Diselingkuhi sedih? Sudah tidak jaman! Angkat kepalamu, gadis, mari kita balas dendam.
Betari diselingkuhi oleh kekasih yang dia pacari selama tiga tahun. Alih-alih menangis, dia merencanakan balas dendam. Mantan pacarnya punya ayah duda yang usianya masih cukup muda. Tampan, mapan, dan kelihatannya lebih bertanggungjawab. Jadi, Betari pikir, kalau dia tidak dapat anaknya, dia akan coba merebut ayahnya.
Namun ditengah misi balas dendamnya, Betari justru dikejutkan oleh semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penjelasan Andara Kepada Betari
Makin hari, Betari semakin disibukkan dengan agenda balas dendam. Respons Melvis yang sesuai harapan membuatnya semakin bersemangat untuk terus bergerak maju. Saking sibuknya, dia juga sampai tidak punya waktu untuk memikirkan soal Nando dan Andara lagi. Bagaimana kehidupan keduanya setelah dia memutuskan kontak, apakah hubungan mereka terus berlanjut atau hanya jalan di tempat, juga apakah keduanya mulai saling menyalahkan dan menangisi kepergiannya atau tidak. Yang memenuhi kepala Betari akhir-akhir ini betulan hanya Melvis dan rencana balas dendamnya.
Itu adalah kabar baik, pikir Betari. Karena semakin sedikit distrakasi, semakin besar pula peluangnya untuk menyusun rencana lebih matang dan berhasil.
Namun, Betari lupa bahwa bumi itu berotasi. Dia lupa bahwa segala sesuatu yang selalu terlihat mulus bisa tiba-tiba saja berubah seratus delapan puluh derajat penuh rintangan dan lika-liku. Seperti hari ini.
Hatinya sedang berbunga-bunga ketika melangkah keluar dari gedung kantor yang menawannya selama sembilan jam. Pekerjaannya berjalan-jalan, semua tugas sudah dia selesaikan sebelum deadline, Ola menemaninya makan siang dan menghiburnya dengan berbagai tindakan konyol yang mengundang gelak tawa. Hari Betari hampir sempurna, sampai ketika kakinya mencapai lobi depan, matanya malah menangkap kehadiran seseorang yang sama sekali tidak ingin dia lihat dalam jarak pandang.
Andara ada di sana, di dekat pos security, sendirian, dan tampak celingukan menunggu seseorang.
Mood Betari seketika rusak, tetapi dia tidak ingin membiarkan dirinya terbawa suasana dan harinya yang nyaris sempurna jadi hancur begitu saja. Jadi, setelah berhenti sejenak di lobi dan berupaya menenangkan diri, dia melanjutkan langkahnya.
Betari berjalan dengan percaya diri. Posturnya tegap, dagunya terangkat, langkahnya terayun mantap. Ketika melewati pos security, dia hanya menyapa petugas di sana sekilas lalu melenggok bagai tidak ada eksistensi Andara di sana.
Namun, upaya Betari untuk menghindari konflik justru digagalkan oleh Andara begitu gadis itu semena-mena menarik lembut lengan Betari.
“Be,” panggil Andara.
Betari merotasi bola matanya, ogah-ogahan membalikkan badan dan menatap malas sosok Andara yang menunjukkan wajah memelas.
"Be, tunggu. Ada yang mau aku omongin."
"Kalau kamu mau ngomong, silahkan aja. Tapi kalau kamu minta aku buat dengerin, aku nggak bisa."
“Aku tahu kamu masih marah sama aku, tapi apa kamu nggak bisa kasih aku satu kali aja kesempatan buat jelasin semuanya dari sudut pandang aku?” tanya Andara, cenderung seperti sedang merengek.
Dih!
Betari muak, jujur saja. Dia tidak ingin mendengar penjelasan apa pun karena yakin isinya pasti hanya omong kosong penuh bualan semata. Tapi Andara seolah tidak mau peduli pada keengganan Betari, gadis itu tetap melanjutkan ucapannya meski tanpa persetujuan.
“Aku tahu kamu marah, marah besar sama aku. Tapi, Be, aku merasa nggak adil kalau kamu menganggap ini semua adalah salah aku. Aku tahu aku salah, tapi bukannya kamu juga ada andil dalam hal ini?”
Tangan Betari mengepal kuat, rahangnya mengeras, matanya memanas. Para pelaku perselingkuhan ini memang terkenal tidak tahu diri dan sering playing victim, tetapi Betari masih saja kaget mendengar omong kosong itu keluar dari mulut Andara. Mungkin karena mereka sudah bersahabat lama dan image Andara baginya adalah seseorang yang berhati malaikat dan selalu mendukung setiap langkahnya. Jadi, ketika image itu mulai memudar, Betari seakan tidak tahu siapa yang sedang dia hadapi sekarang ini.
“Kamu sibuk, Be. Kamu sering nggak ada waktu buat Nando. Kamu juga terlalu mandiri sampai hampir nggak butuh bantuan orang lain. Sedangkan aku, aku bisa jadi tempat Nando mencurahkan hal-hal yang mengganggu pikirannya. Aku bisa memenuhi egonya sebagai lelaki untuk merasa dibutuhkan,”
“Aku, Be. Aku yang bisa mengisi kekosongan yang kamu tinggalkan, jadi rasanya nggak adil kalau kamu justru menumpahkan segala kekesalan kamu ke aku alih-alih mencoba melihat ke dalam diri kamu sendiri.”
Betari mulai merasa aliran napasnya tidak normal. Dadanya terasa sesak. Katakanlah dia memang bersalah karena tidak memiliki hal-hal yang disebutkan oleh Andara barusan, tetapi apakah itu wajar untuk menghadirkan perselingkuhan. Mereka—Nando dan Betari—sama-sama sudah dewasa. Tidak bisakah mereka membicarakan tentang hal tersebut daripada kabur seperti pengecut dan malah mencari pelarian?
“Aku salah, tapi kamu juga nggak sepenuhnya bener, Be.”
Cukup sudah Betari menahan diri. Kesabarannya tidak bisa lebih luas lagi dari ini. Telinganya mulai terasa panas dan dia merasa kepalanya akan meledak sebentar lagi. Maka sebelum itu betulan terjadi, Betari menghempas genggaman Andara di pergelangan tangannya dan berniat pergi.
Akan tetapi, Betari kembali dibuat tersentak kala tubuh Andara yang sedikit lebih kecil darinya justru jatuh tersungkur ke tanah. Padahal Betari yakin sentakannya tidak sekuat itu untuk membuat seseorang sampai limbung.
“Aw…” Andara merintih. Betari lihat wajahnya meringis.
Sialannya, itu adalah jam pulang kantor dan orang banyak melintas di tempat mereka berada. Ketika Betari memutar kepala, beberapa bahkan tampak menghentikan langkah dan memandang ke arahnya dan Andara sambil berbisik-bisik pada orang-orang di sebelahnya. Betari merasa seperti dipandang sebagai penjahat sekarang. Sedangkan Andara adalah tokoh protagonis yang hidupnya selalu tertindas dan menunggu diselamatkan pangeran tampan.
“Nggak usah drama, Andara. Aku nggak ada dorong kamu.” Betari setengah mendesis.
Kekesalannya semakin bertambah ketika Andara tidak kunjung bangun dan Nando tiba-tiba datang bagai pangeran berkuda putih. Tangan besarnya dengan sigap membantu Andara bangkit. Memeluk tubuh kecil Andara seperti seseorang yang tidak akan pernah membiarkannya terluka lagi. Nando melirik sebentar ke arah Betari.
“Dia jatuh sendiri.” Betari memberikan statement sebelum Nando sempat membuka mulut. Setelahnya, dia melenggang pergi. Dadanya terasa penuh sekarang. Rasanya, dia ingin menelan seorang manusia hidup-hidup.
Walaupun sudah berusaha menghadirkan distraksi untuk melupakan kejadian tidak mengenakkan sepulang kerja tadi, nyatanya Betari masih tidak bisa menenangkan diri. Kekesalannya pada tingkah Andara yang terlalu drama masih membuat kepalanya terasa berat. Betari masih tidak habis pikir Andara bisa berubah menjadi begitu menyebalkan hanya karena seonggok Nando.
“Aish!” Betari bangun dari posisi rebah. Mendudukkan diri dengan napas naik-turun.
Untuk beberapa lama, Betari terdiam sambil berusaha menenangkan gejolak tidak nyaman di dadanya. Sampai kemudian terbersit ide di luar nalar yang muncul tiba-tiba di kepala.
Karena pikirannya sedang runyam, Betari cenderung bertindak impulsif. Tidak ada tuh berpikir dua kali, tiga kali, apalagi sampai seribu kali. begitu idenya muncul, Betari langsung bergerak menyambar ponsel di atas nakas dan mendial nomor Melvis.
Persetan mau dikatai cegil, sebab ketika telepon tersambung dan suara Melvis terdengar oleh rungunya, Betari langsung menembak, “Pak Melvis free, nggak? Mau temenin saya minum?”
Di seberang, Melvis tak kunjung memberikan jawaban. Hanya ada hening dan suara napas berat Melvis yang sesekali menyapu telinga Betari.
Hatinya yang masih dipenuhi dongkol lantas membuat Betari menyeletuk lagi tanpa banyak pikir panjang. Dia berkata, “Kalau Pak Melvis sibuk, saya bisa pergi sendiri. Maaf udah mengganggu waktu—”
“Bisa. Saya bisa temani Mbak Betari. Kasih tau aja mau minum di mana.”
Secepat kilat, mood Betari berubah. Senyum puas merekah memenuhi wajahnya. Dadanya menjadi plong secara ajaib. Menakjubkan.
“Oke, saya share location-nya sekarang.”
.
.
Bersambung.