Menyukai Theresia yang sering tidak dianggap dalam keluarga gadis itu, sementara Bhaskar sendiri belum melupakan masa lalunya. Pikiran Bhaskar selalu terbayang-bayang gadis di masa lalunya. Kemudian kini ia mendekati Theresia. Alasannya cukup sederhana, karena gadis itu mirip dengan cinta pertamanya di masa lalu.
"Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Aku yang bodoh telah menyamakan dia dengan masa laluku yang jelas-jelas bukan masa depanku."
_Bhaskara Jasver_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nana
"Dia lagi sakit, lehernya ada bekas luka, kepalanya juga diperban meski bentar lagi sembuh. Tapi tangannya ada luka yang bikin Nana susah beraktivitas. Kakek berniat menyekolahkannya di sini tapi selalu tidak mau dan berlari menghindar seperti tadi." Kakek di sebelah Bhaskar bercerita tentang gadis sebelumnya yang menabraknya. "Pakaian kamu jadi kotor kayak gini, maaf ya?"
"Ah, nggak apa-apa, Kek. Kakek di rumah ini sendirian?" Bhaskar menatap sebuah rumah sederhana yang berjarak dua rumah dari rumah Mamanya. "Rumahku juga deket dari sini."
"Ada anak kakek sama cucu kakek di sebelah. Cucu kakek sepertinya seumuran kamu, kamu tahu Serena? Dia cucu kakek, Nana juga cucu kakek." Kakek duduk perlahan sambil memperhatikan Bhaskar yang melihat sekitar. "Terima kasih ya?"
"Sama-sama, Kek. Kalau gitu aku pulang dulu, mau mandi." Ya, Bhaskar cukup risih dengan penampilannya yang tidak mengenakkan. Ia menyukai kebersihan, jika seperti ini maka tidak akan membuatnya nyaman.
Bhaskar berjalan sambil memikirkan gadis yang menabraknya di sawah, ia merasakan ada sesuatu yang aneh bahkan merasa tidak asing dengan tatapan mata itu. Jantungnya berdetak cukup kencang, merasakan gejolak yang sempat terhenti karena kehilangan.
"Dari mana aja kamu?" Liam akan memasuki pekarangan rumah, tetapi melihat wajah ponakannya yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu sangat serius membuatnya terhenti.
"Rumah tetangga. Gimana tadi jalan-jalan paginya sama Kak Lyra? Udah kangen-kangenannya?" Entah kenapa, setelah melihat kejadian sebelumnya saat Liam ditempeli Lyra, Bhaskar jadi mulai suka menggoda hubungan Omnya.
"Pengen lebih lama," desis Om sembari memasuki teras rumah.
Ponakannya hanya tersenyum melihat Omnya yanh sedang mabuk asmara. Ia jadi tidak sabar melihat Liam membuka lembaran baru dengan seorang wanita dan memiliki keluarganya sendiri, bukan hanya dirinya. "Oh iya, Om kenal Nana?"
Liam yang membuka pintu hanya melirik Bhaskar sebentar sebelum melepas alas kakinya. "Nana? Nana siapa?"
"Katanya itu cucu kakek tetangga."
"Oh, kakek itu? Itu kakek nya Serena, kalau Nana Om nggak tahu, malah baru dengar namanya sekarang dari kamu," balas Om.
......••••......
Seorang laki-laki termangu memandang langit gelap tanpa bintang di atas sana. Sungguh ia sangat kesepian, biasanya ia bisa berbicara dengan Erga ataupun Theresia. Tetapi Erga mulai disibukkan dengan ujian kelulusan, sedangkan dirinya masih terbayang-bayang masa lalunya. Bhaskar ingin memulai semuanya dari awal, dari nol, dan beradaptasi dengan segala macam hal yang terjadi, bukan meminta waktu terus-menerus untuk menghindar yang membuat Omnya gelisah.
"Kenapa?" Liam memasuki kamar Bhaskar yang pintunya terbuka dan duduk di kursi meja belajar seraya melihat Bhaskar yang duduk di balkon. "Masih mikirin hal itu?"
Suara helaan napas itu terdengar panjang, tampak cukup berat dari mimik wajah ponakannya yang selalu memikirkan sesuatu berlebihan. "Aku mau jalan keluar, cari angin."
Laki-laki itu melewati Liam begitu saja, menyahut jaket di gantungan tanpa melihat wajah Omnya yang khawatir. "Hati-hati," ucap Liam.
Di luar sana, Bhaskar hanya menendang-nendang kerikil jalanan, merasakan dinginnya udara malam desa menerpa wajahnya. Seharusnya ini cukup segar, apalagi melihat wajah bocah-bocah yang bermain di lapangan rumput bahagia, menikmati masa-masa yang semestinya menyenangkan, bukan terbayang trauma akan kutukan.
"Ekhm! Lo Bhaskar cowok kemarin, kan? Gua mau minta maaf soal tuduhan itu," kata seorang gadis yang mendadak ada di sebelahnya. Bhaskar saja sampai tidak merasakan ada sesuatu yang mendekat saat gadis itu kearahnya.
"Hhm." Bhaskar ingin melanjutkan jalannya, tidak ingin berurusan dengan Serena karena sudah terlanjur kesal dengan gadis itu, tetapi sesuatu itu telah terlintas lagi di benaknya. "Nana itu saudara lo?"
Serena mengerutkan keningnya. "Dari mana lo tahu soal Nana? Diakan jarang keluar rumah apalagi kenalan sama orang."
"Jawab pertanyaan gua."
"Nana mirip sama gua, tapi gua nggak tahu kalau dia saudara gua. Gua aja sebenarnya anak adopsi," ucap Serena yang pelan di akhir.
"Lo bukan ada nyokap lo?" Serena mengangguk. "Maaf, gua nggak tahu. Kakek bilang kalian cucunya jadi gua tanya, gua juga nggak tahu wajahnya Nana."
Melihat Bhaskar duduk di kursi kayu panjang di pinggir jalan sambil melihat bocah-bocah bermain, Serena ikut duduk dengan menjaga jarak dengan laki-laki itu. "Kenapa? Lo tertarik sama Nana? Mau gua kenalin? Dia juga baru di sini, baru beberapa hari malahan, biar ada temennya gitu selain gua."
"Nggak perlu, bentar lagi gua balik ke kota," jawab Bhaskar. Ia celingak-celinguk melihat sekitar jalanan yang sepi dan hanya lapangan saja yang ramai.
"Ohh, Nana sejak pagi belum pulang, katanya sebelumnya sama kakek, tapi tiba-tiba menghindar setelah mengungkit soal sekolah, dia nggak mau sekolah meski dipaksa. Padahal anak-anak di luar sana banyak yang pengen sekolah." Serena menghela napasnya mengingatkan Nana yang merupakan bagian dari keluarganya sangat sulit untuk diajak berbicara.
"Kalau lo jadi temennya, sepertinya bisa bikin dia berubah pikiran, dia kurang bergaul, di rumah juga di kamar mulu. Kakek bilang dia sempat tatap lo lama waktu jatuh di sawah, kayaknya dia tertarik sama lo deh." Serena mendekati Bhaskar yang membuat laki-laki itu menggeser duduknya agar tidak terlalu dekat. "Bantu gua deketin Nana, ya? Please... dia sama gua juga kaku padahal pengen gua bantu."
"Cari aja orang lain, daya tarik gua emang kuat, tapi gua nggak tertarik sama lo." Bhaskar akan pergi, tapi tangannya ditarik oleh Serena.
"Bantu sekali aja, gua tahu permintaan ini terlalu mendadak, apalagi kita juga nggak sedekat itu, tapi demi Nana bakalan gua lakuin. Kasihan dia, dia insecure, takut sama dunia luar dan juga punya trauma kecelakaan."
Langkah Bhaskar seketika terhenti setelah mendengar hal tersebut. Ia jadi tertarik dengan kondisi Nana yang hampir sama dengan keadaannya. "Trauma apa?"
Saat Bhaskar kembali duduk, Serena mengambangkan senyuman. "Kata dokter dia kecelakaan, dari kecelakaan itu yang membuat dia trauma, bikin badannya banyak bekas luka dan selalu menghindari orang-orang karena kurang percaya diri. Dia jarang bicara sama gua, kadang gua pengen bicara aja selalu di balik pintu, nggak pernah secara langsung."
"Kecelakaan apa kalau boleh tahu?"
"Kecelakaan di kereta."
Sontak Bhaskar terdiam sesaat. "Kabar kecelakaan kereta bulan lalu?"
Serena mengangguk. "Iya, dia ditemukan di gerbong paling depan khusus wanita."
"Siapa nama lengkap Nana?" Gadis di sebelahnya menggelengkan kepalanya. "Masa lo nggak tahu nama orang-orang di keluarga ko sih."
"Ya mana gua tahu, dia juga sama adopsinya kayak gua. Lo tahu sendiri dia susah diajak ngomong."
Setelah mendengar banyak hal terkait Nana dari Serena, Bhaskar jadi menimbang-nimbang ingin membantu gadis itu. Ia tidak mengenalnya ataupun memiliki hubungan, hanya saja ia tertarik untuk lebih mengenal Nana. Mengetahui banyak hal dan peristiwa yang sebenarnya terjadi di dalam gerbong ketika kecelakaan itu berlangsung hingga menewaskan orang yang ia cintai.
"Oke, gua bakal bantuin lo dengan satu syarat."
...••••...
...Bersambung....