Becoming A Poor Princess
"Aku sedang sakit. Tapi, jangan khawatir. Bekerjalah dengan baik tanpa memikirkan kondisiku. Percayalah! Aku mampu mengurus diriku sendiri, Sayang!"
Helaan nafas terdengar dari seorang gadis 24 tahun bermata hijau yang baru saja selesai menyerahkan dua porsi pasta pesanan pelanggan kepada seorang pelayan. Suasana hatinya mendadak buruk meski hari yang sibuk baru saja dimulai. Rasanya tak tenang saat tahu bahwa sang pujaan hati ternyata sedang sakit hingga tak masuk kerja hari ini.
"Diana, ada apa?" tegur kepala koki saat melihat salah satu bawahannya yang bertugas sebagai Saute chef atau koki khusus yang menangani saus pelengkap nampak melamun. Meski dapur belum terlalu sibuk karena baru saja restoran buka, namun sang kepala koki tetap saja merasa asing mendapati pemandangan didepannya. Seorang Diana Steel melamun di jam kerja? Yang benar saja. Itu bukan karakter Diana sama sekali.
Sejauh yang kepala koki tahu, Diana adalah sosok paling bersemangat. Sosok paling menggebu-gebu bahkan nyaris tak mengenal lelah. Bahkan, Diana adalah kesayangan semua orang karena selalu mampu menyebar energi positif kepada setiap orang.
"Tidak ada apa-apa, Chef," jawab Diana tersenyum. Ponsel yang sedari tadi menjadi fokusnya lekas ia masukkan kembali ke dalam saku celana.
"Apa ada masalah? Atau ada sesuatu yang sedang terjadi?"
Diana menggeleng. Mencoba berbohong namun sepertinya raut wajahnya tak mampu diajak bekerjasama.
"Kau ingin izin pulang?"
"Bolehkah?" Tanpa sadar, Diana menyahut penuh semangat. Jujur saja, jika diizinkan, dia hanya akan izin selama dua jam saja. Sekadar untuk menengok tunangannyanya dan membawakan makanan serta obat saja. Setelah itu, ia akan kembali bekerja bahkan rela lembur sekalipun.
Sang kepala koki tertawa melihat reaksi polos Diana. Beginilah gadis yang ia kenal. Selalu blak-blakan mengenai keinginan dan perasaannya.
"Maaf, Chef!" Menyadari dirinya terlalu bersemangat, Diana segera mengutarakan permintaan maaf.
"Santai saja, Di! Jika ingin izin pulang, silahkan saja! Tapi, selesaikan dulu 4 pesanan yang sedang mengantre itu," tutur kepala koki sambil menunjuk 4 kertas berisi pesanan yang ditempel di depan tempat penerimaan pesanan.
"Siap, Chef!" sahut Diana sambil memberi hormat pada kepala Koki. Pria bermata biru itu hanya tertawa lebar. Menaikkan kedua jempolnya sebelum berlalu mengawasi pekerjaan chef yang lain.
Penuh dedikasi, Diana mulai memasak saus spaghetti dan lekas menyajikannya dengan sempurna. Meski tak sabar lagi untuk memberi kejutan kepada Gerald, namun Diana tetap berusaha fokus dan memastikan bahwa rasa masakan yang ia sajikan kepada pelanggan tetap terasa lezat dan menggugah selera. Bahkan, Kepala koki pun selalu memuji saus buatan Diana.
******
Sampai di flat milik Gerald, Diana masuk begitu saja karena pintu yang memang tak pernah dikunci Gerald jika sedang berada di tempat. Senyum Diana mengembang sambil melihat makanan yang ia bawa didalam sebuah plastik yang ia tenteng. Namun, Diana berhenti tepat didepan kamar Gerald saat melihat lelaki itu sedang bertukar peluh dengan seorang wanita yang begitu Diana kenal.
"Ah...Ah...Ah...," ******* liar itu memenuhi Indra pendengaran Diana. Gadis itu bahkan nyaris memuntahkan isi perutnya saking jijiknya.
Vanya, sahabat baik Diana adalah wanita yang sedang bersama Gerald. Tanpa pikir panjang, makanan yang dibawa Diana dilempar dengan keras ke arah dua manusia yang hanya tertutup sehelai selimut tipis itu. Keduanya langsung terperanjat kaget saat melihat Diana di sana tengah menatap mereka penuh luka dan kebencian.
"Di?" lirih Vanya dengan sepasang bola mata yang membulat sempurna. Gerald melompat dengan sigap meraih celananya yang teronggok dibawah ranjang. Sementara, wanita selingkuhannya hanya bisa mengeratkan selimut menutupi tubuhnya yang tak mengenakan apa-apa.
Diana tak menjawab panggilan itu. Tanpa pikir panjang, ia lekas menghampiri wanita yang begitu ia sayangi layaknya saudara itu lalu melampiaskan kekecewaannya yang teramat dalam.
"Perempuan j*Lang! Tega sekali kau!" ucap Diana marah sambil menjambak rambut panjang Vanya.
"Ampun, Di! Jangan sakiti aku," kata Vanya berurai air mata. Wanita itu merasa serba salah. Hendak melepaskan tangan Diana dari rambutnya, namun tetap harus mempertahankan selimut tipis yang menjadi pembungkus tubuh satu-satunya.
"Aku sudah menganggapmu seperti saudara, Vanya! Aku bahkan membiarkanmu tinggal dirumahku secara gratis selama ini. Tapi apa balasannya, hah? Begini caramu berterimakasih pada orang yang sudah menyayangimu?"
Plak! Tamparan Diana mendarat di pipi perempuan yang selalu terlihat polos itu. Bahkan, sampai detik ini, wajah polos Vanya masih saja terpasang sempurna.
"Berhenti, Diana! Jangan sakiti Vanya!" kata Gerald sambil mendorong keras calon istrinya demi membela selingkuhannya. Lelaki yang baru berhasil mengenakan celana boksernya itu lalu menyeret Diana dengan kasar keluar kamar lalu menghempaskan tubuh tunangannya begitu saja ke lantai yang dingin.
Diana tak percaya pada apa yang baru saja ia saksikan. Gerald ternyata lebih membela Vanya dibanding dirinya yang merupakan tunangan dari pria itu. Bahkan, pernikahan impian mereka sebulan lagi akan terlaksana. Namun, hari ini semuanya hancur. Impian itu tinggal hanya sebuah kenangan pahit.
"Hah! Jadi, kau lebih membela dia dibanding aku?" tanya Diana usai berhasil bangkit kembali. Mata hijaunya yang indah menatap penuh amarah. Membuat rasa cinta yang selalu bisa Gerald lihat dengan jelas kini berubah suram.
"Vanya tidak salah apa-apa, Di. Aku yang memulai semuanya. Aku yang jatuh cinta padanya terlebih dulu." Gerald berusaha menjelaskan situasinya.
"Lalu, aku ini kau anggap apa, Gerald? Aku calon istrimu, tapi dengan teganya kau selingkuh dengan sahabatku sendiri? Dan Vanya, bukankah kau teman baikku? Sekalipun Gerald menyukaimu, tidakkah kau berniat untuk menolak atau menjauhinya? Dia tunangan sahabat baikmu, Vanya," teriak Diana di akhir kalimat. Vanya masih berdiam didalam kamar. Wanita itu masih tak berani beranjak ke mana pun. Ia bahkan bergetar hebat saat teriakan Vanya menggema meneriakkan kemarahannya.
"Kau membuat Vanya takut, Di! Pulanglah! Kita bicarakan hal ini nanti saja." Sekali lagi, Gerald hanya memikirkan perasaan Vanya. Hal itu membuat Diana semakin bertambah hancur. Untuk sesaat, Diana hanya diam. Berusaha menetralkan rasa yang berkecamuk sambil menatap nanar pada sup hangat yang berakhir tumpah diatas tempat tidur karena dilemparnya tadi.
"Sejak kapan?" Pertanyaan itu meluncur sembari berusaha menahan isak tangis. Sudah cukup ia merendahkan diri dihadapan pria seperti Gerald. Ia tak perlu banyak berbasa-basi lagi. Yang perlu ia ketahui hanya satu yaitu sejak kapan pengkhianatan yang begitu kejam ini mereka lakukan.
Gerald tertunduk sesaat. "Sudah berlangsung selama 6 bulan. Sejak... Kau selalu memutuskan untuk bekerja lembur dan tak memiliki waktu untuk bersamaku lagi."
Mendengar jawaban dari mulut lelaki pengkhianat itu, Diana tertawa sumbang. "Kau lupa karena siapa aku harus bekerja keras, hah? Itu karena kau! Andai kau tidak tertipu investasi bodong, aku juga tidak mungkin terus-menerus lembur ditempat kerja demi membayar hutang yang katanya tak mampu kau tanggung sendiri itu, Gerald. Aku bahkan tidak keberatan saat kau bilang, kau tidak bisa membantuku membayar hutang itu lagi karena adikmu juga memerlukan uang yang banyak untuk biaya sekolah. Aku mengerti. Aku sangat mengerti meski lelah harus aku pendam sendiri. Tapi, ternyata, aku di tipu mentah-mentah. Kau tidak lagi mau membayar hutangmu karena ada perempuan murah itu yang kau biayai. Iya, kan?" pekik Diana meluap-luap.
Gerald terdiam. Lelaki itu hanya tertunduk diam. "Dan kau!" Diana menunjuk Vanya yang berdiri mematung di depan pintu kamar. Wanita itu kini telah memakai dress ketatnya meski tanpa mengenakan pakaian dalam. "Aku sudah berbaik hati menampungmu dan memberimu makan selama ini. Kau malas bekerja pun, aku tak masalah. Tapi, begini caramu membalas ku? Dasar perempuan murahan!"
Mata Vanya membulat mendengar hinaan yang keluar dari mulut Diana. Tampak, wanita dengan rambut pirang bergelombang itu sangat tak terima. Ia pun melangkah mendekati Diana. Berniat menampar Diana namun malah dirinyalah yang terkena tamparan.
"Hentikan, Diana!" Sekali lagi, Gerald berusaha mendorong Diana. Namun, kali ini gadis itu merasa lebih siap. Ia tidak terdorong sedikitpun, sebaliknya, ia kembali meraih rambut panjang Vanya dan menampar wajah wanita itu berkali-kali.
BUGH!
Karena kewalahan melerai, Gerald akhirnya meninju wajah Diana tanpa sadar. Tunangannya itu langsung melangkah mundur sambil memegang sudut bibirnya yang robek dan mengeluarkan cairan merah berbau amis.
"Kurang ajar kau, Gerald!" ringis Diana yang bukannya berhenti malah makin membabi buta. Kali ini, incarannya bukan hanya Vanya. Namun, tunangannya yang br*engsek pun menjadi sasaran pukulan yang memang sudah lama tak pernah di asah lagi. Ya, Diana adalah pemegang sabuk hitam Muay-Thai. Jadi, perkara menghajar orang, dulu merupakan hal yang biasa baginya.
Hampir 15 menit membuat Gerald babak belur, Diana menyudahi amukannya dengan embusan nafas lega. Terlihat Vanya yang meringkuk di daun pintu kamar. Sejak tadi, ia hanya berusaha menyelamatkan dirinya sendiri tanpa mau tahu bagaimana kondisi Gerald yang tak ubahnya sudah seperti samsak tinju ditangan Diana. Bahkan, gigi depan Gerald copot dua.
"Kau juga mau?" tanya Diana saat melihat pandangan Vanya terlihat ketakutan melihat dua buah gigi Gerald yang baru saja dimuntahkan lelaki itu.
Dengan cepat,Vanya menggeleng. Pegangannya pada daun pintu makin mengerat.
"Kalian berdua dengar! Mulai sekarang, aku tidak ingin ada hubungan lagi dengan kalian." Diana menatap dua peselingkuh itu dengan nanar. "Kau wanita penggoda!" Tunjuknya pada Vanya. "Ambil semua barang-barangmu segera dari rumahku. Dan kau, lelaki tak tahu diri," telunjuknya beralih pada Gerald yang masih meringkuk kesakitan. "Mulai hari ini, kita tak punya hubungan apa-apa lagi. Dan, masalah hutangmu, kau lunasi sendiri mulai hari ini."
"Apa maksudmu dengan tak punya hubungan?" tanya Gerald dengan mata membulat.
Diana menyeringai. "Pernikahan kita batal. Aku tak Sudi menikah dengan lelaki pengkhianat sepertimu."
"Kau tidak berhak memutuskan sendiri, Di. Apa kata orangtuaku nanti?" Gerald berucap sambil menahan perih di bawah rahangnya.
"Aku tidak peduli. Nikahi saja selingkuhanmu itu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
paty
diana mau2nya lo kerja buat bayar hutang tunangan lo
2024-11-15
0
Nailott
bagus,diana, jngn
dikasih.ampun lelaki penghianat ,dan sampah seperti laki2,,, bsjingan .itu.kusuka kk .diawal cerira bagus ,
2024-07-22
2
オーロラ79
Makanya, aku ANTI sahabatan sama cewe. Soalnya rata2 MUNAROH...😂😂😂.
Hay kak, salam kenal... Mampir yach!🍻
2024-07-16
0