DILARANG PLAGIAT YA!
Seorang lelaki berjaket hitam terduduk di lantai, dia membersihkan cairan merah kental yang menodai tangannya. Dia mengambil pisau dan tongkat kasti kesayangannya, siapapun yang berani melukai wanitanya maka orang itu akan ia bebaskan dari dunia ini.
Dia adalah Dave Winata, namanya jarang didengar karena identitasnya yang sengaja dirahasiakan. Wajah dan sorot matanya yang dingin menyerang siapapun dengan tatapan elang yang siap memangsa. Hanya ada satu kelemahannya, yaitu air mata wanitanya.
Penasaran kan? Lanjut yuk ke ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sekar Arum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERUNGKAP
WARNING:
SEBELUM LANJUT MEMBACA DIWAJIBKAN UNTUK RATE, VOTE, LIKE DAN TINGGALKAN KOMENTAR SESUKA KALIAN.
DUKUNGAN KALIAN ADALAH SEMANGAT UNTUK AUTHOR.
HAPPY READING 😘
..............................
"Catat nomor polisi motor itu! Sekarang kalian lacak keberadaannya!" perintah Dave.
Beberapa penjaga dan anak buahnya yang terlatih bergegas menjalankan tugasnya.
"Aku akan menemukanmu, di lubang semut sekalipun! Aku sendiri yang akan membawamu pulang istriku! Rupanya kau senang bermain kucing-kucingan!" gumam Dave dengan nada datarnya.
"Tuan, coba anda lihat ini!" seru penjaga yang memutar satu per satu rekaman di laptop.
Dave menatap layar laptop tanpa berkedip sekalipun. Ia tidak tahu harus mempercayai apa yang dilihatnya atau tidak. Rekaman yang diputar menunjukkan beberapa menit sebelum Aryn pergi menggunakan sebuah motor.
"Perbesar!" seru Dave.
Di layar laptop itu terlihat Reza yang sedang mengobrol dengan seorang pria. Pria itu membawa motor yang dikendarai Aryn, dia memarkirkannya di bawah pohon dekat gerbang sebelah kiri. Reza tampak seperti menerima kunci dari pria itu, lalu Reza masuk kembali dalam mansion.
"Shit! Ternyata lo yang membantu Aryn untuk kabur! Terlihat jelas besarnya cinta lo untuk Aryn, cih sampai-sampai lo mengkhianati sahabat sendiri !" batin Dave.
"Sekarang ada dimana penghianat itu?" seru Dave.
"Tuan Reza sedang bermain game dengan Nona Silvi di kamar, tuan!" sahut Ily kepala pelayan memberanikan diri.
"Panggil dia! Aku ingin menemuinya!" seru Dave.
Ily langsung berlari memasuki lift untuk memanggil Reza sesuai perintah Dave. Ia semakin ketakutan setelah mendengar bahwa Reza yang membantu Aryn. Dan dirinya lah yang membantu Aryn untuk menghubungi Reza. Setiap langkah kakinya ia berdoa, agar panjang umurnya.
Tok...tok...Tok
"Masuk!" teriak Silvi.
Ily masuk ke dalam kamar Silvi dengan kaki gemetaran. Terlihat Reza dan Silvi masih asik dengan stick game masing-masing.
"Tuan Dave ingin bertemu dengan anda, tuan!" ucap Ily pada Reza.
"Apa dia udah tahu kalau gua yang bantuin Aryn kabur, ya? Wah gawat ini!" batin Reza.
"Oke," jawab Reza.
"Silvi ikut kak!" seru Silvi.
"Kamu tunggu di sini saja! Anak kecil nggak boleh ndengerin obrolan orang dewasa," jawab Reza.
"Iya iya!"
"Tapi bohong! Aku kan bisa ikut diam-diam, kak! Hehehe" batin Silvi.
Reza berusaha bersikap setenang mungkin. Ia menarik napas dalam-dalam, menahannya beberapa saat lalu mengeluarkannya dari belakang. Buss! Reza bergegas keluar dari kamar Silvi sebelum hidung Silvi menyadari sesuatu.
"Bau kentut!" seru Silvi.
"Kak Reza jorok banget ih! Ganteng sih orangnya, tapi kentutnya kayak bangkai tikus!" Silvi menggerutu.
Silvi mengikuti Reza dari jauh dengan tangannya yang masih menutupi hidungnya. Ia segera bersembunyi di samping meja saat Reza dan Ily masuk dalam lift. Lalu gilirannya yang turun menggunakan lift. Begitu sampai di lantai satu, Silvi langsung berlari keluar dan bersembunyi di balik vas bunga besar di dekat sofa. Untung saja semua orang sedang sibuk memperhatikan Dave yang berdebat dengan Reza, jadi tidak ada yang melihat Silvi.
Kebiasaan Silvi yang satu ini memang buruk, ia suka mengintip pembicaraan Dave.
"Apa yang lo lakuin di gerbang samping?" tanya Dave.
"Enggak ada! Gua dari tadi main game di kamar Silvi!" jawab Reza dengan santai.
Dave menunjukkan rekaman CCTV di laptop yang ia pegang.
"Gua tahu lo cerdik! Tapi lo harus tahu gua lebih cerdik dari lo!" seru Dave.
"Darimana Dave dapat rekaman itu? CCTV rahasia? ****** gua!" batin Reza.
"Aryn kabur pakai motor yang ada di dalam rekaman ini. Lo yang nyuruh orang itu buat nganterin motor untuk Aryn, kan? Orang **** juga tahu kalau lo yang bantuin Aryn!" ucap Dave.
Reza terpaku di tempatnya. Reza tidak mengira jika Dave memasang CCTV di sana.
"Gua...." Reza tidak meneruskan ucapannya karena dipotong oleh Dave.
"Kenapa lo bantuin dia kabur?" ucap Dave dengan tatapan tajam membunuh.
Di balik vas bunga Silvi menutup mulutnya rapat-rapat. Ia terkejut, ternyata Aryn kabur dari rumah dan Reza yang membantunya.
"Gua masih punya rasa kemanusiaan, Dave! Nggak kayak lo, yang dengan mudahnya menyakiti anak orang! Lo itu banci, Dave! Seorang laki-laki sejati tidak akan membuat wanitanya menangis bersedih!" seru Reza.
Bug,
Pukulan Dave mengenai bagian bawah tulang rusuk Reza. Reza jatuh terguling di lantai. Ia merasakan sakit yang luar biasa di dadanya.
"Kak Reza!" teriak Silvi.
Silvi berlari menghambur ke arah Reza. Air matanya mengalir deras saat melihat Reza tergeletak tidak berdaya.
"Silvi apa yang kamu lakukan? Jangan dekati pengkhianat itu! Cepat pergi ke kamarmu!" teriak Dave.
Silvi menulikan telinganya, ia tidak menggubris teriakan Dave.
"Aauuww!" pekik Silvi.
Dave menarik tangan Silvi, membawanya menjauh dari Reza. Ia memerintahkan dua orang pelayan untuk membawa Silvi ke kamarnya.
"Hukuman untuk seorang pengkhianat adalah kematian!" seru Dave yang mengeluarkan pistol dari saku jasnya.
Dor,
Reza memejamkan matanya, menunggu peluru menembus tubuhnya. Tapi tiga detik berlalu ia tidak kunjung merasakan sakitnya. Akhirnya Reza membuka matanya, dan betapa terkejutnya ia saat melihat Silvi yang tertembak.
Dave membelalakan kedua bola matanya melihat Silvi jatuh di samping Reza. Darah mengucur deras di lengan kiri Silvi.
"Silvi," lirih Reza yang berusaha menyentuh tangan Silvi.
Ketika pelayan akan membawanya ke kamar, ia berusaha meronta. Tenaganya semakin bertambah berkali-kali lipat saat Dave mengeluarkan pistol miliknya. Lantas ia mengibaskan tangan pelayan dan berlari sekuat tenaga menghadang peluru yang Dave lepaskan ke arah Reza.
"Silvi!" Teriak Dave.
Seluruh tubuh Dave terasa lemas. Pistolnya jatuh ke lantai. Ia menghambur memeluk Silvi yang bersimbah darah.
"Cepat siapkan mobil!" Teriak Dave.
Dengan cepat Dave menggendong Silvi, ia berlari keluar mansion. Mobil Dave melesat dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit.
Sementara Reza, dengan susah payah mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia menelpon Samuel untuk datang menjemputnya.
Dua orang penjaga terlihat celingukan menatap ke arah luar mansion. Sepertinya mereka ingin memastikan jika bos mereka sudah pergi. Lalu dua penjaga itu mendekati Reza, mereka membantu Reza untuk duduk di sofa.
Dua puluh menit berlalu, Dada Reza terasa mendingan, dadanya tidak sesakit tadi. Ia langsung berdiri dari sofa saat melihat Samuel berlarian masuk ke mansion.
"Ada apa, bro?" tanya Samuel.
"Nanti lo juga tahu sendiri! Sekarang antar gua ke rumah sakit!" sahut Reza.
"Siapa yang sakit? Ini lo kenapa? Terus Dave mana?" tanya Samuel yang melihat Reza menahan sakit.
"Cerewet banget sih, kayak mami gua! Gua nggak kenapa-kenapa tapi Silvi tertembak!" jawab Reza.
"What? Kok bisa?" tanya Samuel.
Reza menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia menceritakan kejadian tadi dengan versi singkat agar Samuel tidak terus-terusan menginterogasinya.
"Gila lo!" sahut Samuel setelah mendengar cerita Reza.
"Gua bisa jalan sendiri! Gua bukan kakek-kakek tua, masih kuat jalan!" seru Reza.
Samuel melajukan mobilnya memembus gelapnya malam. Selama di mobil Reza terlihat sangat khawatir dan gelisah. Demi melindunginya, Silvi rela memasang tubuhnya menghadang peluru yang sebenarnya ditujukan kepadanya.
...........................
Jangan lupa like dan Vote! Rate juga ya! Bintang lima! ❤️