Ferdi Nichol Aditya Atmaja, seorang pria tampan berusia 27 tahun. Sangat suka meledek temanya Nova, yang kecanduan membaca novel online.
Bagi Ferdi cerita novel online yang dibaca oleh Nova sangatlah basi. Berbicara seputar perempuan miskin yang dinikahi oleh CEO dengan jalur di lecehkan terlebih dahulu.
Ferdi menilai itu semua adalah sebagai bentuk merendahkan kaum wanita. Ia mengkritik hampir semua novel online yang Nova baca. SAMPAI KEMUDIAN HIDUP FERDI BERUBAH SEPERTI CERITA NOVEL ONLINE.
Ya, ia diminta oleh ayahnya untuk menyelamatkan perusahan keluarga mereka. Dengan menikahi seorang janda kaya beranak tiga. Tentu saja Ferdi menolak, namun keadaan semakin hari semakin menghimpit.
Hingga akhirnya memaksa Ferdi untuk menempuh jalan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Telur Gulung
"Pa."
Ferdi yang tak kuasa menunggu lebih lama tersebut, akhirnya turun dari lantai dua dan berbicara pada sang ayah. Saat itu telah satu jam berlalu pasca dibawanya mobil Jeffri oleh si pembeli.
"Ya." jawab Jeffri seraya menoleh.
"Maafin Ferdi, pa. Ferdi belum bisa kasih apa-apa ke papa. Ferdi nggak bisa ganti mobil papa yang udah kejual tadi."
Ferdi berujar dengan nada yang penuh penyesalan. Seolah sebagai seorang anak, ia memang tak berguna.
"Hhhhhhh." Jeffri menghela nafas lalu menatap anak keduanya itu.
"Yang penting jangan kebersamaan kita yang terjual." ucap pria itu kemudian.
Ferdi menunduk, Jeffri tau jika anak itu kini merasa benar-benar sedih.
"Udahlah, papa baik-baik aja. Nggak ada yang perlu di sesalkan, itu cuma harta dan harta bisa dicari." tukas Jeffri.
Ferdi masih saja merasa bersalah. Sebab banyak orang seusia dirinya di sosial media, yang sudah bisa menghasilkan uang banyak dan membahagiakan orang tua mereka. Sedang Ferdi saat ini hanya cukup untuk dirinya sendiri.
"Ferdi minta maaf sekali lagi." ujarnya dengan wajah yang masih tertunduk.
Jeffri menepuk bahu anaknya itu kemudian berlalu. Ia naik ke lantai dua dan berpapasan dengan Frans yang baru saja turun.
"Urus dulu adek kamu, ntar dia kecil hati." ucap Jeffri.
Frans memang tak mendengar isi percakapan antara sang ayah dengan adiknya tersebut. Tapi ia paham jika Ferdi membahas perihal mobil ayahnya yang tadi terjual. Frans tau jika Ferdi merasa bersalah karena tak bisa membatu ayah mereka.
"Fer."
Frans berjalan seraya mendekat secara perlahan kepada Ferdi.
"Udahlah, nggak udah dipikirin." lanjut pemuda itu lagi.
Ferdi berbalik dan menatap Frans sejenak, tak lama ia pun naik ke atas. Tinggallah kini Frans menghela nafas, lalu menarik kursi meja makan.
***
Esok siang di kantor Nathan.
"Fer, nitip telur gulung." rengek Nova pada Ferdi, yang baru saja hendak keluar karena di minta oleh Nath mengantarkan sesuatu.
"Kalau ketemu ya, Va. Soalnya ini kan gue lagi bukan dalam rangka mencari makan, tapi nganterin tugas Nath ke orang yang penting buat dia." jawab Ferdi.
"Iya, kalau nggak ada juga nggak apa-apa. Palingan bete gue ntar." ucap Nova.
"Itu mah lo maksa, Jamilah." seloroh Jordan sambil tertawa.
"Tau, nyusahin aja lo." Sean menimpali.
"Ye, apa salahnya jika gue berusaha."
"Tapi kalau nggak ada ya jangan ngambek juga. Lo pikir pedagang telur gulung itu banyak, kayak minimarket Alfamirt dan Indomerit?" seloroh Sean.
"Ya anggap aja ini buat bini Ferdi yang lagi hamil. Hitung-hitung dia latihan jadi suami, kan bentar lagi." Nova membela diri.
"Ya udah deh, ntar gue usahain." ucap Ferdi.
"Pake bumbu tabur asin sama saos ya, Fer."
"Iya." jawab Ferdi lagi.
Kemudian pemuda itu pun beranjak meninggalkan tempat dan melaksanakan apa yang sudah di perintahkan oleh Nath.
***
"Heh, lo pikir hebat udah melaporkan gue ke polisi?"
Nando mengirim pesan singkat pada Clara melalui WhatsApp. Seketika Clara yang tengah sibuk itu pun naik pitam dan hendak membalas. Namun kemudian ia menarik nafas panjang seraya mengusir seluruh emosi yang ada dalam dirinya.
Ia tak boleh menanggapi Nando dengan sama berapi-apinya. Api dibalas api, semuanya akan terbakar. Yang Clara perlukan adalah angin. Menyerang api dengan angin ke suatu arah, hingga yang terbakar adalah arah yang itu saja.
"Apa sih sayang marah-marah mulu, ntar kolesterol loh. Baek-baek kan udah tua. Sadar umur ya sayang, please."
Nando mendadak menjadi semakin emosi demi membaca balasan tersebut. Betapa tidak, perkataan tersebut menjadikan dirinya seperti di olok-olok.
"Nggak usah kayak babi lo, perempuan setan!" balasnya kemudian.
"Auuuu, takuuuut. Perempuan setan tapi pernah bobo bareng ya, sampe setannya melendung. Enak ya service dan sedotannya setan?. Sampe teriak panjang terus kan kalau lagi bobo sama aku. Hahahaha."
"Sorry ya, gue udah jijik sama lo. Lo tuh nggak enak sama sekali, berhubung udah terlanjur jadi bini aja."
"Oh ya?. Padahal yang minta mulu siapa ya?. Waw mode munafik, wkwkwkwk. Nggak heran sih, buktinya sekarang berjodoh sama yang munafik juga." jawab Clara.
"Sok-sokan nggak ada apa-apa waktu gue labrak, eh taunya nikah juga berdua. Ntar anak-anak yang lahir juga pasti sama sifatnya, sama munafik kayak emak-bapaknya. Karena lahir dan dididik sama duo munafik."
"Elo yang munafik, ternyata lo ada hubungan kan sama cowok yang tempo hari."
Nando menyinggung soal Ferdi.
"Oh wajar dong, gue berhubungan setelah cerai." balas Clara.
"Lo sebelum cerai udah kegatelan sama si jamur. J@blay murahan, wkwkwkk. Ups...."
"Brengsek." balas Nando.
"Brengsek teriak brengsek. Sama aja neriakin orang babi tapi hidung lo melebar sampai nggak punya batang." Clara tak mau kalah.
Nando terus mengirim umpatan kasar dan kotor pada mantan istrinya itu, namun Clara justru menanggapinya dengan santai.
"Ih, kotor sekali mulut bapak ini. Wajar sekarang berjodoh sama yang kotor pula. Cerminan diri, hahaha."
"Braaak"
Nando melempar Handphone ke atas meja kerja saking kesalnya.
"Brengsek." ujarnya sekali lagi.
Sementara nun jauh di kantornya Clara tersenyum bahkan tertawa geli, melihat Nando tak lagi mampu membalas pesan yang ia kirim.
"Mampus, gue dilawan." ujarnya kemudian.
***
Waktu berlalu.
Ferdi telah selesai melaksanakan tugas yang diberikan oleh Nath. Kini pemuda itu harus melakukan satu hal lagi, yakni mencarikan Nova telur gulung.
Sebab bilamana hal tersebut tidak di dapat, Nova akan uring-uringan hingga jam pulang kerja nanti. Tak hanya sampai disana, biasanya Nova pun akan ngambek sampai tiga hari ke depan.
Ferdi tak terlalu peduli jika Nova marah padanya. Toh lebih enak saat ia dan teman wanitanya itu sedikit bermusuhan. Sebab Nova tak akan banyak meminta tolong pada Ferdi untuk melakukan ini dan itu.
Tapi yang membuat Ferdi kesal apabila bermusuhan dengan Nova adalah, Nova akan sering mondar-mandir di hadapannya sambil cemberut. Seakan meminta tanggapan dan perhatian. Jika Ferdi cuek, maka bisanya Nova akan menangis di meja kerjanya.
Ferdi tak ingin mata seisi kantor menghujat dirinya dan menyuruh ia meminta maaf pada Nova. Maka dari itu ia akan menuruti semua keinginan Nova sebisa mungkin. Lagipula yang diinginkan Nova paling hanya soal makanan.
Ferdi terus mengemudikan mobil, hingga sampailah ia di dekat sebuah sekolah internasional dan melihat pedagang telur gulung ada disana, berjejer dengan beberapa pedagang lain.
"Tumben deket sekolah internasional ada beginian." gumam Ferdi.
Namun kemudian ia melihat jika di dekat sekolah itu juga terdapat beberapa perkantoran.
"Oh mungkin berjualan untuk orang kantor sini." pikir Ferdi.
Sebab anak sekolah internasional biasanya memiliki kantin khusus di dalam, yang menjual berbagai makanan dan snack yang cocok dengan keuangan anak-anak didalamnya.
Ferdi memarkir mobil dan membeli telur gulung tersebut, tak lama sekolah internasional itu pun bubaran.
Banyak mobil mewah yang masuk dan keluar menjemput anak mereka. Namun tiba-tiba ada satu anak remaja yang keluar dan langsung berlarian ke arah pedagang kaki lima di dekat Ferdi.
Ia membeli makaroni telur sambil melihat-lihat kesana kemari, seakan takut ketahuan seseroang. Anak itu kemudian bertemu muka dengan Ferdi, lalu ia pun seperti sumringah. Ferdi seperti mengingat siapa anak itu.
"Om udah cobain, solo lord pake Estes?" tanya nya kemudian.
Ferdi ingat itu adalah bocah yang ia temui di warung tenda, saat ia membeli makanan malam lalu.
"Belum, tapi kayaknya seru juga." ucap Ferdi lalu tersenyum.
Tak lama telur gulung Ferdi dan maklor pesanan anak itu jadi. Anak itu segera memakannya dengan cepat, Ferdi agak bingung dan sedikit illfeel.
Mengapa anak remaja dengan tampilan good looking seperti dia bisa makan dengan begitu rakus. Seakan hendak menelan semuanya termasuk plastik pembungkus, padahal itu masih panas.
Namun tak lama kemudian sebuah mobil Alphard berhenti tak jauh dari mereka. Dua orang siswa berseragam SMA keluar dari sana. Buru-buru si anak remaja menyelesaikan makan dan membuang sampahnya ke tong sampah terdekat.
"Axel, kamu ngapain jajan itu?. Abang kasih tau mama ya, biar di hukum."
"Nggak koq, bang. Axel ngeliat doang."
Anak remaja bernama Axel itu berkata dengan wajah yang mendadak pucat. Ia kemudian berlari kearah terduga kakaknya tersebut.
Ferdi ingat, dua orang remaja lainnya itu ia temui kemarin di di depan sebuah sekolah dan tengah berkelahi. Salah satu dari mereka memukul siswa dari sekolah lain.
"Awas ya kamu, jajan sembarangan. Itu nggak baik untuk dimakan."
Axel diam dan menunduk.
"Nggak koq, sumpah bang." Ia berbohong.
Ferdi kini mengerti mengapa tadi Axel makan dengan begitu cepat, sebab ia takut ketahuan. Ferdi pun menjadi timbul rasa kasihan pada anak itu.
Ia tau bagaimana rasanya ketika dilarang untuk makan sesuatu, padahal kita sangat menginginkannya. Dulu juga Ferdi dan Frans sering dimarahi ibu mereka jika ketahuan jajan sembarangan.
Axel masuk ke mobil, disusul oleh kedua kakaknya. Tak lama kemudian mobil tersebut kembali berjalan.
"Fer, dimana?"
Sebuah pesan singkat masuk ke handphone Ferdi, dan ternyata dari Jordan. Ferdi pun seketika sadar jika dirinya juga harus pulang.