"Menikahlah segera jika ingin menepis dugaan mama kamu, bang!."perkataan sang ayah memenuhi benak dan pikiran Faras. namun, bagaimana ia bisa menikah jika sampai dengan saat ini ia tidak punya kekasih, lebih tepatnya hingga usianya dua puluh enam tahun Faras sama sekali belum pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam pertama.
Dua puluh menit, tiga puluh menit, hingga satu jam berlalu akan tetapi belum ada tanda-tanda Inara akan keluar dari kamar mandi. Hingga membuat Faras berpikir telah terjadi sesuatu pada istrinya itu di dalam sana.
"Inara.... Inara..... Inara....." hingga tiga kali menyerukan nama sang istri namun tak kunjung mendapat sahutan dari dalam dan itu mampu menambah kecemasan dihati Faras.
"Aku hitung sampai tiga, kalau kamu tetap tidak menjawab, aku dobrak pintunya." bukannya mengancam, tapi Faras mewanti-wanti jika tetap tidak dapat sahutan itu artinya telah terjadi sesuatu pada Inara di dalam sana.
"Satu....dua...." baru hitungan kedua Inara sudah membuka pintu setengahnya, kemudian diikuti dengan kepalanya yang menyembul keluar. "Maaf Mas, aku lupa membawa pakaian ganti."
Faras membulatkan mata mendengar alasan istrinya itu, tidak habis pikir. Jika hanya karena itu, bukankah Inara bisa minta tolong padanya untuk mengambilnya, tak perlu sampai bertelur hingga satu jam di dalam kamar mandi, bukan?
"Tunggu sebentar!." Faras berlalu dan tak lama kemudian kembali lagi. "Ini." pria itu menyodorkan jubah mandi ke tangan Inara yang menjulur keluar.
"Pakai itu saja, lagi pula aku tidak tahu pakaian mana yang ingin kamu kenakan!."
Di dalam sana Inara mengangguk padahal Faras pasti tidak akan melihatnya. Tak lama kemudian, gadis itu keluar dengan berbalut jubah mandi yang sedikit kebesaran ditubuhnya dan hal itu membuatnya terlihat lucu sekaligus menggemaskan.
"Mau apa?."
Inara tersentak menyadari tangan besar Faras sudah memegang tangannya yang hendak membuka koper miliknya.
"Mau ambil pakaian ganti, mas." jawab Inara apa adanya.
"Tidak perlu! Itu hanya akan menambah pekerjaanku nantinya."
"HAH..????." Bukannya sok polos, namun Inara tak mau berbesar kepala dengan berpikir Faras akan meminta haknya sebagai seorang suami di malam pertama mereka, mengingat sepengatahuan nya lelaki itu tidak memiliki rasa apapun terhadap dirinya.
"Takutnya kedinginan terus masuk angin nantinya."sambung Inara, masih mengulas senyum biasa, seolah tak paham kemana arah dari perkataan Faras barusan.
"Kamu tidak akan kedinginan selama aku ada di sini."
Deg.
Inara bingung bagaimana harus bersikap, ia tak bisa lagi berpura-pura tak paham dengan maksud pria itu.
Sesaat kemudian, Elusan tangan besar Faras pada tengkuk leher jenjangnya membuat tubuh Inara menegang. Ibarat tegangan listrik, mungkin saat ini Inara merasakan tegangan yang mencapai puluhan ribu volt.
"Mas mau ngapain?." sontak tanya Inara, tatkala Faras mengecup lembut tengkuknya. terlebih saat ini Faras sudah merubah posisinya jadi menghadap ke arah lelaki itu. Kini pandangan keduanya saling bertemu.
"Kita sama-sama sudah dewasa bahkan sekarang kita sudah sah menjadi pasangan suami-isteri. aku rasa tanpa mengungkapkan nya pun kamu sudah paham apa yang aku inginkan, Inara."
"Aku menginginkanmu, Inara." lanjut Faras memperjelas maksud ucapannya.
"Ta_tapi, mas." belum Inara melontarkan kata-kata, Faras sudah mengikis jarak diantara mereka, memberi kec-upan sayang dibibir sang istri. Perlahan kecupan sayang berubah menjadi ciu-man hangat nan memabukkan.
"Maaf mas, aku hanya belum terbiasa." ucap Inara saat Faras menyudahi ciumannya. tak ingin sampai pria itu salah paham akibat ia tidak membalas ciu-mannya.
Bukannya marah, Faras justru mengulum senyum. "Apa itu artinya aku yang pertama." dengan lembutnya Faras bertanya seraya mengusap bibir mungil Inara dengan ibu jarinya.
Anggukan kepala Inara mampu membuat Faras melebarkan senyumnya, dan sesaat kemudian kembali mengulang ucapannya di awal tadi. "Aku menginginkanmu, Inara, bolehkah aku menyentuhmu?."
Inara tak langsung menjawab, gadis itu terlihat diam seperti sedang berpikir dengan pandangan tertunduk.
"Layani suami kamu dengan baik nak, jaga makan dan minumnya, serta kebutuhannya yang lainnya karena itu adalah tugas seorang istri, Inara!." Inara teringat akan petuah yang hampir setiap hari dikatakan ibunya sebelum ia menikah.
"Jangan manjadi istri durhaka dengan menolak keinginan suami kamu, nak! Sejak kecil ibu selalu mendidik kamu menjadi anak yang baik dan menjadi istri yang baik kelak jika sudah berumah tangga, dan tunaikanlah semua yang ibu ajarkan setelah kamu menikah nanti, nak. turuti perintah nak Faras sebagai suami kamu selagi itu tidak keluar dari syari'at agama yang kita yakini!."
"Tapi mah, bagaimana jika mas Faras tidak mencintai Inara, apa Inara tetap tidak boleh menolak keinginannya?."
"Kalau nak Faras tidak mencintai kamu, mana mungkin nak Faras menikahi kamu nak, jangan bicara yang aneh-aneh, Inara. Tetapi, sekalipun itu terjadi, kamu tetap harus patuh kepadanya, Inara." lagi dan lagi, petuah ibu bersarang di benak dan pikiran Inara.
Pergerakan jemari Faras mengangkat dagunya, agar menatap padanya, akhirnya menyadarkan Inara dari lamunannya. "Aku tidak akan memaksa jika kamu menolak."
Spontan Inara menggelengkan kepala. "Mas boleh melakukan apa yang mas inginkan! Lagi pula sekarang mas sudah menjadi suami aku, dan mas berhak melakukannya, aku ikhlas!."
"Aku iklhas mas, aku iklhas meskipun kamu melakukannya tanpa cinta." kalimat itu hanya terucap dalam hati Inara tanpa berani melontarkan nya secara langsung dihadapan Faras.
"Sungguh...!." dengan suara yang terdengar begitu lembut, Faras memastikan.
Faras kembali mengikis jarak diantara mereka saat Inara kembali mengangguk, mengiyakan permintaannya. Hingga malam ini terjadilah sesuatu yang sudah seharusnya terjadi pada pasangan suami-istri, melewati indahnya malam pertama dengan mengarungi indahnya lautan cinta. Cinta??? Entahlah....Inara tak mau percaya diri jika Faras menginginkan dirinya karena mencintainya, bukankah seorang pria mampu bercinta dengan wanita yang tidak dicintainya, begitu pikir Inara.
Entah sudah berapa kali Faras melakukannya yang jelas Inara baru bisa mengistirahatkan tubuhnya pada pukul empat dini hari. Sebenarnya Faras masih ingin melakukannya lagi dan lagi, tapi melihat Inara sudah kelelahan ia pun tak tega melihatnya.
Faras menatap lembut wajah cantik sang istri yang telah larut dalam mimpinya. "Sekarang aku tak lagi peduli apakah kau masih mencintaiku atau tidak, karena yang terpenting sekarang kau sudah menjadi milikku seutuhnya, Inara. Terima kasih telah menjaganya untukku." Faras mengecup kening Inara dengan sayang, sebelum kemudian ikut merebahkan tubuhnya disamping sang istri.
Keesokan paginya.
Inara terjaga lebih dulu. Ia memandang ke arah lelaki yang kini masih terlelap dalam posisi telungkup tersebut. Ditatapnya punggung bidang yang mampu membuat wanita tergila-gila kepada pemiliknya.
Sungguh, Inara tidak menyangka secepat itu Faras menginginkan dirinya, menyentuhnya, membuat statusnya pagi ini menjadi mantan perawan setelah semalam diga-gahi oleh suaminya itu.
"Ya Tuhan.... Tampannya suamiku. Mau dilihat dari posisi manapun dia tetap saja terlihat tampan." puji Inara dengan nada lirih. Menyadari pergerakan Faras, dengan cepat Inara memalingkan wajahnya ke sembarang arah.
"Sudah bangun?." tanya Faras dengan suara parau khas baru bangun tidur.
"Iya, mas."
"Mandilah....! Kita akan sarapan bersama yang lain di bawah." seru Faras. "Atau kamu mau mandi bersamaku?." sambung Faras saat Inara tak kunjung merespon ucapannya.
"Enggak perlu...aku bisa mandi sendiri." sergap Inara. bisa jadi kalau mereka mandi bersama Faras akan kembali memangsanya, sementara bekas percintaan mereka semalam saja masih menyisakan nyeri pada bagian intinya.
Faras mengulum senyum melihat ketakutan di wajah Inara. "Pergilah mandi!." suara Faras terdengar begitu lembut.
"Iya. Ini juga baru mau jalan." Inara mencari selak yang pas untuk mulai menapak kaki dilantai.
Sadar istrinya tengah menahan rasa sakit, Faras pun menarik handuk guna menutupi tubuhnya dan beranjak ke arah sisi Inara, menggendong tubuh wanitanya itu tanpa berkata-kata sebelumnya.
"Mas....." Inara meringis kala merasakan tubuhnya seperti melayang.
dan Inara gampang ke makan omongan orang...
mana kepikiran Inara klo kamu juga mencintai nya...
Yuni jadi tersangka pil kontrasepsi...
kamu tau Amanda hanya iri padamu...
malah dengerin kata kata Amanda 🤦♀️
tp tdk untuk lain kali