Tarian-tarian Wanita

*****

Mbok ayu memiliki wajah cantik dengan warna kulit sawo matang. Ketika dia memandangku, meski memiliki kulit hitam, dia seperti memiliki kulit yang cerah dan terpancar dari dalam dirinya. Mungkin karena matanya yang cerah dan sering melakukan Agem kanan, kiri dan ulap-ulap. Sangat sulit untuk tidak memperhatikannya, karena dia sangat menarik.

Saat pertama kalinya aku bertemu, dia memperkenalkan diri di depan kelas. Namanya Ni Made Ayunda dan merupakan seorang penari sekaligus guru penari yang akan mengajari kami.

Dia berasal dari salah satu sanggar seni dan telah melakukan berbagai pertunjukan di daerah-daerah bali, dan sekarang dia ingin mengajarkan semua ilmu yang di milikinya. Dia berkata, kesenian tarian harus di turunkan kepada generasi berikutnya dan dia akan bekerja keras melakukannya, bahkan jika tidak di bayar, dia akan tetap melakukannya.

Aku gembira dengan kedatangannya dan ingatan penari joget pun muncul dalam benakku.

Teman-teman kelas mulai mendaftarkan diri mengikuti Les. Setelah semuanya selesai, aku kemudian maju dan menulis namaku. Setelahnya memandang Mbok Ayu. “Mbok ayu bisa mengajarku gerakan tarian Joged bumbung?”

“Mbok bisa mengajarkan Diah. Itu salah satu tarian yang mudah di lakukan.”

“Mbok bisa?”

Aku senang mendengarnya dan kembali mengulangi pertanyaan itu.

“Ya, Embok bisa. Diah ingin bisa menari Joged?”

“Iya Mbok. Diah ingin bisa menari joged.”

“Les mulai hari Senin, tapi karena pertama-tama latihan tari rejang, Embok bisa mengajari tari joged di hari selasa. Iluh Diah bisa datang ke sekolah?”

“Bisa Mbok!”

Aku menjawab antusias. Tentunya itu adalah sebuah kesempatan yang tidak boleh aku lewatkan begitu saja. Aku sangat berharap bukan hanya aku saja yang suka menari Joged, tapi sepertinya tidak ada yang menyukainya dan hanya aku yang datang. Barangkali, mungkin mereka belum mengetahui bagaimana arti sebenarnya dari tarian joged

*****

Mbok Ayu kemudian mendekati meja, lalu menaruh tasnya, kemudian mengeluarkan selendang, dan beberapa barang-barangnya. Dia kemudian mengikat selendang di perutnya, dan aku mempersiapkan semua barang-barang yang akan di perlukan.

Setelah semuanya selesai, Mbok ayu bertanya, apakah aku sudah siap. Maka aku menjawabnya, “Sudah Mbok.”

Maka di mulailah latihan tari kami. Aku berlatih bagaimana cara menggerakkan kaki dengan benar, kemudian belajar bagaimana gerakan tangan agar terlihat lembut dan indah. Begitu sulit dan sangat melelahkan. Banyak sekali kesalahan yang aku buat, tapi Mbok Ayu dengan sabar mengajariku. Aku terus memacu semangat hingga keringat meluncur dari kulitku.

Gerakan kaki saat melangkah, walaupun terlihat mudah, ternyata sangat sulit di lakukan, terlebih jika saat melakukan beberapa langkah gerakan indah di panggung. Aku menjadi kagum kepada Mbok Ayu yang mempelajari hal-hal sedetail itu. Memang benar, seorang yang ahli akan memperhatikan hal-hal sekecil apa pun.

Lalu mempelajari gerakan tangan lebih sulit dari pada gerakan kaki, karena gerakannya harus lemah lembut, tapi juga sedikit terlihat kaku. Menurut Mbok Ayu, itu harus terlihat, karena itu akan memberikan kesan lemah lembut tapi juga ada ketegasan dari gerakannya. Menurutnya juga, itu adalah ungkapan dari seorang wanita, jika terlihat lembut itu bukan berarti tidak mempunyai ketegasan. Aku tidak akan tahu dari mana Mbok Ayu mempelajarinya, atau mungkin itu adalah perkembangan gerakan yang dia ciptakan sendiri.

Setelah aku kelelahan, aku kemudian bersila sembari mengatur nafas.

Setelah Aku tenang, Mbok Ayu kemudian menjelaskan sejarah tarian itu. Tarian itu ternyata berasal dari Buleleng, berawal ketika sekelompok orang-orang menari sebagai hiburan setelah bekerja di ladang dan kemudian berkembang hingga menjadi sekarang ini.

Aku salut dengan pengetahuannya dan tidak menyangka selain di ajari gerakan, ternyata juga di ajari sejarahnya. Benar-benar lengkap.

Hingga tidak terasa berjam-jam berlalu, akhirnya latihan tari hari ini sudah selesai. Aku dan Mbok Ayu sama-sama keluar, tapi aku berjalan sementara Mbok Ayu mengendarai sepeda motor. Jarak rumahnya tidak terlalu jauh, sekitar 30 menitan. Aku menggendong tasku dan melambaikan tangan kepada Mbok Ayu. Hari ini aku merasa senang, senang karena bisa belajar banyak hal dari Mbok Ayu.

Seminggu lagi, kami akan belajar postur tubuh dan gerakan pinggul dan kemudian di padukan dengan gerakan-gerakan yang sudah di pelajari.

Aku membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk tiba di rumah. Ketika tiba, ibu sedang memasak nasi di dapur. Dia memegang semprong dan meniup-niup api agar lebih besar. Asap yang semulanya sangat banyak, kemudian tiba-tiba berubah menjadi api yang besar. Ibu masih menggunakan kayu bakar dan kompor yang terbuat dari tanah liat. Yang kami biasanya sebut sebagai paon.

Ada banyak sekali kenangan yang terjadi di sana. Kami sering sekeluarga menghangat tubuh sembari bercerita, dan di temani kue-kue yang kami panggang. Kami akan bercerita dan membagi-bagikan kue yang kami panggang.

Ibu kemudian batuk-batuk lalu menjauhkan wajahnya.

Ibu lalu menyadari aku pulang dan memandangku. “Luh, tolong jaga api, ibu akan pergi sebentar.”

Aku pun mengangguk dan tidak berani melawan.

Aku menjaga api, hingga nasi yang ibu buat akhirnya matang. Setelah ayah pulang, kami sekeluarga kemudian makan bersama dan menikmati makanan.

******

Suatu ketika, ibu dan ayah mengetahui aku mempelajari tarian itu dan itu merupakan kemarahan besar ibu yang aku ingat. Aku tidak ingin memberitahunya. Untuk apa hal buruk di sampaikan? Aku tidak mau, sampai kapan pun. Tidak ada koma! Hanya Titik.