NovelToon NovelToon
Istrinya Polisi?

Istrinya Polisi?

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cinta Paksa / Beda Usia / Kehidupan Tentara / Slice of Life
Popularitas:393.8k
Nilai: 5
Nama Author: sinta amalia

Aya tak pernah menyangka sebelumnya, sekalipun dalam mimpi. Jika kepindahannya ke kota kembang justru menyeretnya ke dalam kehidupan 'ibu merah jambu'.

Kejadian konyol malam itu, membawanya masuk ke dalam hubungan pernikahan bersama Ghifari yang merupakan seorang perwira muda di kepolisian. Suka duka, pengorbanan dan loyalitas menjadi ujian selanjutnya setelah sikap jutek Ghi yang menganggapnya pengganggu kecil.

Sanggupkah Aya melewati hari-hari yang penuh dedikasi, di usia muda?

~~~~~
"Kamu sendiri yang bilang kalau saya sudah mele cehkan kamu. Maka sebagai perwira, pantang bagi saya untuk menjadi pengecut. Kita akan menikah..."

- Al Ghifari Patiraja -

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25. Sakit

Cara Ghi yang membuatnya menangis sakit, perlakuan Ghi dan sikap tak mau mendengarkan Ghi yang membuat Aya semakin menenggelamkan dirinya di dalam selimut Ghi dengan isakan.

Aya bangun dan memungut bajunya selama Ghi masih berada di dalam kamar mandi. Lalu ia memutuskan untuk keluar dari kamar Ghi dan masuk ke kamarnya tanpa membereskan alat-alat tulis di meja tengah, begitupun televisi yang masih menyala, tak ada niatan untuknya mematikan itu.

Tergesa, Aya takut jika Ghi kembali mengejarnya. Mengunci rapat-rapat pintu kamarnya, itu yang Aya lakukan saat ini.

Ingin menangis meraung-raung, namun hal itu memang kewajibannya sebagai seorang istri, so? Dimana letak kelirunya. Apa yang akan ia adukan pada mama--papa, atau orang lain? Suaminya memper kkoos44 nya? Bercanda!

Aya masih memutuskan untuk tenggelam di dalam lipatan tangannya. Bahkan rasanya, aroma maskulin Ghi masih tertinggal dan menempel di badan.

~Ghi~

Air dingin mengguyur badannya dari ujung kepala hingga kaki. Mendinginkan emosi yang meluap-luap. Sebenarnya, saat tangis Aya pecah di kala Ghi berhasil memasukinya, luruh pula seluruh emosi yang merasuki diri, Ghi sadar sesadar-sadarnya, jika kali ini...ia benar-benar sudah kelewat batas menghukum istrinya. Ia sadar, tak perlu cara seperti ini untuk menyadarkan Aya. Wajarkah jika ia menyalahkan Aya, setelah semua laporan kenakalan Aya yang membuatnya geleng-geleng kepala? Mulai dari di sekolah, tawuran di acara konser....belum lagi track record Aya sebelumnya yang menurut penuturan bunda dan ayah, sampai-sampai Aya selalu pindah sekolah.

Namun semua itu sudah kepalang tanggung, toh Aya sudah pecah per-awan olehnya, maka yang ia lakukan adalah melanjutkannya hingga tuntas meski dalam hati ia tak tega melihat Aya merintih dan memohon padanya meminta berhenti.

*Abang jangan abang*....

*Stop, Aya masih sekolah*...

Kepalanya justru berputar merasakan sesuatu yang---nikmat.

Ghi menyudahi acara mandi sambil merenung sikapnya malam itu, bermaksud berbicara dengan Aya, namun nyatanya istri kecilnya itu sudah tak ada di kasur, hanya ada bercak noda merah saja bukti jika ia benar-benar menggauulii istrinya itu.

Diraihnya baju bersih di dalam lemari, kemudian ia duduk sejenak di tepian kasur.

Lamunan nakalnya itu, sepertinya akan membatalkan air wudhu yang telah ia ambil. Bagaimana rintihan bercampur de sahan Aya, damnnn! Bagaimana rasanya yang membuncah dan melebur membawanya seolah mendapatkan surga kenikmatan, meski itu terjadi atas dasar paksaan, shittt!

Besok, yap besok! Pagi-pagi sekali...ia akan mengetuk kamar Aya, mengajaknya berbicara dan meminta maaf.

Tok-tok-tok....

Aya yang menangis sampai tertidur langsung membuka matanya selebar dunia mendengar ketukan pintu di kamar.

"Ay..." suara itu, jelas bukan mama ataupun bi Wiwin, mana ada keduanya membangunkan Aya di hari weekend. Suara berat manusia bernama Ghifari, lirih memanggil namanya dari luar pintu.

"Kita harus ngomong."

Aya masih diam, tak mau menanggapi. Ia bahkan menutup kedua telinganya dengan bantal. Namun Ghi masih gigih mengetuk pintu kamar.

"Saya punya kunci serep kalo kamu kekeh ngga mau bukain pintu." Ujarnya lagi meneriaki Aya, sebagai tanda bujukan bernada ancaman.

Bi Wiwin, yang kala itu sudah bangun hanya memberikan senyuman kecilnya, "pulang jam berapa a Ghi?"

"Eh, bi...tadi malem jam sebelasan lah." Jawab Ghi.

"Oh. Neng Aya kalo weekend emang suka agak siangan, a..." lirih bi Wiwin seolah tau jika Ghi kian tak sabar dengan daun pintu yang tertutup itu. Bisa-bisa pintunya bolong digedor begitu.

"Kunci serep ada bi?" tanya nya.

Bi Wiwin terlihat memutar bola matanya, "emh, ada. Tapi sebentar bibi lupa dimana, ibu atau bapak yang simpen ya..." ucapnya.

"Ada apa nyari kunci serep kamar Aya? Kangen banget sama istrinya, ya?" goda mama yang baru keluar dari kamar. Lengkungan di bibir mama, serta wajah riangnya tak mencerminkan jika mama tengah kecewa atau berduka atas kejadian kemarin.

"Ma, kemarin ada acara apa? Mama ajak Aya arisan?" tanya Ghi.

Mama justru mengangguk heboh, "iya ih! Itu anaknya jeng Ria astagfirullah, mulutnya meni tajem pisan...bagus Aya nyiram air bekas es batu. Dia mau bales Aya tapi mama yang halangin. Kena baju sedikit, tapi it's oke lah..."

Alis Ghi mengeriting, "kalo kemaren tau di tempat, anaknya jeng Ria sampe hina-hina Aya, udah mama sambelin itu mulutnya. Dia teh ngga takut gitu, itu skandal keluarganya yang liburan ke Bali pake uang subsidi minyak dibongkar si papa..." mulut ibu-ibu mana yang ngga keceplosan nyerempet-nyerempet ke ranah aib dan kebusukan jika keluarga terutama anaknya dicolek orang.

"Hina Aya?" tanya Ghi diangguki mama Rena, "ah pokoknya mah, itu semalem pas tau ceritanya dari anaknya jeng Witri, si Maudi...kalo bahasanya sampe bilang Aya melet kamu, hamil duluan, bilang Aya yang goda-godain kamu sampe kamu mau-maunya dinikahin, wahh! Ngga tunggu sampe sapi bertelor...mama telfon itu jeng Ria! Minta mulutnya si Naura dilakbanin sampe kiamat." oceh mama.

Ghi tak bisa untuk tak lebih bersalah lagi untuk itu.

"Ada bi, kunci serepnya?" tanya Ghi semakin gencar bertanya, namun sepertinya harapan Ghi justru digelengi bi Wiwin.

"Mau ngapain ke kamar Aya? Biarin aja, ini weekend...biar ada seni males-malesannya..." mama Rena berkata sambil mengehkeh, justru membela sang mantu.

Di tengah perdebatan kunci serep, tiba-tiba pintu kamar Aya terbuka dari dalam begitu saja oleh si empunya, dan menunjukan wajah kusut Aya dengan masih memakai pakaian semalam, bukti jika mantan per-awan itu belum bersih-bersih setelah semalam-----

"Tuh, orangnya keluar sendiri. Neng....dicariin suaminya, kangen berat kayanya..." goda mama lagi. Namun wajah Aya begitu dingin, ia juga nampak tak mau melihat Ghi disana.

"Ma, Aya ijin ke rumah Riri nanti siang. Mau main..." justru ijinnya.

"Boleh neng."

"Ngga boleh." Justru Ghi lirih berucap, bersamaan dengan ijin mama Rena, bahkan sampai mamanya itu menoleh tak percaya pada Ghi, "suami posesif nih kamu, waktu awal aja so-so'an ngga suka..."

Aya menatap Ghi dengan sorot marah dan kecewa, "bisa ngobrol dulu sebentar?" pinta Ghi.

Resiko tinggal bersama orangtua ya begini, sulit sekali menemukan celah hanya berdua. Sulit sekali meluapkan emosi tanpa harus membuat mereka khawatir.

Bahkan kali ini, papa Sakti justru mengajak Aya lari pagi menemaninya, katanya biar Aya tetap sehat mendampingi Ghi sampe nenek-nenek nanti. Semakin saja Ghi kesulitan untuk berbicara empat mata dengan Aya.

"Ghi, kamu mau ikut lari pagi juga?" tanya papa Sakti, "yok lah bareng. Papa jadi ditemenin anak mantu kalo gini!"

Sikap Aya berubah dingin kala itu, ia bahkan tak perlu repot-repot memandang Ghi, seolah Ghi tak ada disini. Ia hanya mengekori papa saja disana, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Berdiri di belakang ketiak papa lengkap dengan kaos dan celana yang sudah ia ganti.

"Iya." Jawab Ghi tetap tak mengubah ekspresi Aya, gadis itu hanya membuang muka ke arah samping.

Ghi bergegas berganti pakaian, berharap saat lari pagi nanti, ada ruang untuknya bicara dengan Aya, sebab papa sering belok untuk mengobrol dengan tetangga.

Ketiganya meninggalkan rumah, dengan Aya yang tak mau sejajar dengannya. Ia memilih berlari bersampingan dengan papa.

Papa dan Aya berlari cukup pelan, dimana Ghi pun harus menyesuaikan langkahnya ketika memilih berada di belakang keduanya, memperhatikan punggung besar papa dan sosok kecil Aya.

Lamunan nakalnya kembali melintas, saat dengan nyalang ia menatap belakang Aya....badan kecil Aya yang semalam ia tarik tanpa ampun, dan harus melayaninya yang begitu beringas memaksa.

Udara pagi di kompleks masih terasa sejuk dan dingin, meski saat melewati jalanan besar rasa sesak polusi tak dapat terelakan.

"Padahal enaknya sepedaan neng, biasanya papa tuh sama temen-temen sepedaan ke daerah Lembang sana tuh, enak sejuk, seger...nanti di tengah jalan daerah parongpong, nafas udah senin kemis tuh, papa langsung telfon Wirya, minta jemput pake mobil patroli."

Aya nampak tertawa lepas dengan papa, "oh iya? Enak ya pa? Enak buat buang toxic... Ajak Aya dong pa...pengen nyobain, Aya juga hobby olahraga berat gitu, buat buang lemak jahat sekaligus orang jahat di sekeliling Aya!" deliknya ke belakang.

Papa Sakti tertawa tergelak, diantara lelahnya langkah dan nafas Aya justru semakin membuatnya engap.

"Ghi tuh yang masih kuat, kapan-kapan ajak. Kalo papa udah ngga kuat apalagi yang jalannya tanjakan..."

"Ghi, kapan-kapan ajak Aya sepedaan ke Lembang." tengok papa menoleh ke belakang diangguki Ghi, namun Aya justru menggeleng, "Aya maunya sama papa aja. Biar nanti bisa ikut dijemput om Wirya juga."

Papa tergelak, "katanya suka olahraga berat."

"Pa Sakti! Olahraga pak?!" mereka terpaksa menjeda langkah kala sosok pria bersarung yang baru saja membukakan pagar dan tengah memanaskan mesin mobil menyapa.

"Iya. Dikritik istri, katanya perutnya nyamain bumil 9 bulan..." tawanya.

Ghi menghela nafasnya dan mensejajarkan diri dengan Aya yang seolah menghindar, "Ay. Maaf..."

Terlihat betul Aya yang banjir keringat, belum lagi ia yang seperti tak nyaman dalam melangkah, apa karena efek semalam?

Aya sungguh tak bisa lagi lari dari Ghi saat ini. Salahnya yang mengiyakan permintaan papa Sakti untuk lari pagi ini.

"Ay. Semalam----"

"Shh." Aya berdesis risih, menatap Ghi penuh permusuhan, "masih inget caranya minta maaf? Bukannya seorang Ghifari itu pantang minta maaf apalagi sama Aya?" cercanya benar-benar menahan emosi yang sudah berada di ubun-ubun. Wajah datar Ghi itu, ayolah! Tak membuatnya percaya jika Ghi menyesal.

"Dimana sikap angkuh seorang Ghifari yang selalu natap tajam sama Aya? Bahkan tanpa mau tau cerita, tanpa mau dengerin Aya, kamu lebih milih meng-eksekusi tanpa rasa tega? Apa karena kamu aparat, jadinya kamu ngga punya sisi lembut seorang manusia?" cecarnya lagi.

"Kamu lebih percaya kata orang, dibanding dengerin dulu cerita dari versi Aya. Apa sebandel itu Aya di mata kamu?" kini mata Aya sudah berair meski mati-matian ia menahannya.

"Sakit." Pungkas Aya.

.

.

.

.

.

1
Sari Aliya
kq gx up lagi iya kk
oca rm
kapan up lagi kak
Zee Zee Zubaydah
kok blum up juga kak
'Nchie
haha kasian ica 😄dipenjara aja ca penjara orang2 sholeh biar dpt ustad ganteng plus sholeh
Ika Sembiring
up kak
sitimusthoharoh
dah kebayang serendom ap rumah tanggane merekq berdua.
lanjut
sitimusthoharoh
aya emang beda y kapt wkwkkwkwkwwkwk
lanjut
Anonymous
Up
Defvi Vlog
enak aja minta maaf, ga segampang itu ya ghi
Defvi Vlog
aku aja yg baca sedih sakit bacanya😢
Defvi Vlog
emang c klo suami pulang kerja cape pasti bawaannya emosi, apalagi istri bwt ulah.
Defvi Vlog
tegang berasa nonton film action 🤭
Ika Sembiring
up kakakkk
Yuni Widiyarti
siap2 ay tinggal dirumah sendiri
Yuni Widiyarti
emang ay nya bang ghi segokil itu dak heran aku
oca rm
lanjut kak
Ika Sembiring
up kakak
Ney Maniez
jangan atas nama kan jihadddd please 😭😭😭
lagi sedihhh pengen ketawa ngakak
Rita
sadizzzzz🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Rita
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣dongkol ngga tuh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!