Level Up Milenial mengisahkan Arka, seorang guru muda berusia 25 tahun yang ditugaskan mengajar di SMA Harapan Nusantara, sekolah dengan reputasi terburuk di kota, dijuluki SMA Gila karena kelakuan para muridnya yang konyol dan tak terduga. Dengan hanya satu kelas terakhir yang tersisa, 3A, dan rencana penutupan sekolah dalam waktu setahun, Arka menghadapi tantangan besar.
Namun, di balik kekacauan, Arka menemukan potensi tersembunyi para muridnya. Ia menciptakan program kreatif bernama Level Up Milenial, yang memberi murid kebebasan untuk berkembang sesuai minat mereka. Dari kekonyolan lahir kreativitas, dari kegilaan tumbuh harapan.
Sebuah kisah lucu, hangat, dan inspiratif tentang dunia pendidikan, generasi muda, dan bagaimana seorang guru bisa mengubah masa depan dengan pendekatan yang tak biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Rifa'i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ulangan di Atas Awan dan Kekonyolan di Balik Belajar
Satu minggu sebelum ulangan semester, kelas 3A punya ide brilian atau lebih tepatnya, gila.
“Mending belajar di bukit aja! Sekalian nyegerin otak!” usul Reza sambil mengangkat tangannya penuh semangat di tengah rapat kelas.
Andi langsung menimpali, “Dan bisa sambil eksperimen kimia di atas awan! Siapa tahu oksigen lebih murni di sana!”
Deri, yang biasanya penuh logika, akhirnya menyerah, “Oke, asal jangan bikin api unggun dari bahan peledak, ya.”
Maka, berangkatlah rombongan 3A menuju Bukit Nusantara dengan tas penuh buku, bekal, tikar, dan satu galon kopi susu buatan Amira.
Setibanya di bukit, mereka langsung membentuk kelompok belajar. Tapi belajar ala 3A tentu bukan belajar biasa.
Toni membuka diskusi dengan gaya seperti moderator debat politik:
“Baik, saudara-saudaraku. Hari ini kita akan bahas taktik menghadapi soal-soal jebakan semester. Mari kita mulai dari strategi bertahan hidup di pilihan ganda.”
Lia menimpali dengan teatrikal, “Bayangkan pilihan A hingga E sebagai hantu-hantu masa lalu. Mana yang akan kalian lawan?”
Andi berdiri dan menunjuk langit, “Aku pilih F! F untuk... Fakta bahwa aku lupa semua rumus!”
Semua tertawa. Tapi ya... tetap belajar.
Amira memimpin kelompok puisi dan bahasa Indonesia.
“Kita akan membuat pantun-pantun pembakar semangat!”
Contohnya:
Belajar di bukit sambil tertawa,
Nilai tinggi pun jadi nyata.
Kalau otak mulai merana,
Segelas kopi buat bahagia!
Reza, sambil memegang kameranya, mengabadikan semua kekonyolan itu.
“Ini bakal viral. Judulnya: ‘Belajar Sambil Gila, Nilai Tetap Juara!’”
Menjelang sore, Deri menyusun kuis simulasi ujian. Tapi dia menyelipkan soal jebakan:
“Soal nomor 7: Apa ibu kota Indonesia?”
Semua menjawab, “Jakarta.”
Dina tersenyum jahat. “Salah! Jawabannya: Hati kita semua, karena belajar butuh cinta.”
Amira melempar bantal ke wajah Dina.
sore hari, mereka berkumpul mengelilingi api kecil Pak Arka yang menyusul mereka dengan sepeda motor trail, ikut bergabung.
“Saya pikir kalian bakal main-main... Tapi saya lihat, ini belajar paling hidup yang pernah saya saksikan.”
"dari tadi kami belajar sambil main-main pak." celetuk Dina.
Reza angkat tangan, “Pak, belajar kami hidup, kadang terlalu hidup sampai nyaris meledak.”
Andi bersin dan alat eksperimennya meledakkan marshmallow di tongkatnya.
"kita bisa serius tidak, jika kita main-main terus seperti ini, kita akan susah menghadapi ulangan semester dan ujian nasional." ucap Sinta.
Semua terdiam dan memperhatikan Sinta, Pak Arkan tersenyum. "benar kata Sinta, kita adalah keluarga di sini kita harus kompak."
Arkan berdiri menatap mereka semua yang duduk." untuk saat ini, kita akan belajar 3 mata pelajaran dulu, bahasa inggris, bahasa indonesia dan matematika."
"Pak, gimana dengan pelajaran lain." ucap Lia dingin.
"untuk pelajaran lain, kita akan lanjutkan besok di sekolah saja." ucap arkan
Suara jangkrik sesaat hening, tiba-tiba." yeah.. " teriak mereka semua.
...----------------...
Reza mengajar fokus dengan bahasa inggris. ia murid yang pintar dalam mata pelajaran bahasa inggris. "baiklah, kita akan membahas Soal materi grammar" ucap Reza.
“Welcome, my dear chaotic class mates! Today, you’ll learn English with the master of nonsense me!”
Andi langsung berseru, “Bahaya nih! Grammar kita akan kacau dalam hitungan menit!”
Semua tertawa. Tapi tiba-tiba, Jaka mengangkat tangan dengan serius:
“Bang, kalau ‘I am sad but I eat bakso happily’, itu tenses-nya gimana?”
Reza berpikir sejenak, “Itu tenses campuran: emosional present continuous plus happy passive aggressive.”
Lalu Amira bertanya, “Kalau ‘I want to sleep but my cat judges me,’ itu masuk grammar yang mana?”
Reza menjawab sambil pura-pura memegang buku tebal tak terlihat:
“Ah, itu disebut cat conditional clause. Hukum kedua: jika kucing menghakimi, manusia harus tetap bangun dan mengerjakan tugas.”
Seluruh kelas terpingkal.
...----------------...
Amira, ia dipercaya oleh Arkan untuk mengajar bahasa Indonesia, ia tak di ragukan lagi dengan keahliannya membuat puisi menulis novel jurnal dan menciptakan sebuah lagu dengan bahasa baik dan benar.
Andi langsung mengacungkan tangan, “Mira, kalau orang jatuh dari motor karena lihat mantannya, itu termasuk majas apa?”
Amira menghela napas, “Itu... mungkin metafora patah hati. Tapi secara harfiah, itu musibah.”
Semua langsung tertawa.
Deri ikut bertanya, “Kalau aku bilang, ‘Hatiku seperti portofolio saham yang merah setiap hari,’ itu puisi atau curhatan investor gagal?”
Amira nyengir, “Itu majas personifikasi... sekaligus satire ekonomi pribadi. Layak dimuat di kolom opini galau.”
Jaka mencoba fokus dengan bertanya serius, “Mira, bisa contohkan puisi pendek bertema perjuangan?”
Amira pun membacakan:
Langkah kecil menapaki mimpi,
Meski dunia sering tak peduli.
Dalam senyap aku berteriak,
‘Aku bisa!’ walau tertatih.
Jaka berdiri dan tepuk tangan lebay, “Wah! Masuk TVRI langsung komandan !”
...----------------...
Sinta di percaya oleh Arkan untuk mengajar matematika.
Jika 2 log x \= 4, maka nilai x adalah...?
Andi angkat tangan dengan gaya sok serius.
“Sinta, kenapa kita harus cari x? Kenapa x selalu hilang? Apakah x ini sebenarnya mantan yang belum move on?”
Seluruh kelas meledak tertawa.
Sinta tersenyum kecil, “Kalau x mantanmu, berarti kamu sedang dalam proses pemulihan aljabar.”
Deri mengangkat tangan dengan ekspresi serius.
“Kalau 5x + 3 \= 18, dan x ternyata adalah harga seblak, apakah itu berarti kita semua miskin?”
Sinta menjawab tanpa ragu, “Kalau harga seblak segitu, kita bukan miskin. Kita korban inflasi cemilan."
Lia mencoba bertanya sambil menahan tawa.
“Kalau akar dari 49 itu 7, apakah akar dari patah hati adalah waktu?”
Sinta, sambil menulis √49 \= 7 di papan, menambahkan di bawahnya:
√(broken heart) \= time + chocolate.
Amira bertepuk tangan, “Itu jawaban paling matematis dan emosional dalam sejarah kelas kita.”
Mereka belajar dengan ganti gantian, namun di balik itu mereka selalu menyelipkan candaan agar tak terlalu tegang dalam belajar.
“Ulangan semester ini bukan soal nilai saja, tapi bukti bahwa kita bisa belajar dengan cara kita sendiri!”
Dan mereka pun turun bukit dengan semangat baru, berbau kopi, penuh hafalan, dan baju yang setengah kotor karena jatuh dari hammock.