Mencari nafkah di kota Kabupaten dengan mengandalkan selembar ijazah SMA ternyata tidak semudah dibayangkan. Mumu, seorang pemuda yang datang dari kampung memberanikan diri merantau ke kota. Bukan pekerjaan yang ia dapatkan, tapi hinaan dan caci maki yang ia peroleh. Suka duka Mumu jalani demi sesuap nasi. Hingga sebuah 'kebetulan' yang akhirnya memutarbalikkan nasibnya yang penuh dengan cobaan. Apakah akhirnya Mumu akan membalas atas semua hinaan yang ia terima selama ini atau ia tetap menjadi pemuda yang rendah hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26.
Mumu merasakan sedikit rasa panas bekas pukulan di wajahnya. Tapi ia tidak marah atau membalasnya.
"Bukan saya pelakunya. Kalau Bapak ingin tahu kebenarannya, silahkan Bapak periksa para pelakunya di pondok kosong tersebut.
Tapi itu tidak penting sekarang. Kondisi kakak ini sedang lemah jadi perlu pengobatan segera." Ujar Mumu dengan satu nafas.
Pria yang telah menyerang Mumu tadi ternyata adalah Pak Suminto seperti tersadar mendengar ucapan Mumu. Dia langsung meraih anaknya Sintia Shella dari gendongan Mumu.
Karena tubuh anaknya yang berat, Pak Suminto terhuyung-huyung hampir jatuh, Mumu merengkuhnya kembali dan berkata, "Biar saya saja yang membawanya." Pak Suminto menurut. Dia tampak lelah. Rupanya Pak Suminto telah mencari keberadaan anaknya Shella seharian ini. Patutlah wajahnya tampak kusut.
Awalnya Pak Suminto mencari keberadaan anaknya sendirian saja tapi menjelang siang akhirnya dia membawa serta sopirnya dan memperluas area pencarian.
Saat menyusuri jalan Lintas Timur mereka melihat motor NMAX terparkir di tepi jalan yang sepi.
Karena curiga mereka berdua segera turun dari mobil untuk memeriksanya. Belum jauh berjalan mereka langsung melihat Mumu yang sedang menggendong seorang wanita yang ternyata adalah Shella.
"Saya belum sepenuhnya percaya akan ucapan kamu oleh karena itu kamu ikut saya ke RSUD. Berikan kunci motormu kepada orangku." Pak Suminto menunjuk pria yang satunya lagi.
"Terserah Bapak saja." Mumu segera menyerahkan kunci motornya lalu ikut masuk ke dalam mobil bersama Pak Suminto membawa anaknya ke RSUD.
Sedangkan pria yang tadi tidak langsung ikut. Dia menuju ke arah pondok yang ditunjuk oleh Mumu tadi. Lalu selanjutnya seperti yang telah diceritakan di atas.
Tak lama kemudian mereka tiba di RSUD. Ini adalah kali kedua Mumu datang ke sini. Di ruang tunggu IGD ini.
Bedanya kalau yang pertama kali ia datang ke sini sebagai orang yang dipercayakan keluarga pasien kalau sekarang ia adalah orang yang dicurigai sebagai penganiaya pasien.
Tiga jam berlalu dalam sekejap. Mumu menghentikan meditasinya. Dikejauhan Mumu melihat pria yang meninjunya dan pria yang bersamanya waktu itu mendekati Mumu. Seorang wanita berjalan bersisian dengan mereka.
"Maaf, Dik, telah membuatmu menunggu begitu lama. Karena disebabkan beberapa hal sehingga kita belum sempat saling mengenal antara satu sama yang lain. Saya Suminto dan ini istri saya dan yang ini sopir saya." Pak Suminto menunjuk ke arah istri dan pria yang menemaninya.
"Saya Mumu, Pak." Mumu menjawab singkat.
Mereka mengangguk. Mereka semua duduk di bangku ruang tunggu. Pak Suminto menatap Mumu dan berkata, "Saya benar-benar telah salah menduga sehingga telah menurunkan tangan kasar terhadap kamu dan menuduh kamu tanpa dasar. Pada hal kamu telah berjasa menolong putri kami dari para pemuda itu. Sopir saya sudah menyelidiki pondok tersebut dan menemukan para pemuda yang telah kamu bekuk. Saya sangat berterima kasih sekali atas pertolongan mu dan juga minta maaf atas kesilapan yang telah saya lakukan."
Mumu tersenyum lembut dan berkata, "Saya melakukan apa yang bisa saya lakukan, Pak. Lagi pula tolong menolong dengan sesama sudah sewajarnya dilakukan jadi tak perlu Bapak terlalu sungkan. Kesilapan itu biasa, apa lagi kita memang tidak saling kenal sebelumnya, jadi perkara tadi tidak saya simpan dalam hati."
Mereka pun berbincang-bincang sebentar setelah itu Mumu langsung mohon diri.
Pak Suminto melepas kepergian Mumu dengan tatapan penuh kagum.
"Jika yang kamu ceritakan tadi benar, Fis, maka Mumu bukanlah pemuda biasa." Gumam Pak Suminto sambil menoleh ke arah Hafis, sopirnya.
"Aku sudah menyelidiki para pemuda itu dengan seksama, Bang. Mereka bukanlah pemuda biasa. Dilihat tato yang menghiasi lengan kanan pemuda tersebut, sudah jelas mereka berasal dari Geng Macan. Seperti yang kita tahu Geng Macan semuanya mahir dalam bela diri." Ucap Hafis.
Pak Suminto mengangguk. "Nanti hubungi Andri supaya dia menemui pimpinan Geng Macan untuk mempertanggungjawabkan atas perbuatan anak buahnya terhadap putriku. Jika dia banyak tingkah, kibarkan bendera perang terhadap geng tersebut." Ujar Pak Suminto dengan nada dingin.
Sebagai pemilik salah satu hotel yang terkenal di Kabupaten Meranti ini, Pak Suminto tidak bekerja sendiri. Ada tim bayaran yang siap melakukan apa saja untuknya.
Sopir yang bernama Hafis itu pun bukan lah sopir biasa. Dia ahli bela diri tangan kosong maupun senjata.
Walaupun begitu, dia masih kagum dengan sosok Mumu.
Dalam pada itu Mumu langsung melajukan motornya menuju kediaman Buk Fatimah.
Rumah dalam keadaan gelap gulita sehingga Mumu menggunakan cahaya senter dihandphonenya untuk menemukan kunci rumah dan membukanya.
Sungguh mewah rumah orang kaya. Tapi kemewahan itu ternyata tidak menjamin suatu hubungan suami-istri.
Bukti nyatanya seperti hubungan Pak Wahab dan Buk Fatimah kandas di tengah jalan karena adanya orang ketiga.
Pada hal mereka sudah menikah belasan tahun.
...****************...
Beberapa hari telah berlalu. Erna belum juga dapat informasi tentang tabib yang mampu menyembuhkan Mala anak Pak Samsur.
Erna sudah berkunjung ke rumah Pak Samsur tapi tanggapan Pak Samsur dan istri kurang meyakinkan Erma.
Mereka bilang bahwa mereka tak tahu keberadaan tabib tersebut, tak tahu alamat tempat tinggalnya bahkan tidak punya nomor kontak tabib itu.
Ini kan aneh!
Tak mungkin Pak Samsur dan keluarganya tidak punya informasi apa-apa terhadap orang yang sudah sangat berjasa menyembuhkan putri mereka.
Alasannya terlalu mengada-ngada menurut Erna.
Mungkin mereka sengaja merahasiakan keberadaan tabib handal tersebut. Itulah satu-satunya alasan yang masuk akal.
Walaupun Erna sedikit kecewa karena kunjungannya tidak membuahkan hasil, tapi tidak bisa juga dianggap gagal sama sekali.
Paling tidak, Erna kini mengetahui bahwa nama tabib hebat tersebut bernama Mumu.
Berbekal pengetahuan tersebut, Erna kembali mencari informasi tentang keberadaan sosok tabib misterius itu dengan harapan mampu mengobati penyakit ayahnya.
Cuaca siang hari lumayan panas. Sekarang sudah masuk angin selatan. Menurut orang-orang tua dahulu, angin selatan merupakan pertanda musim kemarau karena lebih sering panas ketimbang hujan.
Erna baru pulang dari kampus. Dia mampir di Minimarket membeli sebotol minuman dingin untuk menghilangkan dahaganya.
Ketika keluar dari Minimarket, dia melihat seorang nenek yang tampak ragu untuk menyeberang jalan.
Erna segera berlari untuk membantunya.
Malang bagi Erna, karena tergesa-gesa dia tak menyadari sebuah motor yang berlari kencang melaju ke arahnya.
"Ciiiiiit........" Pemilik motor itu menekan rem dengan kuat sehingga mengeluarkan bunyi berdecit. Walaupun sudah menekan rem dengan kuat tapi ban depannya masih sempat menyerempet kaki Erna.
"Kalau nyeberang itu lihat jalan!!! Dasar! Tak tahu aturan!!!" Maki pemilik motor itu sebelum melaju kencang.
Erna berdebar. Hampir saja dia tertabrak. Wajahnya sedikit pucat. Akibat kejadian itu jalanan sempat macet sebentar. Hal ini memberi kesempatan pada nenek tadi untuk bisa menyeberang jalan tanpa bantuan Erna.
Melihat nenek tua itu sudah berhasil menyeberang jalan, Erna kembali menepi.
"Aduh....!!!" Rintihnya sambil menggigit bibir berusaha menahan sakit. Baru dia menyadari bahwa kakinya yang terserempet tadi rupanya terkilir.
Erna menyeret langkahnya dan terduduk di depan Minimaret tersebut.
Wajahnya meringis. Sakit sekali. 'Bagaimana dia bisa pulang? Jangankan naik motor, berjalan dua langkah saja sakitnya minta ampun.
Erna baru saja mengeluarkan handphone dari saku untuk menelpon Nisa minta dijemput ketika sebuah suara menyapanya, "Kenapa kakinya, Kak sampai bengkak seperti itu??"
Raminten