Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 04 - Perhatian Kedua
Syila pikir Zean akan bercanda, rasanya tidak mungkin pria itu bisa di rumahnya. Meskipun sama sekali dia belum pernah menginjakkan kaki di kediaman pria itu, akan tetapi apa yang diberitakan media tentang keturunan Ibrahim Megantara tidak mungkin berbohong.
Meski dengan rasa sakit dan ngilu di pangkal pahanya, Syila tidak mungkin bermanja dalam pelukan Zean. Jelas sekali dia sadar posisi, sekalipun memang istri Zean di mata agama.
Wanita itu tetap memaksakan diri untuk memasak di dapur lantaran suaminya tentu butuh makan. Setelah mengatakan ingin tidur tadi pagi, kini sudah jam sembilan Zean belum bangun juga.
"Aaaaw ... apa besok-besok akan tetap begini? Sakit semua badanku."
Dia mengeluh, lelah itu benar-benar terasa dan Syila tidak dapat pungkiri ngilunya tidak dapat dia utarakan. Mungkin karena baru pertama kali, apalagi lawannya adalah seorang Zean yang mungkin sudah ahli melakukan hal semacam itu, pikirnya.
"Ehem."
Wanita itu bergetar kala menyadari Zean mendekat ke arahnya. Tunggu, mau apa Zean? Memeluknya dari belakang seperti di drama-drama romantis itu? Atau mengucapkan selamat pagi dan mengajaknya perang lagi, pikir Nasyila dengan kepercayaan diri luar biasa tinggi.
"Syila."
"I-iya, kenapa?"
Memberanikan diri untuk menoleh dengan perasaan gugup luar biasa. Syila tidak bisa berpaling dari pesona pria yang telah berstatus sebagai suaminya ini. Tampan, otot perutnya benar-benar membuat mata Syila semakin dewasa.
"Aku mau mandi, handukmu dimana?"
Gleg
Pipinya bersemu merah, malu luar biasa dan ingin rasanya membelah diri. Apa yang Syila pikirkan, pria itu hanya bertanya dimana handuknya. Tanpa menjawab, Syila berlalu ke kamar untuk mengambil handuk yang baru. Ya, dia takut suaminya jijik tentu saja, tidak lucu jika Zean ilfeel padanya hanya karena handuk.
"Jalannya kenapa begitu? Apa aku berlebihan?"
Tanpa sadar, Zean menarik sudut bibirnya tipis. Pria itu salah tingkah melihat akibat perbuatannya sendiri, jika Zean ingat lagi tadi malam memang dia seakan gila sebenarnya.
Namun, senyum itu dia paksakan hilang begitu saja kala Nasyila mendekat. Dia membawakan handuk baru dan beberapa perlengkapan mandi lainnya, Zean memang tidak berpikir tentang itu. Sikat gigi dan lainnya tidak dia siapkan sama sekali, lebih tepatnya lupa.
"Terima kasih!!"
Batin Nasyila mengumpat, melihat ke punggung sang suami yang kini berlalu melewatinya. Sesulit itu Zean mengucapkan terima kasih, ya Tuhan apa memang sejak kecil tidak diajarkan etika, pikir Syila memejamkan mata.
Tidak apa-apa, mungkin saja baru. Lagipula sikap Zean memang begitu, Syila mencoba untuk memahami dan tidak menuntut diperlakukan baik. Yang jadi masalah setelah ini, apakah Zean akan suka dengan masakannya? Entah kenapa meski dia sedikit kesal pada pria itu, ketakutan Zean tidak akan menyukai masakannya muncul begitu saja.
BRAK
"Kyaaaaaa ... Mama!!"
Syila terkesiap dengan teriakan Zean di kamar mandi. Belum lagi suara benda jatuh yang cukup mengkhawatirkan, meski langkahnya sedikit sulit, Syila bahkan berlari ke kamar mandi.
"Jangan bilang jatoh, sampai stroke gawat."
Dia takut, traumanya akan kejadian di kamar mandi seperti itu masih saja melekat. Sebagaimana sang ibu yang berawal demikian, dia tidak ingin Zean bernasib sama ketika di rumahnya.
"Ke kenapa?"
Napas Zean tak beraturan, tubuhnya masih basah kuyup. Hanya sempat memakai handuk untuk menutupi pinggang hingga lututnya, itupun dia ikatkan asal.
Bak habis keluar dari ancaman, Zean memejamkan mata kemudian bersandar di tembok. Air mengalir dari wajah, leher dan dadanya. Dada pria itu kembang kempis dan dia merasakan napasnya seakan habis ditelan masa.
"Ada apa?"
"Di sana, ada yang berbulu ... Shiitt, kenapa bisa sebesar itu."
Zean menunjuk ke arah kamar mandi, dia bergetar dan tidak mampu untuk melihat ke sana. Bentuknya masih terbayang, kenapa bisa hewan itu tumbuh sangat gemuk di tempat ini.
"Tikus?"
"Ehm, besar sekali ... memang sengaja dipelihara atau bagaimana?" tanya Zean sebal pada Syila lantaran mengira tikus sebesar itu sengaja dipelihara.
"Orang gila mana yang pelihara tikus, memang di sini tikusnya besar-besar," balas Syila tidak terima dengan pertanyaan Zean.
Dia melangkah masuk ke kamar mandi, matanya terpejam seraya menghela napas pelan. Syila mengelus dada dan berusaha untuk sabar, wajar saja tadi dia mendengar suara benda jatuh. Ember penampungan air dengan ukuran besar pecah akibat Zean lempar, mungkin itu usaha dia mengusir tikus itu.
"Aaarrggh aku geli, dia berenang di sana juga?" tanya Zean geli dan menunjuk bak penampungan air di sana, tidak bisa dia bayangkan jika air yang dia pakai untuk mandi dan gosok gigi itu menjadi kolam renang seekor tikus got.
"Biasanya tidak, tadi ketemunya di mana memang?"
Ini aneh, seingat Nasyila sekalipun di sini banyak tikus belum ada kejadian benar-benar masuk ke kamar mandi. Kini, Zean bahkan pucat pasi usai pertemuan pertamanya dengan hewan menjijikkan itu.
"Di dekat kakiku!! Aah aku tidak bisa begini ... aku mau pulang," ucapnya seakan tidak tahan lagi berada di neraka semacam ini.
Syila tidak menjawab lagi, dia berlalu dan diikuti Zean di belakangnya. Hingga tiba di kamar, Zean duduk di tepian ranjang dengan lutut yang masih lemas dan tubuhnya masih bergetar. Sejak kecil hidup di lingkungan yang terjaga, jelas saja dia takut dipertemukan dengan hal semacam itu.
"Ini bajunya."
Zean memang membawa baju ganti yang dia letakkan di dalam tas kecil. Akan tetapi, Nasyila tetap menyiapkannya hingga Zean benar-benar siap mengenakannya. Hal kedua yang tidak pernah Zean dapat dari Nathalia, pria itu tertegun kala Nasyila melakukan hal sekecil itu untuknya.
"Sebelum pulang, sarapan dulu ... Bapak belum makan apa-apa sejak tadi malam," ujar Nasyila kemudian sedikit menjauh perlahan, Zean hanya menatapnya dan merasa ucapan sang istri sedikit aneh.
"Dia ngusir?" Zean bermonolog, padahal dia sendiri yang mengatakan ingin pulang karena takut.
.
.
.
- To Be Continue -