NovelToon NovelToon
Penyesalan Anak Dan Suami

Penyesalan Anak Dan Suami

Status: tamat
Genre:Tamat / Keluarga / Penyesalan Suami
Popularitas:4.7M
Nilai: 4.9
Nama Author: D'wie

Sikap anak dan suami yang begitu tak acuh padanya membuat Aliyah menelan pahit getir segalanya seorang diri. Anak pertamanya seorang yang keras kepala dan pembangkang. Sedangkan suaminya, masa bodoh dan selalu protes dengan Aliyah yang tak pernah sempat mengurus dirinya sendiri karena terlalu fokus pada rumah tangga dan ketiga anaknya. Hingga suatu hari, kenyataan menampar mereka di detik-detik terakhir.

Akankah penyesalan anak dan suami itu dapat mengembalikan segalanya yang telah terlewatkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PAS 4

Setiap wanita pasti ingin memiliki keluarga yang utuh dan bahagia. Terus saling mencintai hingga nyawa terpisah dari raga. Walau sejatinya, tak ada keluarga yang benar-benar selalu bahagia. Pertengkaran dan perdebatan itu merupakan hal biasa dalam rumah tangga. Anggap saja sebagai bumbu penyedap, membuat rasa rumah tangga kita lebih beragam.

Begitu pula prinsip Aliyah. Ia berharap, pernikahan ini akan bertahan hingga nyawa berpisah dari badan. Ia hanya ingin menikah satu kali seumur hidup. Ia sadar, tak ada rumah tangga yang sempurna.

Dilakoninya tugas dan perannya sebagai seorang ibu sekaligus istri dengan sebaik mungkin. Meskipun akhir-akhir ini, hanya rasa getir lah yang mewarnai rumah tangganya.

..."Ya Allah Ya Tuhanku, aku mohon, jagalah selalu keutuhan rumah tanggaku. Jadikanlah anak-anak hamba anak-anak yang shaleh dan shalehah. Serta lindungilah selalu suami dan anak-anak hamba dimana pun mereka berada....

...rabbana dzhalamnaa anfusanaa wa-inlamtaghfir lana watarhamnaa lanakuunanna minal khaasiriin...

...Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayani saghira...

...Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina ‘adzabannar...

...Subhana robbika robbil izzati amma yasifun. Wasalamun alal mursalin wal hamdulillahi rabbil 'alamin."...

Begitulah doa yang kerap Aliyah lantunkan selepas ia menghadap sang pencipta. Berharap satu saja dari sekian banyak doa yang ia langitkan diijabah Allah SWT.

Selepas mengerjakan ibadah malamnya, Aliyah melepas mukenah dan kembali mengenakan jilbab yang memang akhir-akhir ini sering dikenakannya di rumah. Bila dulu ia hanya mengenakannya saat bepergian, namun sekarang, karena suatu hal, ia lebih sering mengenakannya meskipun ia berada di dalam rumah.

Selepas shalat malam, Aliyah duduk di tepi tempat tidur. Menatap dalam sang suami yang tengah memejamkan matanya. Aliyah menghela nafas panjang. Kemudian memijit pelipisnya yang berdenyut nyeri.

Dengan langkah gontai, Aliyah menuju tempat penyimpanan obat. Ia mencari obat yang kerap ia konsumsi saat sakit kepala. Namun setelah beberapa saat mencari, ternyata ia tidak menemukan obat itu sama sekali.

Hanya obat penghilang sakit kepala yang ada di warung. Ya, hanya obat itu yang sanggup Aliyah beli dengan keterbatasan keuangan yang mesti ia atur sedemikian rupa agar cukup hingga waktunya.

Sambil menahan sakit kepala, Aliyah hendak ke kamarnya, tapi tiba-tiba ia mendengar tangisan Amri dari kamar Gaffi. Ya, Amri semalam ketiduran di kamar Gaffi jadi ia tidak memindahkannya ke kamar mereka. Aliyah pun gegas menuju kamar Gaffi. Ternyata Amri menangis dengan mata terpejam. Namun tangisnya terdengar memilukan.

Aliyah pun gegas mendekat. Saat menyentuh kulit Amri, Aliyah tersentak. Ternyata Amri tengah dilanda demam tinggi.

Aliyah pun segera membawa Amri ke gendongnya. Ditimang-timangnya bocah 2 tahun itu dengan sabar hingga akhirnya kini ia kembali tertidur pulas. Namun saat Aliyah hendak kembali membaringkannya, tiba-tiba Amri kembali menangis kencang. Dengan panik Aliyah kembali menggendong Amri. Ia khawatir Amar terbangun dan marah-marah seperti biasanya.

Dan benar saja, tak lama kemudian Amar keluar kamar dengan rahang mengeras.

"Kamu itu bisa urusin anak nggak sih? Aku itu capek. Perlu tidur. Besok udah harus kerja lagi. Kamu nggak tahu gimana capeknya kerja cari duit? Kalau aku kurang tidur, gimana aku bisa konsentrasi bekerja, hah?" sentak Amar dengan wajah kusutnya.

"Maaf Mas, Amri demam jadi agak rewel," ujar Aliyah seraya meringis. Kepalanya berdenyut nyeri, ditambah tangisan Amri yang melengking dan sentakan Amar membuat nyeri di kepalanya kian menjadi.

"Alasan aja. Cepat, suruh dia diam. Aku mau tidur. Awas saja kalau masih nangis."

Setelah mengatakan itu, Amar pun kembali ke kamar mereka.

Perlahan Amri memang terdiam dan kembali terlelap. Tapi Aliyah tidak berani membaringkannya lagi. Ia memilih duduk sambil menggendong Amri agar balita itu tidak terbangun lagi.

Pagi harinya, Aliyah kesiangan. Bahkan Aliyah sampai melewatkan waktu subuh. Karena semalaman Aliyah kesulitan tidur dan baru bisa memejamkan matanya menjelang subuh, alhasil, semua pun ikut kesiangan.

"Aliyaaah ... "

"Ibuuuu ... "

Teriak Amar dan Nana bersamaan. Hari sudah menunjukkan hampir pukul 7, sementara Amar harus tiba di kantor pukul 7. 30, begitu pula Nana yang harus tiba di sekolah sebelum pukul 7.30.

"Aliyah, kamu bagaimana sih? Kenapa nggak bangunin aku? Lihat, udah hampir pukul 7, padahal kamu tahu aku berangkat pukul 7. Kalau begini, aku bisa-bisa telat," omel Amar sambil berkacak pinggang di depan pintu. Padahal daripada mengoceh, bukannya lebih baik ia segera mandi. Tapi Amar lebih memilih melampiaskan kekesalannya terlebih dahulu pada Aliyah.

Aliyah yang baru saja terbangun, merasa nyeri di kepalanya makin menjadi karena suara menggelegar Amar. Lalu Nana pun ikut-ikutan menumpahkan kekesalannya pada sang ibu.

"Ibu, ibu ini bagaimana sih? Kan udah tahu aku itu berangkat jam 7, kalo aku terlambat gimana? Kenapa nggak bangunin aku sih?"

"Kepala ibu sakit. Semalaman nggak bisa tidur. Amri juga demam tinggi semalaman, makanya ibu kesiangan. Bukannya sengaja," tutur Aliyah lirih. Tenaga Aliyah seakan terkuras habis membuatnya begitu lemas.

"Halah, alasan saja! Cepat siapkan pakaianku. Awas saja kalau aku sampai terlambat ke kantor."

Aliyah hanya bisa menghela nafas panjang sambil mengusap dadanya berharap diberikan kesabaran dari yang kuasa.

"Ibu, sarapannya mana? Aku laper?" tanya Nana setibanya di dapur justru tidak menemukan apa-apa.

"Maaf, ibu nggak sempat buat sarapan. Kepala ibu pusing."

"Ck, ibu ih, aku kan laper. Ya udah, minta duit tambahan aja biar aku bisa beli sarapan di sekolah."

"Na, kan kamu udah dikasi uang jajan, seharusnya kamu bisa dong atur dan sisihkan. Jadi kalau ibu nggak sempat masak kayak gini, kamu bisa beli sarapan di luar. Ibu nggak punya duit lagi untuk kasi kamu tambahan uang jajan."

Nana mendelik tak suka, "Bu, jajanan sekarang itu mahal-mahal. Ini aja pas-pasan buat jajan pas istirahat, masa' untuk sarapan harus pake uang itu juga, ya mana cukup."

"Na, belajar berhemat. Ibu tahu semuanya sekarang mahal, tapi bukan berarti uang 20 ribu itu harus selalu kamu habiskan dalam satu hari."

"Ibu itu bisa matematika nggak sih? Untuk ongkos gojek aja pp 10rb, terus 10 ribu jajan, itupun sebenarnya nggak cukup Bu. Bakso aja paling murah semangkuk 15 ribu. Malu aku tuh Bu diliatin temen-temen jajan itu-itu aja. Gorengnya lagi, mie instan lagi. Kalau pingin bakso pasti nunggu ada yang berbaik hati mau nambahin. Atau nggak, nunggu kalo ayah mau anter sekolah biar bisa hemat 5 ribu," sanggahnya terus dengan wajah cemberut. Melihat ibunya hanya menatapnya datar, Nana pun pergi begitu saja dari sana.

"Ayah, aku ikut!" teriak Nana saat keluar dari kamar.

"Ck, ayah udah hampir terlambat. Kamu naik ojek aja kayak biasa," tolak Amar.

"Tapi Yah, duitnya mau aku pakai beli sarapan. Anterin dimh Yah, sebentar doang kok."

Amar berdecak, "iya, iya. Tapi temenin ayah ke suatu tempat dulu."

Nana berseru riang sambil mengangguk setuju.

Aliyah mendekat sambil menyerahkan secangkir kopi. Untung saja Amri sudah bisa ia baringkan di kasur, bila tidak, Aliyah pasti akan kesulitan saat menyeduh kopi itu.

"Maaf Mas, nggak ada sarapan pagi ini," ujar Aliyah. Amar mendengkus sambil menyambar kopi di tahan Aliyah.

"Makanya, jangan bangun kesiangan. Lihat, gara-gara kamu semua jadi kacau," delik Amar. Ia lantas mengirup sedikit kopi itu dan mengembalikannya pada Aliyah.

Setelah itu, Amar pun segera berjalan menuju mobilnya. Sebelum berangkat, Aliyah menyempatkan menyalami tangan Amar dengan takzim. Disusul Gaffi yang baru bangun. Begitu pula Nana yang menyalami tangan sang ibu meskipun dengan wajah ditekuk masam. Setelahnya, Amar pun segera menjalankan mobilnya menuju ke suatu tempat yang memang tidak jauh dari sekolah Nana.

...***...

Ditunggu like, komen, dan hadiahnya ya, Kak. Semoga aja retensinya bagus terus biar bisa ajukan kontrak dengan regulasi baru. Kalo nggak lulus, wah terpaksa mandek deh. 😄

...HAPPY READING ❤️❤️❤️...

1
Mirani Rani
Lumayan
Mirani Rani
Luar biasa
Husnul Khalifah
baru baca pala udah puyeng apalagi kalo ada di posisi aliyah
Yovita Vita
gak seru,polisinya polisi india
Yovita Vita
pasti si penjahat budi
Yovita Vita
ayahnya amar yg datang
Yovita Vita
budibyg mukul amar
Yovita Vita
dasat nafisa sundal
Yovita Vita
aliyah😭😭😭
Yovita Vita
alaram yg berbunyi di ponsel aliyah
Yovita Vita
amar dn fisa kakak beradik
Yovita Vita
baru tau rasa,amar laki brengsrk
Vivi Abdi Aza
Luar biasa
Vivi Abdi Aza
Lumayan
Yovita Vita
gk tega q,Ikutan 😭😭
CikCintania
perkara paling menakutkn di dunia kehilangan org paling d sayang.. 😭😭
CikCintania
lah kenapa xpenjarakn saja.. nanti d luar makin teruk pula🤭🤭
CikCintania
Ayok adik beradik kali🤭🤭
Yovita Vita
batu baca bab 1 udh mancing emosi
CikCintania
Didikn Bundanya sdh betul anaknya sendiri yg maw jadi setan ..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!