Lily Valencia seorang wanita yang cantik, yang mengandung dan membesarkan seorang anak seorang diri, tanpa tahu siapa yang menghamilinya.
Kehidupan yang keras ia lalui bersama Adam, putranya. Setelah Lily diusir karena di anggap aib oleh keluarganya.
Setelah Empat tahun berlalu, pria itu datang dan mengaku sebagai ayah biologis Adam.
"Dia anakku, kau tidak berhak memisahkan kami!"
"Dia lahir dari benih yang aku tanamkan di rahimmu. Suka atau tidak, Adam juga anakku!"
Lily tidak tahu seberapa besar bahaya yang akan mengancam hidupnya, jika ia bersama pria ini. Kehidupannya tak lagi bisa damai setelah ia bertemu dengan ayah dari anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Darah yang sama
Para karyawan tampak sibuk mengerjakan perkerjaan mereka, ada yang memasang tali masker, merakit selang oksigen atau alat kesehatan lainnya. Suara deru mesin mengaung di dalam pabrik, hawa panas yang sangat terasa meskipun kipas-kipas besar dinyalakan.
Seperti yang lain, Lily juga sibuk merakit selang karteter. Meskipun tangannya dengan cekatan menyatukan bagian- bagian yang harus direkatkan. Namun, hatinya merasa gelisah, ia merasa sesuatu terjadi pada putranya.
"Kamu kenapa Ly?" tanya rekan semejanya.
"Emang aku kenapa Jum?" tanya Lily balik.
"Owalah, ditanya malah balik nanya. Mukamu itu lho, nggak enak banget, kelihatan gelisah gitu. Kenapa? lagi galau?"
Lily terdiam, memang benar apa yang di katakan Juminten. Ada sesuatu yang mengusik hatinya, membuatnya resah dan gelisah tanpa sebab yang pasti.
"Hey ... ditanya bukannya jawab, malah jadi patung," celetuk Juminten.
"Aku nggak tau Jum, tapi aku khawatir sama Adam," jawab Lily.
"Adam kenapa? sakit?"
Lily menggeleng. " Nggak kok, Adam baik-baik aja. Tapi nggak tau, aku khawatir aja."
"Semoga nggak terjadi apa-apa sama Si Ganteng," ujar Juminten.
"Aamiin."
Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka. Namun, tak berapa lama, kepala bagian berjalan mendekati meja tempat Lily berkerja.
"Lily, ikut ke ruang saya sebentar," ucap kepala bagian.
"Baik Pak," sahut Lily.
Wanita itu segera bangkit dari duduknya, mengikuti langkah laki-laki itu. Entah kenapa perasaan Lily semakin berkecamuk, selama berkerja di pabrik ini, ia tidak panggil oleh kepala bagian seperti hari ini. Lily selalu berusaha mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Apa gerangan yang membuatnya harus ke ruangan kepala bagian hari ini.
"Pak, maaf sebelumnya. Ada apa ya Bapak memanggil saya?" tanya Lily takut-takut.
"Ada seseorang yang mencari kamu," jawab Bagas, seorang laki-laki berusia tiga puluh tahun, yang baru beberapa bulan menjabat sebagai kepala bagian.
"Tamu? Siapa Pak?" tanya Lily dengan keningnya yang berkerut.
"Udah, nggak usah banyak tanya," Ketus Bagas, sambil mempercepat langkahnya.
"Baik Pak." Lily pun mempercepat langkahnya mengimbangi Bagas
Setelah melewati bagian pengemasan, akhirnya mereka sampai di sebuah ruangan. Bagas mengeser pintu perlahan, ia berjalan masuk dengan Lily yang mengekor di belakangnya. Seorang pria berpakaian rapi, berdiri didepan meja Bagas.
Lily merasa tidak mengenal pria itu, tapi saat melihat sosok anak laki-laki yang sedang duduk tertunduk di kursi yang ada di sana. Mata Lily seketika melebar.
"Rafa!" panggil Lily.
Mendengar suara yang dikenalnya, Rafa mengangkat wajahnya. Kedua mata sembabnya kembali bercucuran air mata.
"Tante Lily," jawab Rafa.
Lily melangkah mendekati Rafa, perasaannya mengatakan telah terjadi sesuatu yang buruk.
"Ada apa Rafa kemari? Apa yang terjadi?" cerca Lily. Rafa kembali menunduk.
"Maafkan Rafa, Tante. Adam ...Adam dia," ucap Rafa ketakutan, ia merasa bersalah sekaligus takut.
"Adam, apa yang terjadi? Katakan apa yang terjadi pada Adam!" Lily mengguncang tubuh Rafa.
"Putra Anda kecelakaan, dan sekarang ia berada di rumah sakit," ucap Hakim menyela.
"Ke- kecelakaan, tapi bagaimana bisa?" Lutut Lily terasa lemas, ia jatuh terduduk dengan tatapan mata yang kosong.
Bagas segera membantu karyawannya itu untuk berdiri, buliran kristal bening jatuh dari matanya. Melihat respon Lily, Rafa semakin merasa bersalah.
"Maafkan Rafa Tante, maafkan Rafa ... ini semua salah Rafa," ucapnya dengan berderai air mata.
"Kuatkan dirimu, anakmu membutuhkanmu sekarang," ujar Bagas.
Lily menoleh kearah Bagas, yang menatapnya dengan iba. Apa yang dikatakan laki-laki itu benar. Dia harus kuat, Adam membutuhkannya. Tatapan Lily beralih pada laki-laki yang berdiri disamping Rafa, pria yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.
Lily mengambil nafas dalam, bukan saatnya ia menangis. Ia harus kuat, Lily pun menghapus air mata yang mengalir di pipinya.
"Maaf, kalau boleh tahu Bapak siapa?" tanya Lily.
"Saya akan menjelaskannya, tapi ada baiknya sekarang Anda segera ikut saya ke rumah sakit," jawab hakim, sebuah jawaban yang sama sekali tidak memuaskan Lily.
Namun, Lily memilih diam untuk saat ini. Keadaan Adam yang terpenting sekarang.
"Baik."
"Pak Bagas, maaf. Saya izin pulang cepat hari ini, dan kemungkinan saya izin beberapa hari untuk merawat anak saya," ujar Lily.
"Baik, saya mengerti. Saya memberi kamu izin selama seminggu, tidak lebih," jawab Bagas tegas, bukannya dia kasihan pada Lily. Namun, kebijakan perusahaan memang seperti itu adanya.
"Baik Pak, saya ucapkan terima kasih sebelumnya." Bagas mengangguk.
"Saya akan menunggu Anda didepan, permisi," ucap Hakim, ia menarik tangan Rafa. Mengajak anak kecil itu untuk ikut keluar bersamanya.
Sementara itu di rumah sakit.
Aric duduk di bangku ruang tunggu, entah apa kenapa ia tidak bisa untuk tidak perduli pada anak itu. Ada sesuatu yang menarik Aric untuk dekat dengannya.
"Keluarga Ananda Adam!" panggil seorang suster, yang keluar dari ruang pemeriksaan.
"Iya," sahut Aric, pria itu bangkit dari duduknya untuk menghampiri suster itu.
"Ada apa Suster?" tanya Aric.
"Pasien mengalami retak pada kakinya, dan kami harus melakukan operasi," tutur sang suster.
"Lakukan saja, lakukan yang terbaik," potong Aric cepat.
"Baik Tuan, tapi kami kehabisan stok darah A- seperti pasien. Golongan darah itu memang tidak langka, tetapi ia tidak bisa menerima transfusi dari golongan darah lain kecuali A- atau B- , dan kami sedang kehabisan kedua stok darah tersebut. Sementara Pasien sangat membutuhkannya sekarang, apakah ada sanak saudara yang bisa mendonorkan darahnya sekarang?"
"A-," beo Aric.
"Benar Tuan, Apa Anda Ayah dari Pasien?" jawab suster itu.
"Tidak, Aku bukan ayahnya. Tapi golongan darahku sama, ambil saja darahku," ujar Aric.
"Syukurlah, kalau begitu mari Tuan ikut saya."
Aric mengangguk paham, ia mengikuti langkah suster itu menuju sebuah ruangan untuk mengambil darahnya.
'Sial! Kenapa aku harus perduli dengan anak ini,' gumam Aric dalam hatinya.
Mobil hitam yang di kemudikan Hakim melaju dengan kencang, suasana dalam mobil itu begitu hening. Rafa masih menunduk ketakutan, ia sangat takut terjadi sesuatu pada Adam. Lily pun sama, ia sangat khawatir dengan keadaan anak semata wayangnya itu. Ia tidak punya apa-apa di dunia ini selain Adam, Lily tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi seandainya sesuatu yang buruk terjadi pada putranya.
"Pak,bisa tolong jelaskan sekarang. Siapa Bapak sebenarnya?" tanya Lily, sejak tadi pria itu fokus pada jalanan dan tidak mengatakan sepatah katapun sejak mereka meninggalkan pabrik.
Hakim, memelankan laju mobilnya.
"Saya Hakim, asisten pribadi dari Tuan Aric. Pemilik dari pabrik yang sedang di bangun di kota ini, tempat dimana anak Anda mengalami kecelakaan," jawab Hakim dengan tenang, kedua matanya tetap fokus pada jalanan.
"Pa-Pabrik? Apa maksudnya?" tanya Lily dengan tergagap heran. Rafa yang duduk di samping Lily menarik ujung kaos seragam wanita itu, membuat Lily seketika menoleh padanya.
"Maafkan Rafa, Tante. Adam ngeyel mau ikut Rafa jualan gorengan ke proyek pembangunan pabrik. Sebenarnya Rafa sudah berusaha menolak, tapi adam ngeyel dan nangis guling-guling kalau tidak di izinkan ikut," ujar Rafa dengan penuh penyesalan.
.
.
.
.
Up lagi nanti malam ya 🥰😘
lucunya liat anne yang masih kecil tapi dah nurut ke adam apa mereka bakal berjodoh