Aku di kenal sebagai gadis tomboy di lingkunganku. Dengan penampilanku yang tidak ada feminimnya dan hobby ku layaknya seperti hobby para lelaki. Teman-teman ku juga kebanyakan lelaki. Aku tak banyak memiliki teman wanita. Hingga sering kali aku di anggap penyuka sesama jenis. Namun aku tidak perduli, semua itu hanya asumsi mereka, yang pasti aku wanita normal pada umumnya.
Dimana suatu hari aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya, kami bertemu dalam suatu acara tanpa sengaja dan mengharuskan aku mengantarkannya untuk pulang. Dari pertemuan itu aku semakin dekat dengannya dan menganggap dia sebagai ibuku, apalagi aku tak lagi memiliki seorang ibu. Namun siapa sangka, dia berniat menjodohkan ku dengan putranya yang ternyata satu kampus dengan ku, dan kami beberapa kali bertemu namun tak banyak bicara.
Bagaimana kisah hidupku? yuk ikuti perjalanan hidupku.
Note: hanya karangan author ya, mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: Gagal Romantisan
Pagi itu, apartemen kami sudah terlihat seperti kapal pecah. Kemarin malam, Galaksi sibuk mencuci pakaian sementara aku mencoba membereskan lemari dapur. Hasilnya? Pakaian yang belum kering berserakan di kursi, dan beberapa piring baru justru pecah karena aku terlalu bersemangat saat merapikan.
“Gimana kalau malam ini kita makan malam romantis aja? Coba sesuatu yang beda,” usul Galaksi tiba-tiba saat sarapan. Ia memandangku penuh harap, seakan makan malam itu akan menjadi penebus kekacauan kemarin.
Aku mengangkat alis, menatapnya dengan skeptis. “Romantis? Kita? Kamu yakin?”
Galaksi terkekeh. “Kenapa enggak? Sekali-sekali, Senja. Lagipula, kita belum pernah benar-benar menikmati momen berdua setelah nikah.”
Aku mengangguk, meski sedikit ragu. “Oke, aku pasrah. Tapi kamu yang urus semuanya.”
Galaksi menepuk dadanya dengan percaya diri. “Serahkan padaku!”
Malamnya, aku pulang dari kafe lebih awal, sedangkan Galaksi memang lebih dulu tiba dirumah karena ingin menyiapkan sesuatu untuk kami berdua. Begitu pintu apartemen terbuka, aroma yang cukup… unik langsung menyeruak ke hidungku. Antara wangi bawang gosong dan entah apa lagi.
“Galaksi?” aku memanggil sambil melangkah masuk.
“Di dapur!” terdengar suaranya dari arah dapur.
Aku langsung bergegas. Pemandangan yang kutemukan? Galaksi berdiri di depan kompor dengan celemek penuh noda, wajahnya terlihat panik. Di atas meja, ada sesuatu yang mungkin tadinya adalah steak, tapi kini lebih mirip batu bara.
“Kamu masak apa?” tanyaku, mencoba menahan tawa.
“Steak,” jawabnya pelan sambil menggaruk kepala. “Tapi kayaknya aku salah langkah…”
Aku tertawa terbahak-bahak, tak bisa menahan diri lagi. “Kamu ini mau bikin romantis atau bencana?”
Galaksi merengut, tapi tak lama kemudian ikut tertawa. “Yaudah, pesen makanan aja, deh. Tapi aku tetep dekor meja makan!”
Suamiku memang unik, dengan tingkah konyolnya yang selalu bisa menghibur ku. Aku pikir di awal pertemuan, dia lelaki yang perfeksionis, namun nyatanya sama saja denganku. Tetapi aku menyukai apa adanya sifat yang di miliki oleh suamiku.
Setelah makanan pesanan datang, kami duduk di meja makan yang sudah dihiasi lilin kecil dan kelopak bunga plastik. Bukan romantis ala restoran mewah, tapi justru membuatku tersenyum. Usaha Galaksi selalu menggemaskan.
Tapi momen itu lagi-lagi rusak saat aku mulai menyuap makanan.
“Galaksi…” aku memanggil pelan. Dia menatapku santai sembari tetap mengunyah makanan yang ada di mulutnya. Menjawab hanya dengan gumaman saja.
“Hm?”
“Kamu pesen makanan pedes, ya?” tanyaku sambil memegang segelas air, berusaha menetralkan rasa terbakar di lidahku.
Galaksi mengernyit. “Loh, aku kira kamu suka pedes!”
“Aku suka, tapi nggak sampai level bikin lidah melepuh gini,” jawabku sambil terbatuk.
Kami akhirnya tertawa lagi, mengakui bahwa makan malam romantis ini benar-benar gagal total. Sepertinya kami tak punya bakat melakukan hal-hal romantis, hihi.
“Senja,” kata Galaksi sambil menggenggam tanganku setelah makan selesai. “Kayaknya kita nggak cocok sama konsep romantis yang terlalu serius, deh.”
Aku mengangguk setuju. “Iya. Tapi yang penting kita nikmatin prosesnya.” Ucapku sembari menatap matanya. Matanya yang meneduhkan membuat aku nyaman. Namun aku paling tak bisa menatap lama mata indah suamiku. Pesonanya di mataku sungguh awur-awuran. Ia selalu berhasil memikat istrinya ini.
Galaksi tersenyum lebar. “Berarti, kita bakal tetap nyoba lagi di lain waktu, kan?”
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Entah bagaimana, meski semuanya terasa kacau, momen-momen seperti ini justru membuatku semakin yakin bahwa kebersamaan kami adalah hal terbaik yang pernah aku miliki.
Malam itu, setelah kami beres-beres, Galaksi mengusulkan sesuatu yang lebih sederhana, menonton film di sofa.
“Jadi, film apa yang kita tonton?” tanyanya sambil menyalakan TV.
“Apa aja, asal jangan drama romantis. Aku udah cukup romantis buat satu hari ini,” jawabku sambil tertawa kecil.
Galaksi memilih film aksi, dan kami duduk berdekatan. Tak ada lilin, tak ada musik lembut, tapi aku merasa ini jauh lebih menyenangkan.
“Kamu tahu, Senja?” Galaksi berbisik di tengah film.
“Apa?” tanyaku sambil mengunyah popcorn, kebetulan memang ada persediaan popcorn yang kami beli sewaktu pulang dari kafe menuju rumah.
“Gagal romantis sama kamu lebih seru daripada sukses romantis sama orang lain,” katanya dengan nada menggoda.
Aku menatapnya, lalu tertawa kecil. “Gombalanmu makin nggak masuk akal, Gala.”
“Tapi kamu suka, kan?”
Aku hanya tersenyum sambil bersandar di pundaknya. Meski gagal romantis, aku tahu bahwa momen bersama Galaksi adalah sesuatu yang selalu aku nanti.
Namun seketika ia menatapku, menarik daguku agar kami saling menatap. Aku menelan saliva, kenapa aku segugup ini di tatap sedemikian intens oleh suamiku. Biasanya aku tak pernah goyah di tatap oleh siapapun.
"Gala? Tadi kamu panggil aku dengan sebutan Gala?" Tanyanya dengan mata berbinar. Aku spontan menganggukkan kepala.
"Aku suka, mulai saat ini panggil aku Mas Gala, no Gala saja."
Mataku melotot, menatapnya dengan tatapan tak percaya. Tak pernah dalam sejarah aku memanggil seseorang dengan sebutan Mas, tapi aku sadar Galaksi sudah menjadi suamiku. Memang sudah sewajarnya aku memanggil Galaksi dengan sebutan yang lebih sopan.
"Kenapa diam sayang?"
Degh!
Belum cukup ia membuat pernyataan untuk di panggil Mas, kini Galaksi memanggil diriku dengan sebutan sayang.
To Be Continued...
apa yg dikatakan Senja benar, Galaksi. jika mmg hanya Senja di hatimu, tidak seharusnya memberi Maya ruang dalam hidupmu. padahal kamu tahu betul, Maya jatuh hati padamu.
Tidak bisa menjaga hati Senja, berarti kesempatan lelaki lain menjaganya. jangan menyesal ketika itu terjadi, Galaksi