting, tapi karena aku memang butuh.

Namun, karena takut dimarahi, aku lebih memilih diam. Biasanya aku cuma nunggu di kasih aja, dan kalau nggak dikasih ya udah, aku enggak bawa uang saku ke sekolah. Kadang rasanya berat, melihat teman-teman yang lain bisa jajan atau beli apa yang mereka mau di kantin, sementara aku hanya bisa diam.

"Ni, jangan jajan sembarangan ya," ucap Mamak dengan lembut sambil memberikan uang pada Aries.

"Iya, Mak," jawab Aries sambil tersenyum sumringah.

Setelah itu, Mamak menoleh ke arahku dan meletakkan sejumlah uang di atas meja. "Lis, ini uang jajanmu," katanya.

"Makasih," sahutku, sambil menatap nanar uang itu.

Di tangan aku tergeletak dua ribu rupiah, sedangkan Aries mendapat lima ribu rupiah. Aku menelan ludah, berusaha menyembunyikan kekecewaan yang mendalam. Dalam hati, aku bertanya-tanya, kenapa bisa beda jauh? 'Adil' itu kata yang terasa sangat tidak adil di situasi seperti ini.

Tapi, seperti biasa, aku hanya bisa memendam perasaan itu. Di rumah ini, aku telah belajar untuk menelan ketidakadilan dan kekecewaan dengan kepala tegak. Kadang aku bertanya-tanya, kapan aku bisa merasa bebas untuk berbicara dan dianggap sama pentingnya dengan adikku.

\~\~\~

Berangkat ke sekolah bagi aku itu ibarat mau pergi menjelajah. Bukan main, jalanan di desaku itu tantangannya tiada henti. Permukaannya masih koral, batu yang gedeknya enggak ngotak dan sampek motor bunyi grodak-grodak, preketek-ketek, druduk-druduk, rrrrrrrr. Susah banget kalau harus lewat situ tiap hari.

Keluar dari desa, situasinya malah tambah parah. Jalannya dari tanah liat, licin banget, bikin motor ku sering ngepot-ngepot, kadang sampe aku tergelincir masuk ke siring.

Gambaran jalannya? Bayangin aja tanah yang basah trus dicampur sama licinnya lumpur, itu yang harus aku taklukkan setiap hari.

Bicara minta tolong Bapak nganter, itu mah sudah pasti bukan opsi. Setiap kali aku coba minta, jawabannya selalu, "Cemen banget!" Bapak beranggapan aku harus kuat dan mandiri, meskipun jalannya ke sekolah itu kayak trek off-road.

Jadi, ya sudah, tiap hari aku harus siap-siap mental dan fisik. Sambil terkekeh, aku mencoba memantapkan diri untuk nanjak di jalan tanah liat itu.

Memang sih, terkadang lucu juga melihat ada bekas orang nyungsep di siring, membuatku tersenyum getir sambil berpikir, "Semoga hari ini bukan giliranku yang nyungsep di situ."

\~\~\~

Ketika sampai di sekolah hari itu, kondisi motor ku kayak abis kena badai lumpur. Nggak cuma aku sih, banyak juga temen-temen yang motornya sama aja, ada yang bahkan lebih parah lagi sampai kelihatannya kayak dihias selai coklat.

Aku cuma bisa ngeluh pelan, "Pinganggku,"

Tiba-tiba Lia datang mendekat sambil nanya, "Ngapa lu? Ke cetit?" nada suaranya santai banget.

Mendengar pertanyaannya, aku langsung merengut. Sebenarnya, lagi kesel banget sama dia karena pernah ninggalin aku waktu itu. Jadinya, aku gabung ke kantin bareng rombongan Miranda.

"Boyokan," jawab ku ketus.

"Elaaah, jangan ngambek dong. Sorry waktu itu enggak enak aja ajak lu soalnya masih ada Miranda," ucap Lia, mencoba menjelaskan.

"Kan bisa nunggu dia pergi," balas ku masih dengan nada ketus. Kami berjalan berdua menuju kelas.

"Dia pasti ajak lu lah. Aku enggak mau ada masalah sama dia dan gengnya. Jadi kalau ada Miranda sekitar, kita jaga jarak ya," kata Lia sambil tersenyum kecut.

"Resek lu," sinis ku sambil nyenggol bahunya pelan.

"Lah, gimana lagi? Lu pasti aman karena lu putih, cantik. Lah aku sama Bina mah sawo bosok, jelek," ucapnya sambil ketawa kecil.

"Iya udah, iya," jawab gue, merasa nggak enak hati dengan kata-kata yang keluar.

Setelah sedikit drama di pagi itu, Lia  duduk dengan Yuni, dan Bima duduk dengan Tiara. Kebetulan atau tidak, aku langsung berhadapan dengan Miranda yang dari tadi kayaknya memang udah siap buat ketemu aku.

Ekspresinya jutek, tapi ya, setelah aku diajak gabung ke kantin bareng mereka, pandangan ku soal geng Miranda mulai berubah sedikit.

Memang, mereka punya reputasi yang cukup nakal, suka malak dan genit ke anak cowok, bikin sebagian besar murid di sekolah jadi agak menjauh. Tapi, ada sesuatu yang beda pagi ini.

Mungkin karena aku berkesempatan melihat sisi lain dari mereka. Walau cara mereka berinteraksi kadang kasar dan terkesan berlebihan, tapi aku bisa lihat kalau mereka juga punya momen-momen dimana mereka bisa asyik untuk diajak ngobrol.

Ya, tetap aja sih, bukan berarti aku udah sepenuhnya menerima semua tingkah mereka. Masih ada batas-batas yang menurut ku tetap harus dipertahankan. Tapi, setidaknya, pagi itu membuka mata ku bahwa tiap orang itu punya banyak sisi dan alasan dibalik tindakan-tindakan mereka.

1
Amelia
halo salam kenal ❤️🙏
Atika Norma Yanti: salam kenal juga ya😄
total 1 replies
Anita Jenius
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Anita Jenius
seru nih mengangkat masalah pembullyan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!