Sebuah rasa yang sudah ada sejak lama. Yang menjadikan rasa itu kini ada di dalam satu ikatan. Ikatan sah pernikahan. Namun sayang, entah apa masalahnya, kini, orang yang dulu begitu memperhatikan dirinya malah menjadi jauh dari pandangan nya. Jauh dari hatinya.
Alika Giska Anugrah, wanita cantik berusia 25 tahun, wanita yang mandiri yang sudah memiliki usaha sendiri itu harus mau di jodohkan dengan Malik, anak dari sahabat orangtuanya. Lagipun, Giska pun sudah memiliki rasa yang bisa di sebut cinta. Dari itulah, Giska sangat setuju dan mau untuk menikah dengan Malik.
Tapi, siapa sangka, Malik yang dulu selalu mengalah padanya. Kini, malah berbanding terbalik. Setelah menjadi suami dari Giska, Malik malah jadi orang yang pendiam dan bahkan tak mau menyentuh Giska.
Kira-kira, apakah alasan Malik? Sampai menjadi pria yang dingin dan tak tersentuh?! Yuk baca! 😁
Kisah anak dari Anugrah dan Keanu--> (Ketika Dua Anu Jatuh Cinta)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuli Fitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Sepertinya, semalam adalah mimpi. Giska pikir paginya ia akan di kejutkan dengan Malik yang tidur di sebelah nya, namun ternyata, semua kembali ke setelan awal. Malik kembali dingin. Aneh dan ajaib. Giska semakin pusing memikirkan suami nya. Ia pikir, Malik menangis dan menyesali perbuatannya pada Istrinya. Namun, entahlah, apa yang membuat suaminya itu menangis.
Kini, Giska tengah duduk di meja makan. Pagi ini ia sudah menyelesaikan pekerjaan rumah. Dari nyapu, ngepel, sampai membuat sarapan. Sedangkan cucian tinggal ia jemur. Jadi, sekarang saatnya ia sarapan. Dia tidak menghangatkan makanan yang di beli oleh sang suami, tapi ia hanya membuat nasi goreng.
Jangan tanyakan di mana Malik, karena Giska benar-benar tidak tahu dan tidak perduli. Giska memulai sarapannya setelah ber-do'a. Namun, baru saja satu suap ia masukan sendok berisi nasi ke dalam mulut, sang suami memanggilnya.
"Sayang! Ada Mika, nih!" teriak Malik dari luar.
Giska mengembuskan napas kasar, "dia manggil bukan karena sayang, tapi karena tahu, aku belum pakai cadar," ucap nya pelan, tangannya sibuk mengikat cadar di belakang kepalanya.
Setelah selesai, Giska lantas beranjak dari duduknya, meninggalkan sepiring nasi goreng yang sedang enak-enaknya. Berjalan ke arah ruang tamu dan begitu di sana, ia di sambut senyuman manis dari Mika, sang adik ipar.
"Assalamu'alaikum, Mbak Alika." sapa Mika dengan gayanya yang selalu ngeselin.
"Wa'alaikumsallam," jawab Giska yang kini lantas duduk di sofa yang ada di ruang tamu. "Sudah sarapan belum, Ka?!" tanya balik Giska.
"Belum, tapi belum lapar, sudah ngopi soalnya," jawab Mika, adik dari Malik.
Giska menganggukkan kepalanya, sekilas ia mengerling ke Arah Malik yang duduk di sebelah sang adik.
"Aku, ke sini mau nunjukin ini, Lik," ucap Mika dengan menyodorkan kartu nama.
Giska mengambilnya, "apa, ni?" tanyanya.
"Itu, kartu nama Sarah, dia punya brand bagus itu, Lik. Kamu bisa stok baju-baju punya dia," jelas Mika pada kakak iparnya.
"Hm, telat. Aku sudah mau ambil stok nya," ujar Giska.
"Pfttt ... hahaha," sang suami dari Giska tertawa, memukul keras lengan sang adik.
"Lara eh Mas! (Sakit loh Mas!)" kesal Mika yang di pukul keras oleh sang Kakak.
Giska melirik kesal ke arah sang suami. 'Bisa-bisanya dia tertawa di atas penderitaan sang istri,' ucapnya dalam hati dengan kesal.
"Lah, kamu. Sudah di bilangin, Giska mah sudah update barang terbaru pastinya." ujar Malik.
"Tidak ada lagi, yang mau kamu katakan 'kan Ka?!" tanya Giska serius. Mika sekilas melihat Giska dan menggeleng. "Ya, sudah. Aku tak lanjut jemur pakaian," sambung Giska seraya berdiri, meninggalkan kakak-adik yang masih setia duduk di sana.
Giska masih bisa mendengar helaan napas yang keluar dari kedua pria yang dulu selalu ada untuknya itu. Ia tahu, Mika kecewa karena kini dirinya tak lagi sedekat dulu. Dulu, mudah sekali buat dirinya duduk di antara Malik dan Mika, bermain sepuasnya. Namun kini, Giska sudah membatasi segalanya. Tak perduli dulu Mereka sedekat apa. Yang jelas kini, semua tak lagi sama.
..._-_-_-_...
"Mas, Lika lagi kenapa sih?" tanya Mika pada sang Kakak. Lelaki 25 tahun itu melihat ada yang aneh dari perempuan yang kini bergelar menjadi Kakak iparnya.
Malik mengedikan bahunya, "memang kayak gitu 'kan dia?! Selalu seenaknya," jawab Malik.
Bayangannya menerawang jauh ke masa lalu. Di mana waktu itu, di hari Sabtu, saat sekolah libur. Dia yang tengah asik-asiknya main game di ponsel harus di paksa oleh Giska untuk mengajari bocah cantik, rewel dan semaunya sendiri itu. Sampai akhirnya ia tak menggubris dan Giska kesal, lantas lari dari rumah Malik menuju rumahnya. Membuat Malik harus ikut mengejar sampai ngos-ngosan. Tidak sampai di sana, sampai berhari-hari bahkan Giska nya itu tetap marah padanya. (Ini ada di bab, Bonchap di Novel Ketika Dua Anu Jatuh Cinta.)
Malik tersenyum saat mengingat itu. Ia tak pernah berpikir akan berjodoh dengan Giska yang dulu sangat ia benci. Benci bukan berarti tak suka, hanya saja suka kesal dengan sikap nya yang suka mengatur dan harus di turuti. Bahkan itu semua sampai Giska di SMP, karena setelah SMA, Malik sudah Kuliah dan tak lagi terlalu dekat dengan Giska.
"Malah, bengong! Itu Istrinya di panggil. Mau berangkat bareng nggak? Motornya di Toko 'kan?!"
Suara Mika mengagetkan Malik yang tengah mengingat-ingat masa lalu. Lantas Malik berdecak, ia pun lalu beranjak dari duduk nya. Mencari keberadaan sang Istri. Mika yang di sana hanya gelang-gelang kepala melihat keduanya. Sang adik seperti nya merasa ada yang aneh di antara Kakak dan Kakak iparnya itu.
Malik berjalan ke arah kamar mereka, ia bisa melihat di sana Giska tengah duduk dan menunduk, memandangi ponsel.
Malik, mengetuk pintu, membuat Giska menoleh. "Berangkat sekarang," ucapnya. Lantas meninggalkan Giska yang menatap tubuh sang suami yang kini sudah tak lagi terlihat.
Giska kembali menunduk menatap layar ponselnya, ia pandangi foto seminggu yang lalu. Foto dirinya saat tengah berada di keadaan bahagia, yaitu saat menunggu Mas Malik nya mengucap ijab Kabul, untuk menikahi dirinya.
Setelahnya, ia menghela napas dan memasukan ponselnya ke dalam tas. Membaca basmalah dan beranjak dari duduknya, ia lalu pergi menyusul sang suami dan adik ipar. Begitu sampai di luar, masih ada Malik yang bersiap untuk mengunci pintu.
Giska lantas menunggu, ia tak mungkin masuk terlebih dulu ke dalam mobil, sementara di sana sudah ada Mika, adik iparnya. Dan setelah Malik masuk ke dalam mobil, barulah ia mengikuti nya. Masuk ke dalam mobil. Mika yang sadar ada sesuatu lantas diam, ia hanya mulai menjalankan mobil Kakak nya meninggalkan pelataran rumah sederhana milik sang Kakak ipar.
Ya, rumah itu memang rumah Giska. Rumah yang di belikan oleh sang Nenek. Nenek Ranti memang tidak mau sang cucu ngekost saat di Jakarta, jadilah ia membelikan sang cucu rumah. Untuk alasan kenapa rumah sederhana, karena Nenek Ranti tidak mau Giska terlalu lelah bersih-bersih jika rumahnya terlalu besar.
Yang akhirnya kini, bisa dia tempati dengan suaminya tanpa harus membeli apalagi ngontrak. Walaupun sayangnya, rumah yang seharusnya hangat karena di huni oleh sepasang suami-isteri, malah jadi rumah yang semakin dingin karena sikap suami pada istri yang seperti salju di kutub utara. Dingin.
Dalam perjalanan, Giska, Malik juga Mika semuanya diam. Tidak ada yang bicara. Bahkan sampai Giska sampai di depan Tokonya. Ia hanya turun tanpa menyapa ke-duanya, bahkan pada Malik saja tak ia lakukan. Membuat kerut di kening Mika semakin terlihat. Tapi, karena tidak ingin terlalu ikut campur, lelaki berusia 25 tahun itu lantas menjalankan kembali mobilnya.
giska boleh nampak effort kamu tu untuk selesaikan masalah
nolong orang justru menyusahkan diri sendiri dan menyakiti keluarga.... hedeeee