Dilahirkan sebagai salah satu tokoh yang ditakdirkan mati muda dan hanya namanya yang muncul dalam prologue sebuah novel, Axillion memutuskan untuk mengubah hidupnya.
Dunia ini memiliki sihir?—oh, luar biasa.
Dunia ini luas dan indah?—bagus sekali.
Dunia ini punya Gate dan monster?—wah, berbahaya juga.
Dia adalah Pangeran Pertama Kekaisaran terbesar di dunia ini?—Ini masalahnya!! Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya menjadi seorang Kaisar yang bertangung jawab akan hidup semua orang, menghadapi para rubah. licik dalam politik berbahaya serta tidak bisa ke mana-mana.
Axillion hanya ingin menjadi seorang Pangeran yang hidup santai, mewah dan bebas. Tapi, kenapa itu begitu sulit??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razux Tian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
"Kau mengerti apa yang aku katakan, kan?" tanya Cliff, sang komandan Blue Royal Knight. Duduk di atas kursi kerja dalam ruang kerja Komandan, matanya menatap tajam Lucius yang ada di depan.
Namun, Lucius terlihat jelas tidak mempedulikan apa yang barusan dikatakan Cliff. Berdiri tegak dengan wajah datar, kedua matanya terarah pada sebatang pensil di tangan.
"Apa kau dengar kataku?!" berteriak kesal, Cliff berdiri, tangan kanannya segera terangkat ingin merebut pensil di tangan Lucius.
Lucius secara reflek segera meloncat menghindar ke belakang. Mengangkat kepala menatap Cliff, dia tidak mengatakan apapun, namun sorot matanya jelas sekali bertanya; apa yang ingin kau lakukan?
Kemarahan memenuhi hati Cliff. Tidak peduli apapun, dia memukul meja kerjanya dengan kedua telapak tangan. "Apa maksud sikapmu itu??!"
Cliff tidak pernah menyukai Lucius. Sejak pertama kali melihat Lucius, dia selalu merasa pria itu sangat menganggu. Andaikan saat Erick memperkenalkan Lucius pertama kali, dirinya tidak mengatakan akan menerima Lucius dalam Blue Royal Knight bila dapat mengalahkan semua Knight dalam pertarungan tanpa Aura, maka, ini semua tidak akan terjadi.
Lucius adalah orang Erick yang selalu berselisih dengannya. Karena Itu Cliff sangat mengawasinya. Namun, siapa sangka, Pangeran Axillion justru tertarik padanya. Bahkan, beliau sampai menyembuhkan mana Clog yang dideritanya. Lalu sekarang, Ratu Ketiga Lilia secara pribadi memintanya menjaga pintu kamar Pangeran.
Memang hanya menjaga pintu kamar. Tapi dengan begitu, peluang untuk bertemu dan menjalin hubungan dengan Axillion sangatlah besar. Terlebih lagi, dia juga mendapat informasi bahwa Kaisar Owen dan Ratu Ketiga Lilia setiap harinya mengunjungi kamar sang Pangeran. Cliff benar-benar kesal kenapa peluang sebagus ini bisa jatuh pada tangan Lucius. Dia tahu, Lucius pasti tidak akan membantunya menciptakan koneksi dengan Axillion.
"Berikan pensil sialan itu padaku!!" perintah Cliff penuh kemarahan. Dia harus memberikan Lucius pelajaran agar dia sadar tempatnya.
Mata Lucius menajam mendengar perintah Cliff. Mengenggamnya erat, dia tidak menyerahkan pensil di tangan pada atasan di depan. "Yang Mulia Pangeran Axillion yang memberikan pensil ini pada saya. Jadi, saya tidak akan menyerahkannya."
Pensil pemberian Pangeran? Cliff merasa kemarahan dalam hatinya memuncak. Hanya dalam tiga hari, Lucius telah mendapatkan sesuatu dari Axillion. Bagaimana jika Lucius membantu Erick menciptakan koneksi dengan Axillion?—posisinya akan terancam! Dia tidak bisa berdiam diri dan membiarkan itu terjadi!
"Kau berani melawanku!!!" hardik Cliff. Wajahnya memerah sempurna karena kemarahan. Mengacungkan jari telunjuk kanannya, dia berteriak keras. "Kau ku skor!! Mulai besok, kau dilar—"
"Jangan menyalah gunakan kekuasaanmu, Komandan." Suara Erick tiba-tiba terdengar bersamaan pintu ruangan yang terbuka.
"Captain." Panggil Lucius begitu melihat Erick berjalan masuk ke ruang kerja Komandan Blue Royal Knight.
"Keluar dan pergi ke tempat latihan." Perintah Erick. Dia tidak mempedulikan Cliff yang menatapnya tajam.
Lucius segera menuruti perintah Erick. Ini bukan pertama kalinya terjadi. Hubungan antara Cliff dan Erick yang selalu bertentangan membuat Cliff sering menjadikan Lucius sebagai pelampiasan. Jika itu terjadi, Erick juga tidak akan segan-segan berargumen dengan atasan mereka itu.
Melangkah keluar dari ruang kerja Komandan Blue Royal Knight, Lucius bisa mendengar jelas suara keras Cliff dan Erick yang beradu mulut. Ada sedikit rasa bersalah dalam hatinya karena telah merepotkan Erick yang telah membantunya begitu banyak.
Menuju tempat latihan, Lucius bisa melihat anggota Blue Royal Knight. Tidak seperti biasanya di mana tempat latihan sudah sepi tanpa seorang pun pada jam begini, tempat latihan sekarang masih penuh dengan mereka yang sedang berlatih.
Namun, pandangan mata mereka begitu melihat Lucius tidaklah bersahabat. Tatapan mata mereka memang bukan lah hinaan maupun olokan seperti dulu, tetapi, tidak suka dan permusuhan. Meskipun sudah bisa menggunakan Aura, dirinya tetaplah tidak diterima di Blue Royal Knight.
Duduk di samping arena tempat latihan Blue Royal Knight, Lucius tidak mempedulikan pandangan yang terarah padanya. Dia hanya berdiam diri menatap pensil pemberian Axillion. Sejujurnya, dia kesulitan menjalankan perintah Axillion. Setiap kali dia mengaktifkan Auranya seperti yang diperintahkan Axillion, Mana yang ada tetap saja besar dan liar. Bagaimana caranya mengendalikan Mananya hingga bisa tenang?
Larut dalam pikirannya, Lucius sama sekali tidak sadar akan kedatangan Erick. Erick sendiri juga tidak mengatakan apapun dan langsung duduk di samping Lucius.
"Captain." Panggil Lucius begitu sadar akan keberadaan Erick di samping.
"Apa yang kau pikirkan sampai tidak menyadari kehadiranku, nak?" tanya Erick sambil tersenyum. Dia yang sebatang kara selalu menganggap Lucius yang merupakan cucu sahabatnya sebagai keluarga. Terlebih lagi, dia melihat sendiri perjuangan anak tersebut dari kecil hingga sekarang menghadapi kerasnya hidup.
"Saya telah merepotkan anda, Captain." Tersenyum, Lucius menatap Erick lurus. Perasaan bersalah terlihat jelas di wajahnya yang biasa datar.
"Tidak sama sekali" balas Erick sambil tertawa keras. Tangan kanannya terangkat memukul punggung Lucius keras. "Dia itu memang berengsek, dan aku paling tidak suka dia."
Lucius tersenyum kecil. Dia tidak bersuara sedikitpun walau sebenarnya merasa cukup sakit akan pukulan Erick. Dari semua orang yang dikenalnya, Erick adalah salah satu dari sedikit orang yang selalu mendukungnya. Jadi, dia selalu hormat dan merasa berterima kasih padanya.
"Kau sendiri bagaimana? Apa rencanamu ke depannya?" Tanya Erick lagi. Dia tahu, Lucius sejak sembuh dari Mana Clog berkat pertolongan Axillion telah memutuskan ingin melayani sang Pangeran. Erick tentu tidak keberatan dengan keputusan Lucius, karena itu memang keputusan yang bagus sekali, walau pada akhirnya, Pangeran Axillion menolaknya.
Lucius terdiam mendengar pertanyaan Erick, karena dia sendiri juga tidak memiliki jawaban. Sejak hari itu, dia sudah memutuskan untuk menjadi pedang bagi Axillion. Tapi, Axillion sendiri tidak menolak. Jadi, dia benar-benar bingung harus melakukan apa.
Erick menatap Lucius yang terdiam. Mungkin Lucius tidak sadar, tapi kini, dia sudah menjadi sosok yang diperhatikan oleh semua Knight di Istana Kekaisaran. Pangeran Axillion yang merupakan sosok paling dicari di Kekaisaran tidak memiliki pengawal, dan Ratu Ketiga dengan sendirinya meminta Lucius menjaga pintu kamar di mana sang Pangeran mengurung diri. Jadi semua yang ada pun berpikir bahwa cepat atau lambat, Lucius pasti akan menjadi pengawal pribadi Pangeran Axillion.
Sejak penutupan Gate Kosong di samping Ibukota Agresia, nama Pangeran Pertama Kekaisaran selalu menjadi buah bibir para Knight. Sosoknya yang berdiri sendiran mengehentikan malapetaka disaksikan semua Knight. Terlebih lagi, meski sudah mengundurkan diri dari hak suksesi tahta Kekaisaran, kesempatan dia menjadi Kaisar tetaplah yang paling besar. Jadi, tidak salah semua Knight, tidak peduli terkenal maupun tidak ingin mengisi posisi kosong sebagi pengawal pribadinya.
"Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan," ujar Lucius pelan sambil menghela napas. Kedua matanya terarah pada pensil pemberian Axillion yang masih ada di tangannya. "Saya tidak tahu bagaimana agar Yang Mulia Pangeran Axillion menerima saya."
"Hmnm," Erick bergumam pelan mendengar penjelasan Lucius. Dia tidak biasa melihat anak yang selalu berdiri tegap tanpa pernah menyerah seperti ini. Berusaha memikirkan cara untuk membantu Lucius, satu ide tiba-tiba terlintas dalam kepala. "Lucius, bagaimana kalau kau mengikuti Turnamen Mahkota Perak?"
"Turnamen Mahkota Perak?" tanya Lucius bingung.
"Benar, Turnamen Mahkota Perak." Erick berpikir, dengan kemampuan Lucius sekarang, dia bisa mengikuti Turnamen tersebut dan membuat namanya sendiri. Jika dia sudah memiliki nama dan cukup terkenal, maka peluangnya untuk menjadi pengawal pribadi sang Pangeran akan lebih tinggi, bukan?
...****************...