"Dia membuang sebuah berlian, tapi mendapatkan kembali sesuatu yang kurang berharga. Aku yakin dia akan menyesali setiap keputusannya di masa depan, Illana."—Lucas Mathius Griggori.
Setelah cinta pertamanya kembali, Mark mengakhiri pernikahannya dengan Illana, wanita itu hampir terkejut, tapi menyadari bagaimana Mark pernah sangat mengejar kehadiran Deborah, membuat Illana berusaha mengerti meski sakit hati.
Saat Illana mencoba kuat dan berdiri, pesona pria matang justru memancing perhatiannya, membuat Illana menyeringai karena Lucas Mathius Griggori merupakan paman Mark-mantan suaminya, sementara banyak ide gila di kepala yang membuat Illana semakin menginginkan pria matang bernama Lucas tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Eclaire, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Cuddle.
"Nyonya muda, Anda sangat giat bekerja sampai membawanya pulang ke rumah. Apakah Anda bekerja di sebuah perusahaan?" Suara bernada kekaguman tersebut berasal dari bibir Bibi Chen ketika memasuki ruang kerja Illana untuk mengantar segelas susu hangat.
Illana tersenyum, ia memang cukup sibuk beberapa hari ini karena harus menyiapkan skema penawaran terhadap sebuah proyek yang diincar Cinnamon, sehingga dirinya harus memastikan konsep mereka memenuhi standar.
Ia senang mendengar pertanyaan Bibi Chen, melegakan menyadari hanya sebagian orang yang mengetahui identitasnya.
"Ya, Bibi Chen. Aku bekerja di sebuah perusahaan."
"Anda pasti sangat lelah karena harus lembur hingga larut malam seperti ini."
"Apakah cukup larut?" Ia menatap jam dinding. "Jam sembilan, ini belum larut sama sekali. Terkadang aku memang bisa gila bekerja."
"Baiklah. Namun, Nyonya muda harus segera beristirahat jika mulai merasa lelah, kesehatanmu lebih penting dari apa pun."
Illana mengangguk, ia meraih segelas susu hangat di samping laptop, meneguknya sedikit. "Terima kasih sudah memperhatikanku, Bibi Chen."
"Aku tidak akan mengganggu Anda lagi, jangan lupa untuk beristirahat."
Ketika Bibi Chen berjalan keluar dari ruang kerja Illana, wanita itu teringat sesuatu—sehingga mencegahnya. "Tunggu sebentar."
"Ya, Nyonya muda. Anda membutuhkan hal lain?" Ia berhenti di ambang pintu.
"Tidak. Aku hanya ingin bertanya, apakah Lucas memang sering pergi jauh seperti ini?"
"Terkadang, bisa terjadi beberapa bulan sekali. Eum, apakah Anda merindukannya?"
Pertanyaan Bibi Chen membuat wajah Illana merona, tapi berusaha mengalihkan. "Tidak, tidak. Aku hanya bertanya saja. Maksudku dia membuat rumahnya kosong."
Bibi Chen masih memiliki cara lain untuk menggoda anggota baru rumah ini, melihat bagaimana ekspresi Illana memang cukup menggemaskan. "Tidak masalah jika saling merindukan, itu hal wajar, apalagi kalian baru saja menikah. Besok Tuan Lucas sudah kembali, Nyonya muda bisa bebas melihatnya, bukan?"
"Ah. Sudahlah, cuaca menjadi lebih dingin dari sebelumnya, bukan?" Ia kembali meneguk susu hangat seraya mengalihkan pandang, siapa sangka juru masak di sini memiliki sisi jahil seperti itu.
Setelah Bibi Chen menyingkir, Illana kembali melanjutkan pekerjaan hingga menghabiskan waktu sekitar setengah jam, ia mulai menguap dan memilih berhenti, ia masih memiliki waktu dua hari untuk menyempurnakan konsep penawaran tersebut sebelum bersaing dengan perwakilan dari perusahaan lain.
Illana menghabiskan susu, merapikan kembali pekerjaannya sebelum beranjak. Ia sempat memperhatikan sebuah lukisan renaissance yang menempel di dekat pintu, tepat di seberang meja kerjanya, sehingga ia bisa puas memandang. Ia harus berterimakasih kepada Lucas saat pria itu kembali karena memperhatikan beberapa hal kecil agar Illana merasa nyaman tinggal di sini.
***
"Nona, Anda masih mengingat Z Magazine?" Nora berbicara ketika memasuki lift bersama Illana pagi ini, ia akan menemani atasannya keluar bertemu klien di tempat lain.
"Iya. Apakah mereka menghubungi kembali?"
"Benar, Nona. Ini terkait nama Anda yang berhasil memasuki daftar seratus pebisnis terbaik Eropa sepanjang lima tahun terakhir, mereka ingin mencoba melakukan wawancara eksklusif dengan Anda."
Illana menatap jam tangannya, memastikan ia tepat waktu. "Katakan bahwa aku bersedia. Kapan mereka bisa melakukannya?"
"Ah. Terkait hal itu, aku bisa mendapatkan jadwal setelah mengonfirmasi ketersediaan Anda."
"Baiklah. Z Magazine memiliki ulasan positif dari pembacanya, bukan masalah jika namaku akan dimuat pada beberapa halaman."
"Namun, terkadang mereka senang menyinggung hal pribadi narasumber."
"Maksudmu?"
"Seperti mengungkit masalah percintaan."
Illana bergeming, ia mencoba mempertimbangkan keraguan Nora. "Eum. Tidak apa-apa, ini tergantung bagaimana aku harus menjawabnya. Jadi, tenanglah."
"Lalu, aku masih penasaran sampai hari ini tentang seseorang yang mengirim bunga sebanyak itu untuk Anda, Nona."
Illana kembali bergeming, ia memang tak memberi penjelasan meski telah mengetahuinya.
"Aku juga ... tidak tahu." Ia menjawab ragu, belum berniat jujur.
"Pasti Nona memiliki pengagum rahasia." Ia membayangkan banyak hal misterius di kepalanya. "Ini sangat romantis."
"Hm. Sudahlah."
Pintu lift terbuka di lobi, mereka bergegas meninggalkan Cinnamon dan kembali saat jam makan siang.
***
Illana segera melepas heels, menggantinya dengan sandal yang nyaman dan empuk. Benda itu membuat kakinya seperti mati rasa hari ini setelah cukup banyak berjalan di luar kantor. Ia menjatuhkan tubuh di ranjang, merasakan persendiannya cukup pegal sambil menatap langit-langit kamar.
Lucas berkata bahwa kembali ke Jerman hari ini, entah jam berapa, Illana tidak memastikannya.
Sinar pada sepasang bola mata Illana perlahan meredup saat kantuk menyerang, ia terlalu nyaman merebahkan tubuh setelah aktivitas panjang pekerjaannya menyerap banyak energi, ia bahkan belum mengganti pakaian, tapi kelopak matanya sudah tertutup rapat.
"Istriku sudah pulang?" tanya Lucas kepada pelayan yang menyambutnya di dekat pintu utama.
"Ya, Tuan. Nyonya muda sudah pulang."
"Di mana?"
"Terakhir aku melihatnya memasuki kamar utama."
"Baiklah." Ia cukup bersemangat menemui Illana setelah dua hari meninggalkannya di sini, ia membawa beberapa benda untuk diberikan kepada wanita itu, tapi pemandangan tak terduga menyambutnya saat pintu kamar terbuka lebar. "Istri—"
Lucas mendesah, istrinya terlelap dengan sedikit berantakan, sepasang heels masih tergeletak di samping sandal empuk yang digunakan wanita itu. Illana bahkan masih memakai outfit kantornya, apakah situasi ini cukup nyaman?
"Pekerjaan seperti apa yang dilakukannya hari ini, sehingga dia tertidur sangat cepat, bahkan sebelum berbenah." Lucas bergumam, ada sedikit kekesalan menyelinap menanggapi tingkah istrinya.
Ia meletakan hadiah kecilnya di permukaan nakas, lalu memindahkan heels serta tas Illana ke ruang ganti. Posisi tidur wanita itu membuat Lucas menggeleng, membuatnya bertanya-tanya, apakah Illana selalu seperti ini saat tinggal sendiri di apartemennya?
"Ternyata istriku terkadang bisa sedikit kacau, tapi menggemaskan." Ia berniat memindahkan Illana agar kepalanya bersandar pada bantal, wanita itu hanya merebahkan diri dengan asal, posisi tubuhnya melintang memenuhi kasur besar mereka.
"Engh—"
Saat Lucas mengangkat pelan tubuh Illana, sang istri melenguh mencari posisi yang nyaman pada pelukan pria itu, menghentikan gerakan Lucas, mencuri debaran jantungnya. Hanya berada di samping wanita itu Lucas merasa berdebar karena momen menyenangkan.
Namun, ketika Lucas berhasil meletakannya kembali pada tempat yang lebih nyaman, Illana justru terbangun.
"Lucas."
"Ah. Maaf karena membuatmu terbangun, pasti sangat lelah, bukan?" Ia duduk di tepi ranjang, membiarkan Illana beranjak seraya mengusap matanya.
"Kamu sudah kembali?"
Lucas mengangguk. "Baru saja."
Illana mengangkat sepasang tangannya, melakukan peregangan otot.
"Sepertinya kamu melalui hari yang sibuk," komentar Lucas.
"Ya. Sedikit, tapi akan segera berlalu, ini bukan masalah."
"Apakah pegal?"
"Sedikit. Aku bisa pergi ke tempat spa setelah semuanya selesai."
"Baiklah. Kamu bisa berbenah sekarang, lalu melanjutkan istirahatmu. Aku takkan mengganggu." Ia beranjak, tapi Illana menggenggam tangannya. "Ya?"
"Kamu sepertinya lebih lelah dariku, bukan? Mari beristirahat bersama. Aku belum ingin mandi, lagipula udara memang menjadi lebih dingin karena hujan sebelumnya."
"Aku—"
"Atau, kamu masih memiliki hal lain untuk dilakukan? Kamu akan pergi lagi?"
"Tidak."
"Jadi, temani aku tidur. Aku ingin memelukmu."
Lucas menelan ludah. Apa itu? Illana benar-benar mengatakannya, huh?
"Mengapa diam? Kamu tidak bersedia?" Ekspresinya berubah, ia sedikit kecewa.
"Tentu saja bersedia, siapa yang akan menolak untuk tidur sambil memeluk istrinya."
"Kalau begitu di sini." Illana menepuk permukaan kosong di sampingnya sambil tersenyum.
Lucas mengembuskan napas, rasa lelahnya seketika lenyap karena Illana. Ia segera berbaring di sebelahnya, lalu memeluk erat wanita itu seraya menempelkan dagu pada puncak kepala sang istri. Aroma rambut Illana masih sangat harum meski telah menghabiskan aktivitas di luar sepanjang hari.
Illana merasa sangat nyaman, kelopak matanya begitu cepat terpejam setelah membenamkan diri pada pelukan hangat Lucas. Aroma tubuh pria itu berhasil mengantarkan Illana pada istirahat yang nyaman.
"Selamat tidur, istriku." Ia mengecup puncak kepala Illana, kemudian menyusul terlelap.
***