( Zona Cinta Manis )
Midea Lestari harus menelan pil pahit ketika difitnah sudah menabrak seorang wanita yang tengah hamil besar hingga tewas. untuk menebus kesalahan yang bukan karena perbuatannya, ia harus mendekam di balik jeruji besi dan merelakan masa depannya.
Satu bulan mendekam dipenjara, akhirnya Dea dibebaskan karena keluarga korban membayar jaminan untuknya. sebagai gantinya Dea terpaksa menikah dengan Shady Hutama, duda tampan yang istrinya tewas dalam kecelakaan itu. Dea menjadi ibu pengganti untuk putri Shady yang bernama Naura.
Bagaimana lika liku kehidupan rumah tangga Shady dan Dea? Apakah Dea bisa meruntuhkan kerasnya hati Shady yang selalu menaruh dendam padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkanmiliar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04 - Keinginan Dea
Enam bulan kemudian,
Pagi ini Dea sedang menyiapkan makanan pendamping untuk Naura. Bayi mungil yang menggemaskan itu sudah berusia enam bulan. Itu berarti sudah enam bulan pula Dea terpenjara di rumah besar keluarga Hutama sebagai istri Shady.
Semua itu hanya sebuah status bagi Dea. Karena pada dasarnya ia hanya seorang pengasuh untuk Naura. Enam bulan menikah, Shady masih bersikap dingin terhadap Dea. Dan tuduhannya terhadap Dea belumlah berubah.
"Hari ini cucu Oma makan apa ya?" Suara Nilam membuat Dea tersadar dari lamunannya.
"Ibu? Hari ini aku membuat nasi tim brokoli." Dea berusaha tersenyum di depan Nilam. Dea sangat bersyukur karena ibu mertuanya sangat baik kepadanya.
Nilam menggendong Naura dan membawanya kepada Dea. Dengan senang hati Dea menerima Naura. Dea menciuminya dengan gemas.
"Hari ini biar Ibu yang menyuapi Naura. Kau siapkan saja kebutuhan Shady. Hari ini dia akan ke luar kota."
Dea mengangguk paham. Ia segera mendudukkan Naura di kursi makannya dan berpamitan. Dea menuju ke kamar Shady.
Tiba di depan kamar, Dea ragu saat mengetuk pintu. Meski begitu ia harus melakukannya.
"Permisi, Tuan. Nyonya Nilam memintaku untuk membantu Tuan bersiap."
Dea terus menundukkan wajahnya dan tak berani menatap Shady. Rasanya terlalu takut untuk menatap mata tajam milik duda tampan itu.
"Tataplah lawan bicaramu jika kau sedang bicara!"
Kalimat Shady membuat Dea mendongak.
"Maaf, Tuan. Aku diminta untuk..."
"Tidak perlu! Kau tahu kan seperti apa posisimu di rumah ini?"
Kalimat pedas yang dilontarkan Shady membuat Dea terdiam.
"Aku tahu kau kemari hanya untuk menyenangkan hati ibuku saja. Jadi, anggap saja tugasmu sudah selesai. Aku akan bicara pada ibu agar tidak menyuruhmu untuk melakukan hal-hal yang tidak perlu. Kau cukup mengurus Naura saja."
Dea hanya bisa mengangguk patuh. Seperti apapun dia berusaha, tetap saja semua akan terasa salah di mata Shady. Pria itu meminta Dea untuk keluar dari kamar, namun Dea bergeming.
"Ya baiklah. Aku akan keluar lebih dulu," ucap Shady.
Shady mendorong koper miliknya dan meninggalkan Dea di kamar itu. Kamar yang seharusnya menjadi milik mereka berdua, namun hingga kini Dea tak pernah menjadi penghuni kamar itu. Dea hanya bisa menghela napas dengan semua sikap Shady padanya.
"Kapan semua ini berakhir, Tuhan? Pernikahan macam apa yang sedang kujalani ini?" Dea hanya bisa menjerit dalam hati. Ia kemudian mengikuti langkah Shady.
#
#
#
Malam itu usai menidurkan Naura, Dea terbiasa menuju teras belakang untuk menatap langit malam. Hatinya tenang saat menatap kerlipan bintang yang seakan menemaninya.
Dea merasa tak sendiri. Ada jutaan bintang yang menemaninya setiap malam. Dea memainkan ponselnya.
Dea ingat jika sudah waktunya ia mengirim uang untuk orang tua dan adik-adiknya di kampung. Dea menghubungi Nana, adiknya yang paling besar.
"Halo, Na. Mbak sudah mengirim uang untukmu dan adik-adik. Belajar yang rajin ya. Kalian harus tetap sekolah apapun yang terjadi. Titip salam untuk bapak dan ibu. Maaf kalau mbak belum bisa pulang karena kesibukan."
Dea segera mengakhiri panggilan. Dea mengusap air matanya yang sempat menetes. Hingga saat ini keluarganya tidak tahu jika Dea sudah tidak menjadi seorang mahasiswi lagi. Bahkan kini ia sudah menikah dengan seorang pria kaya raya.
Dea menatap layar ponselnya. Ia mengecek sisa saldo tabungannya.
"Bukan ini yang aku inginkan! Aku memiliki uang banyak karena berada disini. Tapi bukan ini yang aku inginkan," lirih Dea yang akhirnya menumpahkan air matanya.
Tanpa Dea sadari, Shady sedari tadi memperhatikan gerak gerik Dea. Bahkan suara tangisan Dea kini terasa menyayat hati saat Shady mendengarnya. Pria itu tak pernah tahu jika apa yang dilakukannya terhadap Dea sangatlah membebani hati dan pikirannya.
Keesokan harinya, Shady menghampiri Dea yang sedang membuat nasi tim untuk Naura.
"Ehem!" Shady sengaja berdeham agar Dea menyadari kehadirannya.
"Eh? Tuan Shady? Apa ada yang Tuan butuhkan?"
"Ehm, tidak ada. Tapi..."
Situasi canggung mulai terjadi diantara kedua orang yang berstatus sebagai suami istri itu. Sudah berjalan enam bulan namun mereka tidak pernah mengobrol secara normal sebagai pasangan.
"Tapi apa, Tuan?" Dea menatap Shady.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Shady sedikit ragu.
"Eh? Maksudnya?" Dea masih tak paham dengan pertanyaan Shady.
"Aku sudah memberimu uang bulanan untuk kau kirim ke keluargamu. Tapi kurasa itu masih belum cukup. Sebenarnya apa yang kau inginkan?"
Dea cukup terkejut dengan pernyataan Shady. Rasanya Shady mengetahui apa yang sedang dirasakan oleh Dea.
"Katakan saja!"
"Saya ... saya ingin melanjutkan kuliah saya, Tuan." Dea berujar dengan ragu.
"Hanya itu?"
Dea mengangguk. "Saya bercita-cita untuk menjadi seorang guru. Jadi, saya masih berharap untuk bisa melanjutkan studi saya."
Dea meremas bajunya. Ia berharap Shady tidak marah dengan apa yang sudah Dea katakan.
"Baiklah. Aku bisa mengurusnya."
"Eh? A-apa?!" Mata Dea membola sempurna. "Tuan serius?!"
"Kau pikir tampangku ini tampang pembohong hah?!" Kesal Shady.
"Ti-tidak, Tuan. Terima kasih banyak, Tuan."
Senyum merekah tersungging di bibir Dea. Untuk pertama kalinya Shady melihat senyum indah milik Dea. Selama tinggal di rumah ini, Dea tidak pernah tersenyum ataupun tertawa lepas kecuali sedang bermain dengan Naura.
Sejenak Shady terlena dengan senyuman Dea hingga tak sadar jika gadis itu sudah pergi dari hadapannya.
"Bersikaplah lebih baik lagi terhadap istrimu, Bang." Nilam datang dan membuat Shady tersadar.
"Kurasa aku sudah cukup baik padanya. Ibu dengar sendiri kan dia minta apa?"
"Iya, Ibu tahu. Tapi ibu minta kamu jangan terus menyalahkan Dea atas apa yang menimpa Nola. Sudah enam bulan, apa kamu belum menemukan apapun soal kecelakaan itu?" Nilam masih tak habis pikir bagaimana bisa Shady lambat dalam mengatasi masalah ini.
"Belum, Bu. Mencari bukti tersembunyi tidak semudah yang kita kira."
Nilam menghela napasnya. "Ya sudah. Ibu percaya padamu. Lalu, dimana kamu akan mendaftarkan Dea kuliah?"
"Bukankah Clara akan pulang beberapa hari lagi dan akan lanjut S2 disini? Kurasa sebaiknya aku mendaftarkan Dea di kampus yang sama dengan Clara saja."
Nilam hanya mengedikkan bahunya. "Terserah kamu saja, Bang. Ibu sudah lelah terus memberimu nasehat."
#
#
#
Pagi ini semua anggota keluarga Hutama berkumpul di meja makan. Mereka akan sarapan bersama sebelum memulai aktifitas mereka masing-masing. Clara, adik dari Shady ini sudah kembali ke rumah setelah menempuh pendidikan di luar negeri.
"Aku sudah mendaftarkanmu di kampus Avicenna bersama dengan Dea." Shady berujar santai sambil menyendok makanannya.
"APA?! Bersama Dea?! Yang benar saja, Bang! Kenapa abang mendaftarkan dia disana juga?" Sungut Clara.
"Apa salahnya? Lagipula kau menempuh S2 dan Dea S1. Kalian akan berbeda gedung juga," tegas Shady.
Clara mendengus kesal. Ia sudah mendengar semua cerita tentang kecelakaan Nola yang diklaim sebagai kesalahan dari Dea.
Sementara Dea hanya diam melihat kilatan permusuhan yang di perlihatkan oleh adik iparnya. Ya, bagaimanapun juga Clara adalah adik ipar Dea meski usia Dea lebih muda dari Clara.
Usai sarapan, Dea menyiapkan segala kebutuhan Naura ketika ditinggal oleh dirinya kepada Rosi, kepala asisten rumah tangga disana.
"Nona tenang saja. Saya akan menjaga Baby Naura dengan baik."
"Terima kasih, Bi. Ini pertama kalinya aku meninggalkan Naura. Rasanya cukup berat." Dea memeluk dan menciumi pipi gembul Naura. Bocah kecil itu kegelian karena Dea terus menghujaninya dengan kecupan.
Shady yang tak sengaja melihat hal itu merasa sedikit tersentuh. Ia tak menyangka jika Dea begitu menyayangi putrinya. Ia pun menarik sedikit sudut bibirnya hingga membentuk senyuman.
dan yg mengirim bunga ke makam nola adalah rasya.
ceritanya bagus