Arlena dan Dominus telah menikah lebih dari enam tahun. Tahun-tahun penuh kerja keras dan perjuangan untuk membangun usaha yang dirintis bersama. Ketika sudah berada di puncak kesuksesan dan memiliki segalanya, mereka menyadari ada yang belum dimiliki, yaitu seorang anak.
Walau anak bukan prioritas dan tidak mengurangi kadar cinta, mereka mulai merencanakan punya anak untuk melengkapi kebahagian. Mereka mulai memeriksakan kesehatan tubuh dan alat reproduksi ke dokter ahli yang terkenal. Berbagai cara medis ditempuh, hingga proses bayi tabung.
Namun ketika proses berhasil positif, Dominus berubah pikiran atas kesepakatan mereka. Dia menolak dan tidak menerima calon bayi yang dikandung Arlena.
》Apa yang terjadi dengan Arlena dan calon bayinya?
》Ikuti kisahnya di Novel ini: "Kualitas Mantan."
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Arlena 3
...~°Happy Reading°~...
Dominus masih berada di ruang kerja Arlena sambil melihat Office Boy (OB) membersihkan lantai dan merapikan ruangan. "Kau tahu tukang yang bisa perbaiki pintu itu?" Dominus bertanya kepada OB.
"Saya bisa perbaiki, Pak." Jawab OB setelah memeriksa kondisi pintu.
"Kalau begitu, ganti kuncinya." Ucap Dominus lalu mengambil dompet dan letakan uang di atas meja. "Rapikan lagi laci mejanya."
"Baik, Pak." Ucap OB yang memeriksa meja kerja.
Dominus segera kembali ke ruangannya setelah mengatakan apa saja yang harus dikerjakan OB. "Mari aku antar pulang. Ruangan belum bisa dipakai." Ucap Dominus kepada Selina yang masih tunggu di ruang kerjanya.
Tidak lama kemudian, mereka sudah berada di lift khusus untuk turun ke tempat parkir mobil Dominus. "Mas, antar aku beli HP dulu. Tadi sudah rusak." Selina berkata pelan sambil menunjukan wajah sedih.
"Ok. Kita pergi beli." Dominus langsung menyetujui, karena isi kepalanya seperti pohon bercabang. Dia belum mau membahas yang terjadi sebelum bicara dengan Arlena.
Walau Dominus tidak menyinggung, Selina tersenyum girang dalam hati. Dia yakin akan dibeli ponsel baru, saat Arlena melempar ponselnya hingga pecah berantakan.
~*
Di sisi lain ; Arlena seperti hewan terluka. Dia keluar dari ruang kerja tanpa melihat ke arah para staf yang keluar ruangan untuk mencari tahu penyebab bunyi pecahan dan suara ribut di lantai itu.
Kacamata hitam menolong dia untuk menutupi rasa malu di hadapan para staf. Kewibawaan mereka sebagai owner bagaikan orang membuang angin. Tiba-tiba keluar dan meninggalkan bau tidak sedap di udara. Dia yakin, apa yang terjadi akan terus diingat dan diperbincangan para karyawan.
Arlena langsung masuk ke lift lalu turun ke tempat parkir mobil. Setelah duduk dalam mobil, dia menghembuskan nafas kuat, lalu meninggalkan tempat itu, agar tidak disusul oleh Dominus.
Tidak ada air mata yang keluar dari matanya. Hanya amarah yang meluap, sehingga lupa dengan kehamilan dan tidak menyadari kondisi tangannya yang terluka.
Hatinya benar-benar hancur, menyadari penyebab perubahan Dominus, karena perempuan lain. "Pengecut... Kau menolak bayi ini, karena perempuan itu? Pengkhianat...!!" Ucap Arlena lalu memukul stir, marah. "Auuuu..." Arlena merintih karena merasa tangannya sakit.
Rasa sakit menyadarkan bahwa tangannya terluka. Dia melihat darah sudah membasahi stir dan lantai mobil. Dia segera menambah kecepatan mobil untuk meninggalkan kantor yang didirikan dengan keringatnya bertahun-tahun.
Arlena mengurangi gunakan tangannya yang terluka, karena selain sakit, luka masih terus mengeluarkan darah. Menyadari keadaannya, jantungnya berdegup cepat. Dia menghembuskan nafas berulang kali untuk menurunkan emosi dan melegakan dadanya, agar bisa tenang.
Kemudian dia membelok ke arah rumah sakit terdekat, karena tangannya makin sakit. Setelah parkir di tempat kosong, dia masuk ke UGD. "Suster, tolong periksa dan obati tangan saya." Ucap Arlena sambil memegang tangan kanannya yang masih mengeluarkan darah.
Sebelumnya, sakit hati membuat dia tidak menyadari tangannya yang sakit. Setelah emosinya mulai surut, dia mulai merasakan sakit di bagian tubuhnya akibat apa yang dia lakukan di ruang kerja.
Perawat yang bertugas segera memegang Arlena menuju tempat perawatan. Suster bergerak cepat, karena melihat tangan dan pakaian Arlena sudah berlumuran darah. Perawat bekerja cepat untuk menghentikan darah yang masih keluar dari tangan Arlena.
Perawat yang lain memanggil dokter. "Maaf, Bu. Kami harus jahit sedikit, karena lukanya agak dalam." Ucap dokter yang datang memeriksa tangan Arlena yang sudah dibersihkan.
"Iya, dok. Tadi saya pegang terlalu kuat pecahannya." Arlena menjelaskan kepada dokter yang memeriksa tangannya.
"Tidak usah takut, Bu. Ini kalau sudah jahit dan diobati, Ibu sudah bisa pulang."
"T'rima kasih, dok. Tapi tolong hati-hati berikan obat. Saya sedang hamil muda." Arlena teringat dia sedang hamil, jadi tidak mau dokter memberikan obat yang membahayakan bayinya.
"Oh, kalau begitu, Ibu istirahat sebentar setelah diobatin. Kami akan berikan infus, jadi Ibu bisa istirahat dan tenang." Dokter memberikan saran, karena melihat wajah Arlena memucat dan tangan gemetar.
Dokter curiga sedang terjadi sesuatu, karena Arlena datang sendiri dan berusaha tegar. Walau di luar terlihat kuat, tapi di alam bawah sadar sedang terjadi pergolakan hebat. Sehingga dokter menyarankan untuk dirawat, agar bisa melihat perkembangan kesehatannya. Apa lagi mengetahui dia sedang hamil.
"Iya, Dok. T'rima kasih." Arlena pasrah dan dia pikir, mungkin itu lebih baik. Beristirahat sejenak di rumah sakit, dari pada cepat pulang ke rumah dan melihat Dominus.
Setelah selesai menjahit tangan Arlena, dokter bicara serius dengan perawat, agar memantau kondisi Arlena. "Suster, saya minta pindah ruangan." Arlena memutuskan pindah ruangan, karena UGD sangat sibuk dan hiruk pikuk.
Setelah berada di ruangan VIP dan ditinggal sendiri oleh perawat, air mata Arlena mengalir di pinggiran mata. "Sayang, maafin Mommy. Tadi sangat emosi. Kita istirahat sebentar di sini, ya. Mommy perlu berpikir yang baik buat kita." Arlena berkata pelan sambil mengelus perut dengan sayang dan air mati makin deras mengalir di pinggiran matanya.
Ketika Arlena sedang memikirkan langkah yang akan diambil berikutnya, ponselnya bergetar. Dia segera merespon saat melihat nama Calista di layar ponsel.
"Hallo, Ar. Gimana hari ini?" Tanya Calista yang sedang santai di ruang kerjanya.
Hatinya tergerak untuk menelpon untuk menanyakan kondisi Arlena. Sikap Dominus membuat dia khawatir dan sering memikirkan calon bayi.
"Ngga baik, Cal...." Arlena bicara dengan suara bergetar menahan tangis.
"Ada apa? Dia bikin apa lagi?!" Calista tanya beruntun. Dia yakin, kesedihan Arlena berhubungan dengan Dominus.
"Nanti baru aku cerita, ya. Sekarang aku istirahat sebentar di rumah sakit..." Arlena berkata pelan.
"Apaaa? Shareloc..." Calista segera mematikan telpon. Dia jadi panik, sebab berpikir Arlena tidak mengatakan yang sebenarnya.
~*
Beberapa waktu kemudian, Calista masuk ruangan perawatan Arlena bersama perawat. "Terima kasih, Suster..." Calista tidak sabar berbicara dengan Arlena, saat melihatnya sedang duduk bersandar di atas tempat tidur sambil memegang perut.
"Apa yang terjadi...?!" Calista mendekati Arlena. Dia ingin mendengar yang sebenarnya saat melihat tangan kanan Arlena sedang dibalut perban. Sambil duduk, dia was-was memegang tangan Arlena.
"Begini, Cal... Aku penasaran dengar saranmu untuk tahu penyebab perubahan dia. Jadi tadi pagi aku ke kantor...." Arlena menceritakan apa yang ditemukan dan yang terjadi, hingga tangannya terluka.
Calista mendengar dengan emosi dan perasaan berubah-ubah sebagaimana perasaan Arlena saat menceritakan. "Kurang aj^ar... Mengapa kau melukai tanganmu? Mengapa tidak sabet muka kedua orang yang ngga tahu malu itu?" Calista jadi berdiri lalu memaki dan mengucapkan kata-kata kasar dan memaki untuk melampiaskan emosinya.
Arlena malah melihat Calista dengan mata berkaca-kaca. "Sekarang apa yang akan kau lakukan? Kau mau biarkan mereka menginjak kepalamu? Statusmu masih istri si penghianat yang ngga tahu diri itu." Calista tidak bisa menurunkan tensi emosinya.
...~*~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
Selina" dah nikmati dlu yang sekarang NNT kalau udah ada karma nyesel kau
gemes aku up Thor 😭
nggak sabar baca epsd selanjutnya up lagi kak