Pertemuan antara lelaki bernama Saddam dengan perempuan bernama Ifah yang ternyata ibu kosnya Ifah adalah gurunya Saddam disaat SMA.
Ingin tau cerita lengkapnya, yuk simak novelnya Hani_Hany, menarik loh... jangan lupa like, komen, dan ajak para readers yang lain untuk membaca. yuks
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30
Seharian Ifah dirundung kesedihan yang tidak pasti. Sorenya dia ingin berjalan ke taman, kemudian dia berjalan sendiri karena suami harus pulang ke rumah mereka untuk mengecek keadaan disana! Ibu Setya pergi pengajian, Novi sibuk di kamar mengurus Skripsinya yang gak kelar².
Tiba ditaman sendiri. "Mama, kalau mama masih ada pasti mama temani aku jalan jalan kan?" batinnya melow lagi sambil mengusap perut besarnya.
"Jalan sendiri de?" tanya tetangga.
"Ya bu." jawab Ifah singkat, ditanya seperti itu seolah dia mau menangis kencang. "Huuaaa." dalam hati. Ifah melanjutkan perjalanannya untuk mengelilingi taman. "Kita harus kuat nak, meski jalan berdua kuat ki nak." batinnya menguatkan diri sendiri sambil terus berjalan bahkan tidak memiliki rasa lelah sedikit pun. Menjelang maghrib, Ifah akan pulang ternyata Saddam baru datang dari rumah yang mereka tempati.
"Sini ku bonceng yank." ajak Saddam.
"Gak." ketus Ifah. Moodnya masih belum stabil, dia terus berjalan hingga rumah. Saat di depan pintu pagar ibu Setya juga baru masuk.
"Kamu jalan sendiri Fah?" tanyanya heran.
"Ya bu." jawabnya singkat.
"Saddam mana?" tanyanya lagi sambil duduk dikursi teras.
"Itu." Ifah masuk rumah dengan pelan menuju kamar.
"Saya kira ditemani Saddam atau Novi. Mana Novi? Kenapa gak temani kakakmu jalan ke taman?" tanya ibu Setya heboh. "Tadi ibu keliling lewat taman tapi gak lihat kamu Fah?" tanyanya dengan suara cukup keras.
"Aku disana bu, yang ujung." jawabnya. "Nyarinya dimana? Gimana mau ketemu nyari dijalanan, orang ada di taman." gerutu Ifah sambil buka bajunya dalam kamar karena gerah, tidak lupa pakai kipas angin.
Malamnya sebelum tidur, Ifah ingin ditemani suami bahkan di elus elus belakang atau punggungnya.
"Tumben." batin Saddam tapi tetap melakukan keinginan sang isteri hingga tertidur pulas. Kemudian Saddam keluar kamar untuk duduk diteras karena gerimis. Biasa kalau hujan deras air akan masuk ke teras makanya perlu dipel atau dibersihkan.
"Yank." Ifah memanggil tepat pukul 00.00, Saddam mendekat.
"Kenapa yank?" tanyanya sambil memperhatikan sang isteri yang berusaha duduk.
"Mau buang air besar yank." ujarnya lalu bangkit dan dipegangi tangannya oleh Saddam.
"Pelan² sayank." peringat Saddam. Ifah mengangguk lalu menuju kamar mandi. Tiga kali bolak balik buang hajat lalu ibu Setya bersuara.
"Siapa di kamar mandi sebelah?" tanya Ibu Setya.
"Aku bu." jawab Ifah hendak keluar kamar mandi.
"Ayo bersiap ke Rumah Sakit." ucap ibu Setya lalu bergegas mencari pakaian yang akan dikenakannya.
"Saddam langsung bersiap berganti pakaian, ketika Ifah sampai di kamar langsung disuruh duduk.
"Duduk dulu yank, mau minum?" tanyanya.
"Gak yank, coba aku baring dulu ya yank." ujar Ifah santai lalu mengambil posisi baring di kasur lantai. "Sssttt sakit yank." kemudian dia berpindah ke kasur berniat baring tapi sakit juga. "Kayaknya si baby dah mau lahir yank." ucap Ifah pelan. Dua kali Ifah mencoba baring di atas kasur tapi tetap sama dia merasakan sakit pada perutnya, biasa disebut kontraksi.
"Coba pakai jalan yank." usul Saddam lalu Ifah pun menurut dengan berjalan mondar mandir dalam kamar. Untuk keperluan di rumah sakit atau di tempat bersalin sudah siap.
"Ayo, sudah siap?" tanya ibu Setya menuju ruang tamu yang belum melihat anak dan menantunnya keluar kamar.
"Sudah bu, masih istirahat dulu Ifah." jawab Saddam keluar kamar lalu duduk di kursi.
"Novi, kamu ikut atau di rumah saja? Dia itu baru selesai kerja Skripsinya." ucap ibu Setya bangga pada anak bungsunya itu padahal sudah semester 9 tapi belum menjadi Sarjana.
"Ikut bu, ganti baju dulu." ucapnya dari dalam kamar.
"Jangan lama Novi, sudah mau lahir kemenakanmu." ucap ayah Putra, yang lain juga sudah siap semua di ruang tamu. Kecuali adik laki² Saddam dia tinggal di Kiosnya sehingga tidak ikut mengantar Ifah ke rumah bersalin. Ketika semua sudah siap, kemudian berangkat ke rumah sakit usulan sang dokter saat USG. Tepat pukul 02.00 dini hari mereka berangkat ke RS AM. Setibanya di rumah sakit disambut oleh satpam dengan ramah, begitu juga para bidan dan perawat yang jaga malam.
"Selamat malam pak." ucap Satpam memberi jalan untuk parkir mobil dekat UGD.
"Ya pak. Isteri saya mau melahirkan pak." ucap Saddam jujur.
"Silahkan langsung bawa ke dalam, nanti akan ada bidannya." ucapnya ramah. Kemudian Ifah turun dari mobil dan digandeng ibu Setya serta Novi. Disusul oleh ayah Putra dan Saddam, tidak lupa membawa berkas persalinan.
"Maaf bu, sudah berapa bulan?" tanya bidan.
"Sudah waktunya itu melahirkan bu." geram bu Setya.
"Mari silahnkan saya periksa, naik disini." ditunjukkan ruang UGD yang kosong lalu Ifah baring. "Terlentang bu." saran bidan. Ifah terlenrang sesuai perintah lalu dicek sudah pembukaan berapa. "Sudah pembukaan tiga bu. Kenapa tidak dibawa kesini memang saat dirasa sakit." ucapnya jutek.
"Jam 12 tadi dia rasa mules bu, jadi buang air besar dulu." ucap bu Setya, Ifah sudah tidak mampu menjawab pertanyaan yang tidak seharusnya dia jawab. Kenapa gak langsung ditangani saja pikir Ifah. Sedangkan Saddam mengurus berkasnya ke resepsionis tapi masih ditunda.
"Tunggu selesai pemeriksaan ya pak!" ujar perawat sambil melihat berkas yang dibawa Saddam. "Pakai BPJS." batinnya.
"Suruh saja ke MB." bisik bidan pada perawat. "Sudah pembukaan tiga dia." imbuhnya. Perawat tersebut lalu menelfon temannya yang bertugas di rumah sakit MB. Yang bertugas malam tersebut memang hanya dua orang saja.
"Maaf pak, ternyata ruang bersalin sedang penuh." ujarnya ramah. "Karena datang terlambat." imbuhnya. "Saya sudah telfonkan teman saya di rumah sakit MB, kalian bisa kesana." lanjutnya.
"Baiklah terima kasih." ujar Saddam lalu mendekat pada Ifah untuk membantunya turun dari ranjang pasien.
"Kenapa setelah diperiksa baru dia bilang penuh." omel ayah Putra. Setibanya di rumah sakit MB mereka lalu turun dari mobil.
"Di lantai 2 ruang bersalin pak." ucap scurity nya. Mereka menuju ruang bersalin menggunakan lift.
"Mau pake kursi roda?" tanya ibu Setya.
"Gak bu." jawab Ifah sambil menggelengkan kepalanya. Sesampainya di lantai 2 langsung dicegah oleh perawat.
"Maaf bu, ada apa ya?" tanyanya santai.
"Sudah tau orang hamil besar begini, mau melahirkan lah? Ini rumah sakit atau apa sih??" kesal ayah Putra.
"Maaf kak, isteri saya mau melahirkan." sahut Saddam.
"Maaf pak, sudah penuh ruang bersalin. Kenapa tidak di rumah sakit AM saja?" tanyanya lagi.
"Loh. Katanya tadi sudah ditelfon sama perawat di AM katanya suruh kesini saja!" ujar Ifah kesal. "Astaghfirullah." batinnya.
"Wah kayaknya ada kesalah pahaman bu, maaf ya!" ucapnya gak enak.
"Ya." lalu Ifah dan keluarga pergi dari sana dengan pikiran masing masing, kesal tentunya tapi pasti ada hikmahNya pikir Ifah.
"Jadi kemana ini? Padahal rumah sakit tersebut rekomendasi dokter." ujar Ifah lemah. "Ke Klinik saja yank." imbuhnya.