Transmigrasi Menjadi Pelayan Pria Jahat

'Seperti yang sudah di tebak, ternyata tragedi ini juga karena pria gila ini. Bagaimana aku bisa mengubah penjahat ini menjadi orang baik dan kaisar yang baik.' Batin Alana.

...****************...

Alana benar-benar mendapatkan tugas yang sangat besar kali ini. Tapi mau bagaimana lagi, Jika membiarkan Rion menjadi penasihat sampai akhir justru akan membuat dunia ini hancur. Jika dunia hancur maka masa depannya juga pasti lenyap.

"Kenapa kau disini ?"Tanya suara bariton yang tiba-tiba saja sudah berada di belakang Alana. Padahal tadi ia begitu jelas melihat pria itu masih berada jauh di depannya.

"Ah, yang mulia ?anda berada disini juga ?menikmati festival ?"Tanya Alana. Wanita itu sekuat tenaga menutupi rasa takutnya.

"Untuk apa kau mengikuti ku ? Apa kau mata-mata permaisuri ?"Ujar Rion yang sudah menatap tajam pada Alana.

"Saya tidak begitu, saya sama sekali bukan mata-mata atau apapun itu. La-lagipula saya hanya melihat anda tadi dan untuk memastikan saya mengikuti anda."Bohong Alana. Jujur saja ia benar-benar sangat gugup saat pria itu begitu dekat padanya.

"Dasar pembohong ! kau pikir aku tidak tau kau telah mengikutiku sejak dari istana."Ujar pria itu. Bahkan Alana bisa melihat di tangan pria itu sudah ada belati yang akan di pergunakan pria itu untuk membunuhnya.

"Saya..saya.." Alana benar-benar tidak bisa berkata-kata saat melihat bagaimana Rion mulai mengangkat belati itu kearahnya.

"Akh ! Saya datang ke sini karena mengkhawatirkan anda !"Teriak Alana dengan menutup matanya. Tanpa sengaja ia mengatakan apa yang menjadi tujuan utamanya.

Tapi siapa sangka Rion menghentikan serangannya.

"Mengkhawatirkan ku ?"Tanya Rion.

"I-iya tentu saja saya mengkhawatirkan anda ! jika tidak percaya maka anda bisa melihat ini." Ujar Alana lalu mengeluarkan botol air mawar dan juga air suci.

"Apa itu ?"Tanya Rion.

"Ini adalah botol air mawar dan air suci, saya membawanya karena takut jika anda diluar kendali lagi."jelas Alana.

"Makhluk aneh." Ujar Rion sebelum akhirnya pergi meninggalkan Alana.

'Aku selamat.' Batin Alana."

Tapi ketika melihat Rion menjauh ia bingung apakah harus mengikuti wanita itu atau pulang ke kekaisaran.

"Bugh."

"Akh." Alana benar-benar terkejut saat jubah itu mengenai kepalanya.

"Gunakan itu lalu ikuti aku dengan tenang." Ujar Rion yang melempar jubah kepada Alana.

"Ha ?"

"Saya boleh mengikuti anda yang mulia ?"Tanya Alana.

Rion tidak menjawab tapi justru berjalan meninggalkan Alana. Tapi Alana tau bahwa itu Artinya Rion memintanya untuk mengikutinya.

"Yang mulia tunggu." Ujar Alana yang berlari mengejar pria itu yang semakin jauh. Tapi kemudian Rion menghentikan langkahnya.

"Jangan memanggilku Yang mulia, apa kau ingin semua orang mengetahui identitas ku." Ujar Rion dengan nada datarnya seperti biasa.

"Ba-baik tuan." Jawab Alana sedikit takut. Alana benar-benar masih belum terbiasa dengan aura mencengkam dari pria tersebut.

'Ini agak mengerikan tapi setidaknya aku bisa mengawasi pria ini agar tidak melakukan sesuatu yang bisa membuat kutukannya bangkit.'Batin Alana.

"Jangan beli apapun."Ujar Rion saat melihat Alana yang ingin mampir di sebuah kedai makanan.

"Hmm baiklah." Ujar wanita itu dengan sedikit kecewa.

"BAIKLAH SEMUA ! KARENA SEBENTAR LAGI ADALAH PENERBANGAN LAMPION JADI CEPAT SIAPKAN LAMPION KALIAN !" Ujar seseorang yang berada di sebuah podium yang cukup tinggi.

Alana melihat penjual lampion yang ada di sampingnya.

Sedangkan Rion yang sedang berjalan membelah kerumunan sadar jika wanita itu pasti mampir di sebuah toko, entah apa yang di beli tapi Rion tampaknya tidak berniat untuk mencari wanita itu.

"Tuan !"Panggil Alana yang entah sejak kapan berada di belakangnya.

"Tuan !" Panggil Alana yang sengaja di biarkan oleh Rion.

"Tuan ! Ambil ini." Ujar Alana dengan memberikan satu buah lampion di tangan Rion.

"Ini." Pria itu masih tidak mengerti dengan apa yang di lakukan dengan wanita aneh yang baru beberapa hari menjadi pelayannya itu.

"Pegang yang benar tuan ! Kita akan menerbangkannya sebentar lagi. Oh ya sebelum itu mari tulis permintaan di lampion ini." Ujar Alana lalu mengambil pena dari dalam tasnya.

'Aku harap kutukan pria ini menghilang dan aku bisa mengubah akhir dunia dan akhir cerita pria ini.' Tulisnya.

"Ini tuan, anda tulis juga sesuatu di lampion milik anda."Ujar Alana.

"Tidak." Rion tampak membuang lampion itu lalu berjalan pergi meninggalkan Alana.

"Bukankah dia sudah keterlaluan." Gumam Alana yang melihat bagaimana lampion yang di buang oleh Rion sudah hancur tidak berbentuk.

Sedangkan disisi lain pria itu berhenti di pinggir danau. Ia melihat tangannya lalu teringat dengan lampion yang ia buang.

"Aku mana pantas melakukan hal konyol seperti itu." Gumamnya.

Hingga beberapa saat ia melihat bagaimana langit telah di penuhi dengan lampion yang di terbangkan. Sebenarnya itu cukup bagus untuk dilihat tapi menurut Rion, Orang sepertinya tidak berhak mengikuti hal semacam itu. Selama ini ia sudah menjalani bagaimana kerasnya kehidupan. Menjadi putra mahkota dengn tanggung jawab yang begitu besar di tambah dengan ayahnya yang sangat gila. Belum lagi permaisuri yang selalu ingin menyingkirkan dirinya. Seseorang sepertinya tidak boleh terjebak dengan hal-hal tidak berguna seperti menerbangkan lampion.

'Aku tidak akan pernah bisa memiliki cahaya seperti itu.' Gumamnya dengn melihat cahaya-cahaya lampion di atas langit. Tempat Rion melihat saya ini benar-benar gelap tanpa ada penerangan dari apapun kecuali lampion yang berterbangan di langit.

"Tuan !" Panggil seorang wanita yang berjalan ke arahnya. Sebenarnya Rion kaget saat melihat wanita ini bisa tau keberadaannya.

'Apa dia datang kesini ingin marah lantaran lampion yang kubuang tadi.' Pikir Rion.

"Tuan ! Kenapa anda disini ?" Tanya Alana.

"Bukan urusanmu !"sinis Rion.

"Huh...jika begitu ayo terbangkan lampion juga" Ujar Alana dengan mengeluarkan lampion miliknya.

'Kenapa belum ia terbangkan ?'Pikir Rion.

"Ayo tuan kita terbangkan bersama ! Pasti menyenangkan." Ujar Alana. Lalu dengan semangat ia berlari kecil ke arah Rion.

"Kau !"Geram Rion saat Alana mengambil tangan Rion agar memegang sudut lain dari lampion itu. Tapi Alana tampak tidak perduli, ia justru mengambil sudut lain dan memegangnya.

Saat ini posisi mereka berhadapan dengan tangan yang memegang lampion.

"Baiklah satu, dua, tiga." Ujar Alana yang melepaskan lampion tersebut begitu pula dengan Rion yang mengikuti apa yang Alana lakukan.

"Wah, itu adalah lampion milik kita, anda tau dia akan bebas dan terbang dengan begitu tinggi." Jelas Alana dengan wajah yang begitu bahagia. Sejenak Rion menatap ke arah wanita itu sebelum tersenyum kecil.