Dunia tiba-tiba berubah menjadi seperti permainan RPG.
Portal menuju dunia lain terbuka, mengeluarkan monster-monster mengerikan.
Sebagian manusia mendapatkan kekuatan luar biasa, disebut sebagai Player, dengan skill, level, dan item magis.
Namun, seiring berjalannya waktu, Player mulai bertindak sewenang-wenang, memperbudak, membantai, bahkan memperlakukan manusia biasa seperti mainan.
Di tengah kekacauan ini, Rai, seorang pemuda biasa, melihat keluarganya dibantai dan kakak perempuannya diperlakukan dengan keji oleh para Player.
Dipenuhi amarah dan dendam, ia bersumpah untuk memusnahkan semua Player di dunia dan mengembalikan dunia ke keadaan semula.
Meski tak memiliki kekuatan seperti Player, Rai menggunakan akal, strategi, dan teknologi untuk melawan mereka. Ini adalah perang antara manusia biasa yang haus balas dendam dan para Player yang menganggap diri mereka dewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theoarrant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rivia
Udara dingin malam menyusup ke pasar gelap Palembang, tetapi di dalam "The Howling", suasana begitu panas oleh sorak-sorai, dentingan gelas, dan aroma alkohol yang pekat.
Saat Rai melangkah masuk, Lens V2 di matanya aktif, memindai seluruh ruangan yang terdeteksi Player dengan Rank tertinggi hanya Rank C.
Mungkin dulu dia akan kesulitan melawan Player Rank C tetapi untuk sekarang meskipun dia hanya memiliki kekuatan Rank E, dengan Lens V2, sepatu Phantom Stride dan pengalaman bertarung tujuh tahun dia dengan mudah dapat bersaing dengan mereka bahkan mengalahkannya jika pertarungan satu lawan satu tanpa perlu mengungkapkan kemampuan sebenarnya.
Rai menyeringai tipis, tidak ada ancaman nyata.
Dia berjalan santai menuju bar, melewati meja-meja yang dipenuhi Player yang tertawa keras, beberapa tengah berjudi, sementara yang lain sibuk membicarakan bisnis gelap mereka.
Di sudut ruangan, seorang wanita duduk di sofa merah, dikelilingi pria-pria yang berusaha menarik perhatiannya.
Rivia.
Wanita itu duduk santai dikelilingi oleh beberapa pria yang berusaha mendapatkan perhatiannya.
Rambut hitamnya jatuh sebahu, matanya tajam seperti kucing yang sedang mengamati mangsanya.
Bibirnya melengkung dalam senyum main-main saat salah satu pria membisikkan sesuatu di telinganya.
Namun, ekspresi bosannya terlihat jelas.
Rai tahu, jika ingin mendekatinya, dia harus melakukan sesuatu yang menarik perhatian.
Mata Rai tertuju pada seorang Player bertubuh besar dengan rambut cepak yang tengah tertawa sambil mengangkat gelas besar berisi minuman berwarna keemasan.
Dengan langkah santai, Rai mendekat dan tanpa ragu, dia mengambil gelas diatas meja yang disiapkan untuk pria itu lalu menyesapnya tanpa izin.
Hening.
Semua yang melihat kejadian itu terdiam sesaat.
Pria berambut cepak itu mengernyit sebelum menyadari apa yang baru saja terjadi, ekspresinya berubah marah.
"Oi, brengsek! Siapa yang memberimu izin minum dari gelasku?"
Rai menaruh gelas itu kembali di meja dengan santai.
"Aku hanya penasaran… apakah minuman ini cocok untukku atau tidak," jawabnya datar.
Wajah pria itu memerah, antara marah dan dipermalukan di depan banyak orang.
“Kau cari mati, hah?!”
Suara pria itu menarik perhatian hampir semua orang di bar, termasuk Rivia.
Rai tetap tenang, melirik sekeliling sebelum berbicara.
"Aku tidak ingin merusak suasana di tempat ini, bagaimana kalau kita selesaikan di luar?"
Beberapa Player mulai berbisik satu sama lain.
"Anak itu Rank E, kan?"
"Dia gila! Menantang Rank C seperti itu?"
"Ini akan menarik!"
Rivia mengangkat alis, matanya mulai bersinar dengan ketertarikan.
"Menarik…" gumamnya sambil menyesap minumannya.
Pria berambut cepak itu menyeringai, meretakkan buku-buku jarinya.
"Baik, aku akan menghajarmu habis-habisan!"
Semua orang mulai bergerak keluar untuk menyaksikan pertarungan.
Rai tersenyum kecil.
Udara malam terasa lebih dingin di luar The Howling tetapi atmosfernya memanas oleh kerumunan yang bersemangat.
Player bertubuh besar dengan rambut cepak itu, yang akhirnya diketahui bernama Garda, menatap Rai dengan tatapan haus darah.
"Kau benar-benar sialan, bocah," dengusnya sambil mengangkat tinjunya yang besar.
"Aku akan menghajarmu sampai kau menyesal lahir ke dunia ini!"
Sistem Lens V2-nya langsung aktif, menganalisis lawan.
[Target: Garda]
[Rank: C]
[Class: Brawler]
[Style: Heavy Striker]
Seorang Brawler memiliki kekuatan yang besar tetapi tidak dengan kecepatan.
Dengan apa yang dimilikinya sekarang sudah cukup untuk menghadapinya.
Rai menggeser kakinya sedikit ke belakang, bersiap.
Sepasang sepatu Phantom Stride yang baru saja dibelinya terasa ringan di kakinya.
Garda tidak membuang waktu. Dia langsung melesat ke depan dan melepaskan pukulan keras.
WHAM!
Tanah tempat Rai berdiri sebelumnya hancur berkeping-keping, menciptakan retakan yang cukup dalam.
Tapi Rai?
Dia sudah tidak ada di sana.
Dengan kecepatan luar biasa, dia melompat ke samping, menghindari pukulan itu dengan gesit.
"Dasar lincah seperti tikus!" teriak Garda, berputar dan menyerang lagi.
Rai tetap menghindar dengan ringan, bergerak seperti bayangan di bawah sinar bulan.
Para penonton mulai bersorak.
"Oi, bocah itu cepat juga!"
"Apa dia benar-benar Rank E?"
"Garda tidak bisa menyentuhnya sama sekali!"
Di sudut kerumunan, Rivia menyandarkan dagunya di tangan, matanya mulai berkilat dengan ketertarikan.
Sret!
Dengan satu gerakan cepat, Rai mengeluarkan pisau Nightshade yang dulu pernah digunakan Rodick, bilahnya berkilau tajam dalam kegelapan.
"Hei, Garda," kata Rai dengan suara santai.
"Kau bilang ingin menghajarku, tapi sepertinya tinjumu terlalu lamban."
Wajah Garda memerah karena marah.
"SIALAN!"
Dia mengayunkan pukulan terkuatnya, tetapi saat tinjunya meluncur ke depan
SWOOSH!
Rai sudah ada di belakangnya.
Dengan satu gerakan cepat, Rai menempelkan pisau ke leher Garda.
Hening.
Semua orang menahan napas.
Garda membeku, keringat dingin menetes di pelipisnya.
Jika Rai benar-benar menekan pisaunya, nyawanya bisa melayang dalam sekejap.
"T-tunggu… kau serius?" gumam Garda dengan suara bergetar.
Rai tersenyum kecil, lalu menarik pisaunya dan menepuk bahu Garda pelan.
"Jangan minum terlalu banyak kalau tidak bisa mengontrol emosimu," bisiknya sebelum melangkah pergi.
Kerumunan meledak dalam sorakan.
"Dia menang!"
"Sial, itu keren banget!"
"Gila, bocah ini bukan sembarangan!"
Sementara itu, Rivia menyeringai lebar.
"Menarik… sangat menarik," gumamnya, sebelum bangkit dan mulai melangkah mendekat.
Sorakan masih menggema ketika Rai memasukkan kembali Nightshade ke sarungnya.
Meskipun dia tidak membunuh Garda, semua yang ada di sana tahu jika dia mau, pria itu sudah mati sejak tadi.
Tapi bukan itu yang diinginkan Rai.
Dia tidak butuh musuh baru saat ini, yang dia inginkan hanyalah perhatian satu orang di antara mereka dan dia mendapatkannya.
Saat dia berbalik untuk kembali ke dalam The Howling, suara langkah kaki terdengar di belakangnya.
Tak. Tak. Tak.
Langkah yang ringan, anggun, tapi penuh kepercayaan diri.
"Hei," suara lembut tapi beracun itu menyapanya.
Rai menghentikan langkahnya dan berbalik.
Di hadapannya, Rivia berdiri dengan tangan di pinggul, ekspresi wajahnya menyiratkan rasa ingin tahu bercampur dengan kesenangan.
Dekat.
Wanita itu berdiri sangat dekat, cukup untuk Rai mencium aroma samar parfum bercampur bau darah.
Rivia tersenyum, matanya seperti mata kucing yang menemukan mainan baru.
"Kau menarik," katanya.
"Aku suka laki-laki yang bisa membuatku terhibur."
Mata Rai tetap tenang, tetapi di dalam kepalanya, dia menganalisis dengan cepat.
[Target: Rivia]
[Rank: C]
[Class: Assassin]
[Style: Swift Executioner]
"Apa aku terlihat seperti badut yang ada di sirkus?" jawab Rai, menaikkan alisnya.
Rivia terkekeh, lalu dengan santai menyentuhkan jari telunjuknya ke dada Rai.
"Tidak, kau lebih seperti rubah kecil yang tersesat di sarang serigala," bisiknya.
Rai tidak bereaksi.
Sebaliknya, dia hanya melangkah maju sedikit.
Sekarang, dia yang berdiri sangat dekat dengan Rivia, cukup dekat sehingga wanita itu bisa melihat langsung matanya, mata seorang pemburu yang menyembunyikan niatnya di balik senyuman santai.
"Dan serigala yang terlalu percaya diri seringkali tidak menyadari ketika mereka menjadi mangsa," Rai balas berbisik.