Ibrahim, ketua geng motor, jatuh cinta pada pandangan pertama pada Ayleen, barista cantik yang telah menolongnya.
Tak peduli meski gadis itu menjauh, dia terus mendekatinya tanpa kenal menyerah, bahkan langsung berani mengajaknya menikah.
"Kenapa kamu ingin nikah muda?" tanya Ayleen.
"Karena aku ingin punya keluarga. Ingin ada yang menanyakan kabarku dan menungguku pulang setiap hari." Jawaban Ibra membuat hati Ayleen terenyuh. Semenyedihkan itukah hidup pemuda itu. Sampai dia merasa benar-benar sendiri didunia ini.
Hubungan mereka ditentang oleh keluarga Ayleen karena Ibra dianggap berandalan tanpa masa depan.
Akankah Ibra terus berjuang mendapatkan restu keluarga Ayleen, ataukah dia akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35
Menarik nafas dalam, lalu membuangnya perlahan. Berkali-kali Ibra melakukan itu tapi tetap saja tak bisa mengurangi kecemasannya. Jantungnya berdegup kencang, sampai dia beberapa kali menepuk dada, berharap detaknya kembali normal. Tapi sayangnya itu tak berpengaruh sedikitpun.
Mendengar derap langlah yang semakin dekat, keringat dingin mulai merembes dari pori-pori kulit Ibra. Tubuhnya gemetaran. Melajukan motor dengan kecepatan tinggi, bahkan berantem di ring tinju, dia tak takut sama sekali. Tapi malam ini, dia yang seorang pemberani mendadak jadi penakut, nyalinya menciut, hingga seciut helaian rambut.
Melihat orang tua Ayleen dan abangnya, dia langsung berdiri untuk memberi salam.
"Sel- se- selamat pagi Om, Tante, Bang." Hanya untuk mengucap salam saja, tegangnya minta ampun. Melebihi tegangnya memacu motor dengan kecepatan tinggi.
"Kamu waras?" celetuk Aydin sambil tersenyum miring. Sementara Ayah Septian dan Mama Nara masih bengong. "Coba lihat diluar."
Ibra reflek melihat kearah pintu yang terbuka. Tak ada sesiapa disana, tapi kenapa dia disuruh melihat keluar? Apa dia sedang diusir? Dia masih belum paham.
"Apa menurutmu ini pagi?" sindir Aydin sambil lagi-lagi tersenyum miring.
"Apakah tadi saya salah bicara?" Ibra benar-benar tidak sadar jika tadi, dia mengucapkan selamat pagi.
"Sudah-sudah," lerai Ayah Septian. "Silakan duduk." Dia juga duduk, tapi tidak dengan Aydin dan Mama Nara yang masih berdiri sambil melempar tatapan sengit pada Ibra.
"Berani juga kamu kesini." Ujar Aydin dengan nada meremehkan. Kalau saja tadi sebelum keluar, dia tak diperingati ayahnya untuk tidak membuat kegaduhan, ingin rasanya dia kembali menghajar Ibra.
"Ada apa ingin bertemu saya?" tanya Ayah Septian.
"Lebih baik kamu pulang saja kalau tujuanmu mau bertemu Leen," ujar Mama Nara. "Kami tidak mengizinkan Ayleen berhubungan dengan kamu."
"Alasannya?" Dengan bodohnya, Ibra malah bertanya demikian, padahal alasannya sudah pernah dijelaskan Ayleen, keluarganya tidak suka dengan pemuda yang ikut geng motor, yang kehidupannya dianggap tak jelas.
"Heis," Aydin berdecak kesal. "Karena kamu cuma membawa pengaruh buruk pada Ayleen. Leen berubah sejak kenal dengan kamu. Dia jadi berani bohong, berani keluar malam, dan yang lebih parah, berani berduaan dengan lawan jenis didalam kamar," terangnya bersungut sungut.
"Maaf, tapi kami tidak melakukan apa-apa malam itu." Entah dipercaya atau tidak
"Itu karena aku keburu datang, kalau tidak, aku tidak yakin." Aydin mengepalkan telapak tangan sambil menatap Ibra tajam.
"Biar Ayah yang bicara dengannya," Ayah Septian menoleh pada Aydin. Meminta anak sulungnya itu untuk sementara tak ikut campur dulu.
Aydin menggeram perlahan, tak setuju dengan pemintaan sang ayah. Tapi dia tak berani menolak.
"Kamu pacarnya Ayleen?" tanya Ayah Septian sambil menatap Ibra.
"I-iya Om." Ibra kembali menyeka keringat dingin yang membasahi kening dan lehernya. Meski tak terlihat garang, tapi nada bicara ayah yang tegas serta pembawaannya yang tenang, membuat nyali Ibra ciut.
"Kenapa kamu suka pada Ayleen?"
"Ka-karena dia ba-baik dan cantik." Lidah Ibra terasa kelu. Tadi saat menghadapi dan menjawab pertanyaan Aydin, dia tak segugup ini. Tapi menghadapi ayah yang nada suara justru tak tinggi, malah membuatnya keder.
"Mamanya juga baik dan cantik, jangan-jangan kamu suka juga." Seloroh ayah sambil menoleh kearah Mama Nara.
"Ayah," desis Mama sambil melotot. Sama sekali tak mengira jika suaminya itu malah ngajak becanda.
"Kalau alasan kamu suka pada Ayleen karena baik dan cantik, banyak loh wanita yang juga baik dan cantik. Takutnya saat kamu ketemu wanita yang lebih baik dan cantik dari Leen, nanti cinta kamu berpindah."
Ibra menggeleng cepat. "Ti-tidak seperti itu maksud saya, Om. Ayleen istimewa bagi saya."
"Istimewa seperti apa?" Ibra sungguh dibuat mati gaya. Cowok yang biasanya bicara lantang itu berubah 180 derajat didepan Ayah Septian.
"Tidak bisa saya jelaskan, tapi Ayleen benar-benar istimewa bagi saya." Jawaban Ibra membuat Ayah Septian tergelak. Dan hal itu membuat wajah Ibra langsung pucat pasi. Dia merasa sudah memberikan jawaban yang super salah, makanya diketawain.
"Hei anak muda. Tidak seperti ini memperlakukan seorang gadis yang kamu anggap istimewa, spesial. Mengantar jemput dia tanpa izin orang tua, hanya sampai didepan rumah, sama artinya dengan kamu tidak mengistimewakannya. Barang yang istimewa, akan kamu serahkan ketempat yang aman, pada orang yang bisa menjaganya, bukan menelantarkannya dipinggir jalan. Donat yang istimewa saja, tempatnya di etalase, bukan diletakkan asal dipinggir jalan."
Jleb, Ibra otomatis kena mental. Keringat dingin makin deras mengalir ditubuhnya. Begitupun dengan detak jantungnya yang berdegup makin tak karuan. Dia hanya bisa berharap semoga saja tidak pingsan, karena itu akan sangat memalukan.
"Kalau memang Ayleen tidak mengizinkanmu bertemu dengan kami, harusnya kamu menyakinkan dia kalau kami pantas untuk Leen, dan kamu berani bertemu dengan orang tuanya. Bukan malah menikmati main petak umpet. Dan akhirnya kalau sudah tertangkap seperti ini, kamu sendiri yang malukan?" Wajah Ibra makin pucat, seperti tak ada darah yang mengalir ditubuhnya.
"Maafkan saya, Om," ujar Ibra sambil menunduk.
"Membiarkan Ayleen tidak dirumah tengah malam, itu jelas bukan mengistimewakannya. Siapapun akan memandang buruk seorang gadis yang tengah malam berduaan dengan pria didalam kamar, tidak ada istimewanya. Dan satu lagi, kalau dia istimewa, kamu tidak akan mengajaknya pacaran. Kamu mengertikan, maksud saya?"
Ibra mengangguk, "Ya, saya mengerti. Karena itulah, saya datang kemari menemui Om. Saya ingin membuktikan jika Ayleen istimewa bagi saya. Saya ingin melamar Ayleen."
Mata Mama Nara dan Aydin langsung melotot. Sebenarnya Ayah Septian juga kaget dengan keberanian Ibra, tapi dia masih bisa mengatur ekspresi.
Dan seorang gadis yang diam-diam menguping, wajahnya langsung memanas mendengar sang pujaan hati dengan berani datang melamarnya.