NovelToon NovelToon
Istri Kecil Om Dokter

Istri Kecil Om Dokter

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Orie Tasya

Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.

Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.

Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.

Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.

Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.

Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Keesokan Harinya

Subuh-subuh sekali Ina dan Izhar sudah bangun, karena mereka harus shalat subuh walaupun rasa kantuk masih membuai mereka. Mereka mengambil handuk masing-masing dan pergi ke arah kamar mandi bersamaan. Namun, ketika hendak masuk, keduanya justru berebut untuk masuk kamar mandi lebih dulu, terjadilah cekcok antara keduanya.

"Aku yang punya rumah, jadi aku yang duluan!" Ina enggan memberikan kesempatan pada Izhar untuk masuk lebih dulu.

"Saya tamu, justru yang punya rumah itu harus mengalah!" Izhar tak mau kalah dari Ina.

"Kata siapa? Dimana-mana juga yang punya rumah yang berkuasa, tamu harusnya ngalah, nunggu yang punya rumah selesai, baru deh masuk!"

"Nggak ada sistem kayak gitu, dimana-mana yang ngalah yang punya rumah, karena tamu itu harus di muliakan!"

"Idih, sok sok an mau di muliakan, kalau tamunya kurang ajar kayak Om, ya nggak pantas dimuliakan!"

"Tetap harus!"

"Nggak!"

"Harus!"

"Nggak!"

"Harus!"

"Nggak!"

Ina dan Izhar semakin menjadi-jadi dalam cekcok, hanya karena memperebutkan menggunakan kamar mandi lebih dulu, hingga membuat keributan di subuh buta. Mereka saling mendorong satu sama lain, agar bisa menyingkirkan lawan dan bisa masuk lebih dulu.

Keributan yang mereka buat, ternyata mengganggu Bu Aminah yang sedang shalat, membuatnya tak bisa khusyuk. Hingga, Bu Aminah menghentikan shalat yang baru akan dimulai itu, lalu dengan sangat emosi keluar dari kamarnya.

Bu Aminah pergi ke dapur, dimana kamar mandi bersebelahan dengan dapur. Saat itu, Bu Aminah melihat Ina dan Izhar masih berebut masuk kamar mandi dan saling dorong mendorong, jelas saja emosinya semakin memuncak. Bu Aminah mendekat ke arah mereka, sambil berkacak pinggang.

"Berisik!!!!" Teriaknya sekeras mungkin.

Membuat Ina dan Izhar berhenti ribut seketika dan menoleh padanya, dengan ekspresi terkejut.

"Kalian ini kenapa sih? Subuh-subuh begini sudah bikin keributan, berisik dan bikin Mama gak khusyuk shalat. Kalian gak malu, kalau orang-orang merasa terganggu oleh keributan yang kalian buat, hah?!" Bu Aminah tidak pandang bulu dalam memarahi mereka, bahkan tak peduli walaupun Izhar adalah menantunya.

"Ma--maaf, Ma. Habisnya si Om gak mau ngalah..." Ina meminta maaf, dengan ekspresi yang malu.

"Saya juga minta maaf, Bu. Habisnya saya merasa gak enak kalau gak buru-buru mandi sehabis bangun tidur." Izhar juga ikut meminta maaf karena telah membuat kegaduhan.

"Tapi, aku juga udah pengen mandi, Ma. Badanku rasanya lengket banget, bau, udah pengen kena sabun mandi yang wangi. Tapi si Om gak mau ngalah, harusnya dia yang lebih tua yang ngalah, malah kekeuh pengen mandi duluan!" Ina menyalahkan Izhar kembali, sambil menyikut tangan suaminya.

"Hish, kok saya sih? Kamu suka banget kayaknya nyalahin orang, yang keluar duluan dari kamar itu saya, berarti saya yang berhak mandi duluan!" Izhar tak mau di salahkan.

"Gak bisa dong, karena Om yang lebih tua, makanya Om yang harus ngalah, bukan aku!" Ina ngotot.

"Nggak ada dalam kamusnya kayak gitu, siapa cepat dia dapat 'kan?"

"Enak aja, nggak ada sistemnya kayak gitu!"

"Ya ada lah, sejak dulu juga kayak gitu kok!"

"Mulai sekarang, udah gak ada!"

"Ada!"

"Nggak ada!"

"Ada!"

"Nggak ada!"

Ina dan Izhar kembali cekcok, memperdebatkan sesuatu yang tak penting.

Bu Aminah semakin jengkel pada keduanya, bukannya berhenti, malah semakin ribut dan berisik. Rasanya, kepala Bu Aminah akan meledak saja, melihat tingkah keduanya yang seperti anak kecil itu.

"Cukup!!!!" teriak Bu Aminah lantang.

Ina dan Izhar bungkam seketika, dengan menatap heran pada Bu Aminah. Tak hanya Izhar yang kaget melihat Bu Aminah marah, tapi Ini juga sama, dia tak pernah melihat Ibunya Semarah itu.

"Kalian sebenarnya meributkan apa sih, hah?! Kalian itu suami istri, jika kalian ingin mandi, ya mandi bersama, apa susahnya?! Rasulullah SAW pun pernah mandi berdua dengan Siti Aisyah, mengambil air dari bejana (wadah) yang sama. Apa salahnya kalau kalian juga mandi bersama? Nggak ada larangan, kalian halal kok untuk mandi bersama, kenapa malah ribut memperebutkan kamar mandi?!" Tutur Bu Aminah sangat marah.

Menurutnya, anak dan menantunya ini aneh, bukankah mereka sudah menjadi pasangan yang halal, tapi mengapa tak mau meski hanya mandi bersama?

Ina dan Izhar sama-sama membulatkan mata, saat Bu Aminah mengatakan mereka bisa seperti Rasulullah SAW mandi bersama. Jangankan mandi bersama, mereka bahkan tak pernah saling melihat tubuh masing-masing.

Bu Aminah memang tahu, anaknya menikah dengan Izhar karena terpaksa, lalu Ina masih ingin melanjutkan sekolah. Tapi yang ada dalam benaknya tentang mereka adalah, mereka telah menjadi suami istri seutuhnya (sudah bersetubuh). Ia tak tahu, bahwa keduanya belum pernah melakukan hal itu, bahkan tidur pun terpisah.

"Lihat jam dinding, ini sudah mau jam 06 pagi dan kalian masih disini meributkan sesuatu yang nggak penting. Mau sampai kapan kalian begini? Kapan kalian akan shalat? Sudah keburu siang!"

"Daripada kalian nggak keburu shalat, lebih baik cepat mandi bareng!" tambah Bu Aminah, memerintah mereka untuk mandi bersama.

"Ta--tapi..." Keduanya ingin menolak.

"Nggak ada tapi-tapi, cepat masuk dan mandi!" Bu Aminah dengan cepat menimpali, sangat marah karena waktu shalat sudah hampir habis.

Ina dan Izhar saling menatap, haruskah mereka mandi bersama?

"Malah saling pandang, ayo cepat masuk!" paksa Bu Aminah lagi.

Ina dan Izhar segera masuk bersama-sama ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya, takut akan kemarahan Bu Aminah yang langka itu.

Ina dan Izhar bersandar pada pintu kamar mandi, sambil mengusap-usap dada mereka yang seolah hampir loncat dari tempatnya akibat dimarahi Bu Aminah.

"Mama kamu galak juga ya?" tanya Izhar.

"Iya, aku tau Mama ku galak, tapi kalau ngamuk kayak gini baru sekarang. Aku pun kaget loh, gak nyangka Mama bakalan semarah itu, serem!"

"Ternyata orang selembut Mama kamu, marahnya kayak macan di bangunin tidur!"

"Makanya, ngalah dong, ini gara-gara Om yang gak mau ngalah, aku jadi kena omel deh!" Ina kembali menyalahkan Izhar.

"Mulai deh... Kamu mau saya keluarin, terus nanti kamu di omelin Mama kamu lagi?" ancam Izhar.

"Ngancam deh... Gak gentle, huh!"

"Terserah!"

Izhar mengaitkan handuknya dan hendak membuka bajunya di depan Ina dengan posisi membelakangi.

"Om mau apa?" tanya Ina, agak kaget dengan kelakuan Izhar yang akan membuka bajunya.

"Mau mandi lah, kamu mau kalau Mama kamu itu marah lagi?"

"Ta--tapi... Gak mungkin kalau Om mandi sama aku, bahaya!"

Ina agak gugup.

"Nah, kalau kamu tahu itu bahaya, lebih baik kamu keluar saja sana, biar saya yang mandi duluan." Timpal Izhar santai.

"Ih, nggak mau, harus aku yang mandi duluan!"

"Yakin mau mandi sama saya, hem?" tanya Izhar, yang sudah membuka bajunya dan menghadap Ina.

Dengan senyum nakalnya, Izhar mendekat pada Ina, gadis cantik itu melotot melihat tubuh bagian depan Izhar bagian atas tampak jelas di depannya, tanpa penghalang sama sekali, membuat jantungnya berdebar-debar.

Izhar semakin mendekat, tatapan dan senyuman nakalnya semakin menjadi, seolah akan menerkam Ina dengan gairahnya.

"Gimana kalau kamu buka baju kamu juga, supaya kita bisa mandi bareng? Mau buka sendiri atau dibukain?" tanya Izhar lagi.

Izhar lalu meraih ujung baju Ina, hendak menariknya ke atas, Ina semakin tak karuan.

'Si Om kok jadi mesum gini sih? Biasanya dia pemalu loh!' batin Ina, merasa ada yang salah dengan suaminya.

Izhar menarik ke atas ujung baju Ina, seolah serius akan membuka baju gadis itu.

"Kita mandi bareng yuk, kayaknya asyik!" bisik Izhar, suaranya sensual menggoda.

Mata Ina semakin membulat, tak mungkin dia dan Izhar akan mandi bersama, bukan?

Izhar mendekatkan wajahnya dengan wajah Ina, bibir mereka hampir menempel seperti semalam. Namun, dengan cepat Ina mendorong tubuh suaminya dan berkata, "Om, cabul!" sambil keluar dari kamar mandi meninggalkan Izhar.

"Si Om, mesum!" teriak Ina lagi dari luar, dia mengalah dan pergi ke kamarnya dengan perasaan yang sulit di artikan.

Sepeninggal Ina, Izhar tertawa terbahak-bahak di kamar mandi, ia berhasil membuat Ina keluar dari sana, sehingga dirinya dapat mandi sendiri dengan tenang tanpa gangguan Ina.

***

Seperti janjinya pada Ina, Izhar mengajaknya untuk melihat-lihat bangunan bekas ruko yang akan dijadikan sebagai butik mereka. Letaknya tidak jauh dari apartemen tempat mereka tinggal, hanya sekitar 10 menit perjalanan saja. Jika jaraknya sedekat itu, maka Ina dan Izhar tak perlu jauh-jauh untuk datang ke tempat itu.

Bangunannya cukup besar dan masih kokoh untuk dijadikan sebuah butik, hanya perlu diberikan sedikit renovasi di beberapa bagian saja. Bangunan itu bertingkat dua, Izhar sengaja memilihnya dengan alasan agar bangunan lantai dua bisa untuk kamar karyawan yang akan tinggal disana, agar tak usah pulang pergi setiap harinya.

"Om, sewa tempat ini pasti mahal ya?" tanya Ina, sambil melihat-lihat setiap sudut ruangannya.

"Ya, lumayan lah, tapi kamu suka 'kan?"

"Suka sih, tapi kasihan Om kalau harus bayar sewa setiap bulan."

"Jangan khawatirkan soal itu, yang penting berjalan mulus aja butiknya dan bisa bikin kita punya usaha tetap."

"Terus, kapan kita mau mulai renovasi?"

"Mungkin minggu ini, saya akan sewa beberapa orang kuli bangunan buat renovasi tempat ini."

"Yeay! Akhirnya, aku akan punya usaha sendiri, kalau aku punya usaha sendiri, nanti Mama nggak usah kerja lagi!" Ina bersorak gembira, karena akan memiliki sebuah usaha yang tentunya akan meringankan beban Ibunya.

Izhar tersenyum bangga pada Ina, walaupun gadis itu terkesan random dan selalu berbuat sesuka hati, tapi Ina sangat peduli akan orang tuanya.

"Udah puas 'kan lihat tempatnya? Gimana kalau kita makan steak sekarang?" tawar Izhar.

"Ayo! Aku udah lapar banget nih!" sahut Ina bersemangat.

Ina menggandeng tangan Izhar, berjalan bersama keluar dari bangunan tersebut dan mencari taksi untuk pergi ke restoran steak saat itu.

***

Selama seharian, Ina bermanja pada Izhar, dia benar-benar meminta di suapi saat memakan steak, sampai dua porsi steak itu habis. Belum lagi, Ina membeli dua pasang sepatu yang harganya mahal dan juga baju-baju baru, serta tas baru yang harganya juga mahal.

Ina sangat gembira diberikan waktu penuh hari itu oleh Izhar, bahagia hatinya dapat menikmati saat-saat menyenangkan bersama sang suami.

Namun, meskipun Ina bahagia, Izhar justru kebobolan, isi rekeningnya terkuras oleh sang istri yang ternyata matre.

Izhar hanya bisa geleng-geleng kepala dan berharap rekeningnya akan segera terisi kembali. Ia yakin, rezekinya akan semakin mengalir deras jika membahagiakan sang istri, walaupun permintaannya cukup membuatnya kewalahan. Bagi Izhar, apa yang diminta Ina, tak sebanding dengan apa yang diminta Ratih selama ini dan Ina lebih berhak mendapatkannya.

...***Bersambung***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!