Diana Steel yang baru saja menemukan sang tunangan bersama sahabat baiknya tengah berselingkuh, kembali pulang ke rumah dengan perasaan yang hancur. Diperjalanan, seorang Nenek tua menawarinya membeli sebuah novel tua bersampul hijau yang terlihat aneh di mata Diana.
Karena desakan sang Nenek dan rasa kemanusiaan yang tinggi, akhirnya Diana pun membeli novel yang menurut Nenek adalah novel yang mampu merubah kehidupan Diana. Apakah Diana percaya? Tentu tidak. Namun, kenyataan lain menampar Diana selepas menuntaskan cerita novel itu dalam satu malam. Dipagi hari berikutnya, dia terbangun di tempat lain dengan identitas sebagai Putri Diana Emerald. Sosok gadis malang, yang terasing sejak kecil dan malah akan berakhir mati ditangan suaminya sendiri, yaitu Kaisar Ashlan.
Menyadari hidupnya diambang bahaya, Diana memutuskan untuk menciptakan alur yang baru untuk kisahnya sendiri. Dia akan membuat Kaisar Ashlan jatuh cinta terhadapnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Insiden di Ibukota
Bab 4
Diana diam sepanjang perjalanan sambil terus berusaha menguatkan hati yang terasa begitu terluka. Sedikit banyak, gadis itu mulai mengerti bahwa tubuh yang saat ini ia miliki, bukanlah sepenuhnya menjadi haknya. Ada dua jiwa yang seolah bercampur menjadi satu. Jiwa miliknya sendiri, dan juga jiwa milik Diana Emerald. Sang Putri sesungguhnya dalam dunia paralel ini.
Diana sepenuhnya menyadari bahwa rasa sakit karena Kaisar Sean yang tak melepas kepergiannya adalah emosi milik Diana Emerald. Ia menyadari bahwa pemilik tubuh asli dari raganya ini, pasti sangat merindukan sosok Ayahnya yang memang sejak dilahirkan sampai sekarang tak pernah sekalipun berbicara bahkan sekadar menemuinya.
"Jangan cengeng, Di. Kau harus bisa kuat agar mampu memikirkan jalan keluar dari dunia aneh ini,"ujarnya bermonolog sambil menghapus sisa airmatanya.
Banyak yang harus dia pikirkan selain perasaan Diana Emerald. Ia harus memikirkan cara memperpanjang umur serta cara untuk keluar dari dunia novel ini. Bahkan, jika memikirkan segala penyebab dia memasuki dunia aneh tersebut, Diana mulai menyesali semua kebaikannya kepada Nenek penjual buku itu. Andai dia tak iba. Andai rasa kasihan mampu ia kesampingkan, maka mungkin saja saat ini dia masih berada di dapur restoran sibuk membuat saus. Bukan malah di tempat ini dan sibuk memikirkan cara agar tak mati muda.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar ketukan di jendela kereta kuda. Diana sedikit tersentak dan gegas membuka jendela tersebut. Tak dapat ia sembunyikan raut terkejutnya kala Kaisar Ashlan muncul disana dengan ekspresi datarnya yang tertutup topeng.
"Tidurlah! Kau pasti lelah. Perjalanan kita masih panjang," titah pria aneh yang kelak akan menjadi malaikat mautnya itu.
Membayangkan adegan kepalanya di penggal seperti dalam kisah, Diana langsung bergidik. Leher jenjangnya ia pegang secara reflek dan lekas menutup kembali jendela tanpa peduli bahwa sang Kaisar masih berada disana.
Sementara itu, Kaisar Ashlan yang seumur hidup baru kali ini diperlakukan seperti itu oleh seseorang, masih mematung dalam diam. Ksatria Bennett yang melihat semua adegan itu diam-diam tertawa kecil. Lucu sekali menyaksikan ekspresi Sang Kaisar sekaligus sepupunya yang sangat mirip orang ditolak cinta itu.
******
Menempuh perjalanan kurang lebih 8 jam dengan kereta kuda, Diana dan rombongan Kaisar Ashlan akhirnya tiba di kerajaan Barat. Tepatnya, di kota Bern. Kota terbesar yang menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan di Kerajaan adikuasa itu.
Diana yang sempat tertidur beberapa jam didalam kereta sebenarnya masih sangat mengantuk. Namun, hiruk pikuk keramaian Ibukota yang baru saja memulai hari mengusik pendengaran gadis bermata hijau itu. Apalagi, saat menyadari bahwa kereta mulai melaju pelan karena sedang melewati pasar, Diana makin antusias untuk melongokkan kepala memperhatikan pemandangan menyenangkan yang ada disekitar.
Gadis berambut kecoklatan tersebut tersenyum kagum melihat dagangan yang terhampar dipinggir jalan. Berbagai macam aksesoris, makanan, kain bahkan benda-benda kuno begitu menyenangkan untuk dilihat. Melipir sedikit dari tempat tadi, kini Diana kembali dimanjakan dengan deretan toko-toko yang memamerkan berbagai macam gaun indah didalam etalase toko mereka. Tentu Diana semakin takjub. Ia tak menyangka akan menyaksikan pemandangan yang hanya bisa ia lihat didalam film selama ini.
Para warga kota yang menyadari bahwa rombongan yang lewat adalah rombongan Sang Kaisar tampak menundukkan kepala mereka memberi penghormatan. Anak-anak kecil juga ikut melakukan hal yang sama meski tak selama yang dilakukan oleh orangtua mereka. Terbukti, begitu kuda yang ditunggangi sang Kaisar melewati mereka, mereka sudah berlarian kembali bermain seperti sebelumnya. Tentu orangtua mereka tak mampu mencegah anak-anak melakukan itu. Mereka terlihat tampak pasrah sekaligus merasa bersalah akan perilaku anak-anaknya.
BUGH!!
Tanpa disangka oleh siapapun, tiba-tiba saja sebuah bola sudah mendarat mengenai kepala bagian belakang Kaisar Ashlan. Keadaan mendadak hening. Laju rombongan Kerajaan terhenti seketika. Warga Kota pun seolah menahan nafas mereka saat kejadian itu terjadi.
Dua orang pengawal bergerak cepat menangkap tubuh bocah laki-laki berusia kurang lebih 5 tahun yang menjadi pelaku penendangan bola. Anak itu diseret kasar kemudian dibanting keras ke atas tanah. Semua yang melihat tampak menutup mulut mereka. Sementara, Kaisar Ashlan masih bergeming diatas kuda tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Anak kurang ajar! Beraninya kau menghina Yang Mulia Kaisar!" hardik salah satu pengawal yang tadi membanting kasar tubuh anak kecil itu.
Diana yang menyaksikan dari dalam kereta kuda mulai merasakan hatinya memanas menyaksikan pemandangan itu. Terlebih lagi, saat sang anak yang belum tentu sudah bisa membedakan mana baik dan buruk itu mulai menangis ketakutan. Buku-buku jari Diana bahkan memutih seiring cengkramannya pada permukaan jendela yang kian mengerat. Namun, ia juga sadar bahwa tak ada yang mampu ia lakukan mengingat dirinya pun juga harus mencari cara agar tak dibenci oleh sang Kaisar.
"Perhatikan baik-baik!" teriak sang pengawal dengan lantang. Pedang yang berada di pinggangnya ia hunus tinggi-tinggi. "Inilah hukuman bagi mereka yang berani menghina Yang Mulia."
"Ampuni anakku, Yang Mulia! Saya mohon!" teriak seorang Ibu yang tiba-tiba datang dan memeluk bocah lelaki tadi. Tubuhnya bersujud didepan kuda Kaisar Ashlan. Tangisnya tumpah, memohon dengan nada menyayat hati demi tangan sang putra yang hendak di potong.
Ashlan tak bergeming. Pun, dengan Ksatria Bennett. Diana yang menyaksikan itu menjadi geram sendiri. Apakah kedua lelaki itu tak berperasaan sama sekali?
"Minggir!" Tubuh sang Ibu didorong kasar. Dipaksa terpisah dari putra kecilnya yang juga berusaha untuk meraih tangan Ibunya.
"Tidaaakkk... Anakkuuu!!!" teriak Ibu itu semakin pilu.
Para warga kota hanya bisa tertunduk dalam. Sebagian dari mereka bahkan ada yang berusaha memalingkan wajah ketika pedang pengawal mulai terayun hendak menebas tangan si bocah kecil.
Dan...
CRASH!!!
Pedang yang terayun dengan deras tak bisa dihentikan lagi. Wajah pengawal yang melakukan eksekusi itu mendadak pias. Tepat beberapa detik yang lalu, Diana yang masih berada didalam kereta mendadak turun dan berlari memeluk tubuh anak kecil itu. Lengan kirinya terangkat menghalau laju pedang. Sementara, wajahnya berpaling dengan mata tertutup karena tahu bahwa nasib lengannya pasti tak akan baik-baik saja setelah ini.
"Ya-Yang Mulia...," ucap pengawal terbata. Dapat ia saksikan pedangnya berubah menjadi butiran debu dalam sepersekian detik. Ia pun jatuh lunglai dan bersimpuh ke tanah. Terlambat sedikit saja Kaisar Ashlan melempar jerat sihirnya, maka dipastikan dia telah membuat celaka Ratu negerinya sendiri.
Para warga kota ikut membulatkan mata melihat kejadian itu. Beberapa diantaranya bahkan tak sadar telah memekik tertahan saking takutnya menyaksikan kejadian tadi. Dan, saat semuanya tampak baik-baik saja, mereka mulai bernafas lega dan mulai mempertanyakan identitas wanita yang baru saja menyelamatkan tangan sang bocah kecil.
Mendengar riuh warga kota, Diana mulai memberanikan untuk membuka mata. Menyadari bahwa tangannya baik-baik saja dan anak yang ia tolong juga tidak jadi celaka, Diana terduduk lemas sambil melepaskan pelukannya dari tubuh si bocah.
Anak kecil yang masih terisak itu berlari ke dalam pelukan sang Ibu yang berdiri tak jauh dari tempat Diana terduduk lemas. Sementara, Diana masih berusaha menetralkan nafasnya.
"Apa kau sudah tak sayang pada tanganmu lagi?" tanya seseorang yang terdengar begitu dingin.
"Apa kau tak punya belas kasihan pada anak yang bahkan belum tahu apa-apa?" balas Diana tak mau kalah.
Diana mendengkus kesal. Ditatapnya Ashlan dengan tatapan benci. Demi apapun, dia paling tak suka pada seseorang yang berani menyakiti anak kecil seperti Ashlan dan para pengawalnya itu.
"Kembali ke dalam kereta! Kita harus secepatnya sampai ke Istana. Ada harga yang harus kau bayar demi menyelamatkan anak itu," ucap Kaisar Ashlan sambil melirik anak kecil tadi. Pertanyaan yang dilempar balik Diana ia abaikan begitu saja.
"A-apa?" Diana melotot. Dan, Kaisar Ashlan sudah memacu kudanya dengan cepat meninggalkan rombongan termasuk Diana.
nyaman di baca..
moga makin banyak ya novel lainnya..
kali ya,