”Aku sudah meniduri Ariana, biarkan aku bertanggung jawab dengan menikahinya!” perkataan itu keluar dari mulut Arkana, bocah SMA berusia 18 tahun yang tak ingin sang ayah menikah lagi.
Ariana, gadis berusia 22 tahun harus terjebak di antara dua pria beda usia sejak dia bekerja sebagai pengasuh di kediaman Bradley.
Namun konflik di antara ayah dan anak itu semakin besar karena sang ayah yang berniat menikahi Ariana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maaf dan Terima Kasih
Arkana tak bisa berkata apapun melihat Ariana yang sedang menangis ketakutan, tubuhnya terlihat menggigil seolah melihat hal paling menakutkan. Namun melihat pakaiannya yang masih utuh, Arkana yakin gadis itu belum di perlakukan buruk oleh Randi. Hanya terlihat luka gores di lutut dan juga sedikit darah di sudut bibirnya.
”Apa-apaan Arkana, kau menggangguku dan sekarang kau mau mengambil wanita itu. Dia sudah ku bayar jadi kau tak punya hak mengambilnya dariku,” ucap Randi dengan emosi saat melihat Arkana mencoba membawa Ariana yang nampak ketakutan.
Arkana tak bergeming, dia membuka jaketnya dan memakaikan pada gadis itu. Saat Arkana merangkul Ariana dan akan membawa keluar dari kamar itu, sebuah kepalan tangan mendarat di wajah Arkana. Dengan nafas yang naik turun Randi terlihat marah melihat Arkana yang mengganggunya.
”Dasar budeg, loe gak punya telinga kah bocah. Gue udah bilang cewek ini udah di bayar, emang loe punya hubungan apa sama nih cewek?”
Arkana tak menjawab, namun kepalan tangannya dia daratkan ke tulang pipi Randi. Cukup keras sampai membuat pria itu tersungkur.
”Dasar bocah brengsek, bukannya jawab malah balik mukul gue!”
Kedua pria itu pun terlibat perkelahian sengit, sementara Ariana berusaha mencari ponselnya.
”Ah tidak, tasku ada di kantor Vera nenek lampir itu.”
Dengan sisa tenaga nya dia berusa menarik Arkana yang sedang beradu pukulan dengan Randi. Keduanya sama-sama terluka, namun Arkana terlihat tak bisa mengimbangi kekuatan Randi yang sepertinya lebih kuat.
”Ada keributan apa di sini? Hah Tuan Randi, apa yang terjadi? Kenapa anda babak belur?” Tanya Nyonya Vera yang mendengar keributan di lantai atas, dia terkejut melihat pemuda yang baru datang ke tempatnya membuat keributan di tempat usahanya.
”Bagaimana anda bisa ke sini dan mengganggu kenyamanan pelanggan saya. Kalau memang anda mau, tinggal booking saja,” ucap wanita paruh baya itu dengan enteng. Namun Ariana menampar Vera cukup keras, dia sudah tertipu oleh wanita itu.
”Jangan pernah tawarkan hal keji ini padanya, dan jangan pernah menjebak lagi gadis-gadis di luar sana untuk menjadi pundi-pundi rupiahmu!”
”Wah, kau melawan yah! Ini sudah pilihan mereka, kau saja yang jual mahal nona Ariana,” ucap Vera sambil melayangkan tangannya, namun sebuah tangan menahannya sebelum Ariana terkena tamparan dari Vera.
”Kau pikir aku tak berani. Mereka melakukan itu karena tak bisa melawan pria-pria hidung belang penuh nafsu itu,” lawan Ariana sambil melempar tangan wanita itu.
Dari luar terdengar suara sirine mobil polisi. Membuat keributan di gedung yang menjadi tempat prostitusi berkedok butik.
”Kak Vera, di luar ada polisi,” ucap seorang pria bertubuh besar yang selalu bersama Vera.
”Keluar dari sini, kedatanganmu malah menjadi kesialan bagiku!”
Arkana segera membawa Ariana keluar dari kamar itu. Kini yang ada di pikirannya hanya pulang, tidur, dan beristirahat. Sementara Ariana, dia tak ingin lagi percaya pada orang-orang yang bahkan bersikap baik padanya.
”Sebentar, aku mau ambil tasku.”
Ariana segera pergi ke sebuah ruangan yang berisi loker. Dia mengambil tasnya dan menghampiri Arkana.
Arkana tak berbicara apapun, perasaannya campur aduk. Marah, kesal, benci, namun juga kasihan pada gadis yang kini sedang dia genggam tangannya.
Mereka keluar dari bangunan itu, di antar oleh pegawai Vera yang pastinya akan berhadapan dengan pihak berwajib yang ada di depan.
...~~~...
Arkana membawa motornya melaju dengan kecepatan tinggi, perasaannya masih bercampur aduk. Sementara Ariana, dia titipkan pada sang ayah yang menjemputnya ke butik bersama beberapa polisi.
Sepanjang jalan, gadis itu terdiam menyesali semua yang terjadi. Walau pun tak sempat di di nodai oleh Randi, namun rasa traumanya tetap membekas mengganggu psikologi nya.
”Aku harap mereka bisa di tahan, memalsukan identitas sebuah butik untuk menutupi bisnis gelap mereka benar-benar perbuatan yang licik,” Arga pun mulai membuka suara, dia benar-benar tak menyangka jika butik yang cukup terkenal itu menyimpan banyak rahasia.
”Saya minta maaf, karena saya Arkana jadi terluka,” ucap Ariana sambil menangis diliputi rasa bersalah. Dia teringat dengan perkelahian yang terjadi di depan matanya, pukulan demi pukulan saling mendarat di wajah dan perut Arkana dan juga Randi yang saling membalas.
”Untuk saat ini kau yang harus memulihkan diri. Aku tahu kau pasti trauma. Arkana juga, seharusnya dia di bawa ke rumah sakit.”
Sementara itu, Arkana mulai merasakan sakit di kepala dan juga perutnya akibat pukulan tadi. Namun dia yang membawa motor harus menjaga keseimbangan, agar tak terjadi hal yang tak dia inginkan.
Arkana lebih dulu sampai di rumah, dia segera masuk ke dalam kamarnya dan membaringkan tubuhnya di ranjang. Lelah dan sakit membuatnya lupa dengan keadaannya yang berantakan. Tak peduli dengan luka yang ada di wajah dan juga tubuhnya.
Beberapa waktu kemudian, tibalah Arga dengan mobilnya. Tak ada pegawai rumahnya yang tahu dengan insiden ini kecuali satpam yang melihat ketiga orang itu keluar dari rumah.
”Ariana, pergilah ke kamar dan tidur. Aku yakin jika Arkana juga sudah terlelap,” pesan Arga pada menantunya. Dia pun segera pergi ke ruang kerjanya. Sementara Ariana teringat dengan keadaan Arkana yang pastinya sedang kesakitan.
Gadis itu berinisiatif membawa mangkuk berisi air es dan dua buah handuk kecil. Juga seporsi makanan dan paracetamol untuk meredakan nyeri.
”Arkana,” panggilnya sambil mengetuk pintu kamar Arkana. Tak ada sahutan dari dalam, dia yang khawatir membuka pintu kamar tersebut. Di lihatnya Arkana sudah terlelap, dengan beberapa lebam di wajahnya.
Gadis itupun berinisiatif mengompresi luka Arkana dengan es batu yang di balut handuk kecil. Dia pun membersihkan darah di sudut bibir Arkana, dan mengoleskan sedikit salep luka.
Gadis itu merawat Arkana yang sedang tertidur nyenyak. Malu, sesal, dan juga trauma kini memenuhi perasaannya.
”Maaf, aku tak mendengarkanmu. Dan Terima kasih karena telah menyelamatkanku,” ucapnya sambil menggenggam tangan Arkana. Gadis itu pun keluar dan masuk ke kamarnya, segera tertidur lelap dan mencoba melupakan kejadian malam ini.
Sinar matahari pagi menyapa Ariana lewat jendela, gadis itu perlahan membuka matanya. Namun pemandangan di depannya membuat gadis itu terkejut. Arkana sedang teridur di sampingnya.
”Kenapa dia bisa ada di sini?” Gumam Ariana yang terdengar oleh Arkana.
”Gue kebangun jam 4 tadi, mules. Terus lihat obat sama salep di nakas. Gue olesin salep di sana,” ucap Arkana sambil menunjuk sudut bibir Ariana yang terluka.
”Ah, aku fikir—”
”Fikir apa, hah? Kaya kejadian waktu itu? Yah, mungkin udah saatnya loe tahu kebenarannya juga,” ucap Arkana serius membuat Ariana menunjukan wajah bingungnya.
”Kebenaran apa?”