PLAK
Dewa menatap kaget campur kesal pada perempuan aneh yang tiba tiba menampar keras pipinya saat keluar dari ruang meeting.
Dia yang buru buru keluar duluan malah dihadiahi tamparan keras dan tatapan garang dari perempuan itu.
"Dasar laki laki genit! Mata keranjang!" makinya sebelum pergi.
Dewa sempat melongo mendengar makian itu. Beberapa staf dan rekan meetingnyaa pun terpaku melihatnya.
Kecuali Seam dan Deva.
"Ngapain dia ada di sini?" tanya Deva sambil melihat ke arah Sean.
"Harusnya kamu, kan, yang dia tampar," tukas Sran tanpa menjawab pertanyaan Deva.
Semoga suka ya... ini lanjutan my angel♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan?
Saat Emily mencapai loby apartemen, dia menangkap satu sosok yang dia kenal.
"Laron!" panggilnya sambil melangkahkan kaki lebih cepat.
Laki laki yang dipanggil menoleh dan tersenyum tipis.
"Nona muda yang ngga dianggap," balas laki laki bule itu santai.
"Kamu tinggal di sini?"
Nah, kan, siapa tau Aaron laki laki kaya yang pura pura miskin. Seperti cerita novel novel romantis yang kadang dia baca
Aaron terkekeh dengan kedua tangannya berada di saku celananya.
"Maunya , sih."
Yaa.... Emliy agak kecewa. Padahal kalo kenyataan ini benar, Emily akan membungkam mulut sombong kedua temannya.
"Kamu mau kemana?" tanya Aaron sambil melangkah menjejeri Emily yang ngga menanggapi kalimatnya tadi.
"Mau ke tempat orang yang paling menyebalkan di dunia."
"Emang ada?" ledek Aaron.
Emily hanya mendelik. Selama kuliah, walau hanya beberapa kali berinteraksi dengan Aaron, Emily merasa nyaman.
Aaron tau tentangnya, tapi Aaron malah menjadikan itu sebagai candaan membuat mereka bisa ngobrol tanpa harus memikirkan batas kesopanan. Dia pun bebas mencela Aaron.
Aaron terkekeh melihatnya.
Mereka pun sampai di parkiran.
"Mau numpang atau tetep naek sepeda?" canda Emily saat berada di persimpangan.
Aaron masih mempertahankan gelak tawanya.
"Ngga ada yang marah kalo aku numpang?" Sudut mata Aaron menangkap satu mobil mewah yang dia sangat kenal.
Senyum miringnya terbit
Hahaha.... Ini yang kamu suka? Kirain Nagita, tawa Aaron dalam hati.
Siapa yang mau pacaran sana anak yang ngga jelas gini, batin Emily sakit
Racun yang tiap hari dia dengar dari mama Nagita dan kakek nenek Nagita ternyata sudah menyatu dalam darah dan nafasnya. Juga rasa percaya dirinya.
"Hemm...." Emily seolah lupa tadi nawari Aaron untuk numpang ke mobilnya.
"Basa basi, doang," ledek Aaron mengingatkan ketika melihat gadis itu malah sudah berjalan meninggalkannya.
"Pasti ditolak, kan," balas Emily cuek.
Aaron tambah ngakak.
Dia kini melangkah mendekati mobil yang dia curigai saat melihat Emily sudah masuk ke dalam mobilnya.
Dengan santai Aaron bersandar di kap depan mobil yang dia ketawai dalam hati.
Emily sempat mengawasi Aaron saat menjalankan mobilnya.
Mobil temannya? duganya dalam hati.
Kalo dia tidak tinggal di apartemen, mungkin temannya yang mengajaknya. Dan sekarang temannya menjemputnya, analisa Emily dalam hati.
Dan setelah mobil Emily menjauh dari basemen, pintu mobil yang disandarin Aaron terbuka.
Aaron tersenyum saat meliriknya.
Laki laki tampan itu pun keluar dan ikut bersandar di mobilnya, di dekat Aaron.
"Ngapain diawasi aja, ngga disamperin," kekeh Aaron pelan, dengan nada mengejek.
Dewa ngga menjawab, dalam hati memaki, ngga nyangka ketahuan sepupunya.
Subuh tadi dia kebetulan mendapat telpon dari rekan bisnisnya yang tinggal di apartemen yang ditinggali Aaron juga.
Ngga disangka ternyata Emily juga tinggal di sini.
Dewa tadi kaget melihat Emily dan Aaron yang sedang berjalan beriringan sambil mengobrol akrab dan tertawa.
Di luar dugaan Aaron melihatnya.
Sialan, batinnya saat tau mata sepupunya menatap ke arahnya.
Sekarang sepupunya mentertawakannya dengan hati amat sangat senang.
'Jadi yang kamu suka Emily. Aku sempat berpikir kamu menyukai Nagita," ucap Aaron lagi dengan sisa tawa di wajahnya.
Dia tau saat ini sepupunya sedang memakinya dalam hati. Bisa dilihat dari sinar mata tajamnya.
Dalam hati Aaron bersyukur, karena saingannya tinggal Deva.
Ngga masalah buatnya, karena Deva sangat membuatnya merasa terintimidasi.
Beda dengan Dewa, yang sesekali bisa membuatnya insecure.
"Kamu suka Nagita?" tebak Dewa.
"Ketahuan, ya?" Aaron terkekeh lagi.
Dewa mengalihkan tatapannya dengan seringai tipisnya.
"Kalo kamu sama Emily, jadi Deva yang bakal dijodohkan dengan Deva?"
"Tidak juga."
Alis Aaron menyatu, tatapnya tampak bingung.
"Maksud kamu?"
"Deva sudah punya pilihan sendiri."
"Jadi.....?" Hati Aaron langsung bersorak.
"Dia tidak diikat siapapun."
Aaron tertawa lagi, tapi dengan makna yang beda.
*
*
*
Emily menghela nafas berkali kali. Dia sekarang sedang berdiri di depan pintu ruangan laki laki menyebalkan itu
Sekretarisnya sudah mengijinkannya masuk, tapi tetap aja ada rasa enggan.
Tiba tiba pintu itu terbuka sendiri membuat Emily terhenyak.
Kini tatapnya terarah jauh ke depan, pada sosok yang masih duduk di meja kerja tanpa menatapnya.
Emily sampai kesal sendiri.
Dia sendirian? Syukurlah yqng kurang ajar itu ngga ada di sini, batin Emily sedikit lega.
Kalo mereka berdua berkumpul bisa menjadi satu kesatuan pembuly yang kuat.
Dengan terpaksa dia melangkahkan kakinya.
Begitu Emily memasuki ruangan dua langkah terdengar suara laki laki itu berkata.
"Close the door."
Emily merutuk kebodohannya yang menoleh saat mendengar suara pintu itu yang tertutup.
"Hanya suaraku yang bisa melakukannya," jelas Dewa tak acuh.
Ya, ya, batinnya Emily sewot. Memang canggih, karena pintu di ruangan papanya masih harus di buka dan ditutup dengan tangan.
"Kenapa malah bengong nggak langsung masuk? Desainnya belum jadi?" ejek Dewa. Salah sendiri karena sudah menjanjikan membuat desain sekilat itu.
"Enak saja! Udah, kok," kilah Emily kesal dan semakin cepat melangkah ke depan Dewa.
Dewa masih fokus menatap layar laptopnya. Seakan masih ngga percaya dan meremehkan.
Dengan sedikit kasar, Emily meletakkan rancangannya yang sudah dicetak di beberapa lembar kertas folio.
Dewa hanya mengambil kertas kertas itu tanpa melihat ke arah Emily.
Memeriksanya.
"Bagaimana...? Aku ngga bohong, kan."
"Hemm.... Kamu ngga buat asal asalan, kan?" tanya Dewa masih tetap ngga acuh.
Dia hanya meledek saja, padahal dalam hati kagum.
Mengingat waktu yang singkat tapi bisa membuat desain yang sangat detail.
"Tentu saja tidak." Emily berusaha menjaga nada suaranya agar ngga berteriak.
Demi segala kesal..... hati, bersabarlah, batinnya berulang ulang.
Dewa mengulaskan senyum tipisnya.
Dia yakin, daddynya akan suka dengan desain minimalis ini. Karena maminya menyukai kesederhanaan.
"Kamu membuat tempat barbeque?"
"Saya pernah mendengar ibu anda memiliki restoran steik."
"Hemmm...." Dewa menyimpan pujian kagumnya. Ngga disangkanya gadis itu menyelidiki juga sampai ke sana.
Maminya pasti akan tambah senang.
Dia pun memfotonya dan mengirimkannya pada daddynya.
"Mau minum?" tawar Dewa sambil menunggu balasan daddynya.
"Tidak, terimakasih." Yang Emily inginkan segera meninggalkan ruangan si menyebalkan ini.
Dewa malah bangkit dari duduknya.
Dia seolah ngga menyadari ada Emily di sana.
Emily mengawasinya, rupanya dia berjalan ke sudut ruangan. Ada mesin pembuat kopi di sana.
Dengan cekatan Dewa membuat kopinya.
Ngga lama.kemudian aroma harun kppi menyebar di dalam ruangan itu.
"Kalo mau, buat saja sendiri," ucapnya, kemudian menyesap kopinya perlahan.
Emily kembali menggelengkan kepalanya biarpun aroma.kopi menggodanya.
Gengsinya masih sangat tinggi.
Lagian itu hanya kopi, batinnya.
Dewa ngga menawarkannya lagi. Dia kini konsen untuk menghabiskan kopinya perlahan.
"Bisakah aku pulang sekarang?"
"Tidak bisa. Kamu harus menunggu pesan atau telpon dari daddyku dulu. Setelah itu kita akan survey lokasi, untuk meyakinkan kalo desainmu memang bisa dibangun di sana."
Emily kaget, kenapa baru bilang sekarang?
"Kamu bisa survey sendiri," tolak Emily ngga minat. Dia yakin seribu persen kalo desainnya ngga akan ada masalah jika dibangun di sana.
"Desainernya harus ikut," sahut Dewa dengan nada yang ngga mau dibantah.
Baru saja Emily mau menyanggahnya, getaran ponsel Dewa yang ada di atas mejanya membuatnya membatalkannya
"Ponselmu."
Dewa meletakkan cangkirnya yang sudah hampir tandas, berjalan ke mejanya lagi.
Nggak lama kemudian,
"Kita pergi sekarang," ucap Dewa setelah membaca pesan dari daddynya.
Hati Emily langsung kesal karena laki laki di depannya seenaknya saja memaksakan kehendaknya.
"Ingat, daddyku sudah membayarnya."
Emily ngga bisa berkutik, karena daddy Dewa memang sudah mentransfernya dengan sangat banyak.
DevaVina
AaronNagita
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan