Usai penyatuan itu, Seruni bersandar pada dada polos Victor. "Ada satu yang belum aku kasih tahu sama kamu, Vic."
"Apa?" Tanya Victor.
"Aku... gak bisa punya anak," ucap Seruni dengan berat hati. Ia merasa sudah bertindak egois karena baru mengatakannya sekarang. Seruni berpikir Victor pasti sama seperti pria lain, yang menginginkan seorang anak. Apalagi ia seorang penerus perusahaan.
"Aku tidak peduli itu, Seruni. Aku mencintai kamu, bagaimana pun kamu."
Kata-kata Victor membuat bahagia menelusup di hati Seruni. "Kenapa kamu bisa nerima aku yang kayak gini?"
Victor tersenyum hangat saat Seruni menatapnya dengan tatapan bersalah. "Aku sudah kehilanganmu selama dua belas tahun. Apa kamu pikir aku akan rela kehilanganmu lagi karena alasan itu?"
Tanpa Seruni ketahui, Victor sudah menyembunyikan sebuah kenyataan pahit. Ego Victor untuk bisa kembali bersama cintanya yang belum usai membuatnya mengabaikan kenyataan itu. Kenyataan yang suatu hari akan menyakiti Seruni lebih dalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Gangguan
Marsha menutup layar laptopnya setelah pertemuan virtualnya dengan rekan kerjanya di Inggris selesai. Tepat saat itu pintu apartemen terbuka. Marsha melihat sosok sang putra masuk ke apartemen yang sudah ditinggali Marsha selama ia berada di Indonesia.
"Jas, ada apa?" Ia melihat wajah sang putra tertunduk lesu. Ia pun melepas tas ranselnya dan duduk di sofa. Marsha menghampirinya. Diusapnya rambut sang putra, "kenapa? Kok kamu lemes gini? Udah ketemu Papanya?"
Jason menggeleng. "Papa gak dateng." Lirih Jason.
Marsha mengerti betapa sedihnya sang putra. Berbulan-bulan ia tak bertemu Victor, saat sudah datang kemari pun ia tetap tak bisa bertemu dengan ayahnya itu. "Kamu udah coba hubungi Papa?"
"Udah. Aku bilang mau ketemu sebentar, tapi Papa bilang gak bisa. Katanya perempuan itu mau melahirkan. Aku udah bilang aku cuma pengen Papa datengin aku sebentar aja. Tapi aku nunggu berjam-jam, dan Papa gak dateng."
"Ya ampun, Jas." Direngkuhnya tubuh sang putra dan disandarkannya di pundaknya. Jason pun mulai menangis.
"Kenapa Papa jadi berubah, Mah? Kenapa Papa sekarang lebih milih perempuan itu dibanding kita?" Isak Jason.
"Mama udah bilang, perempuan itu udah ngubah Papa kamu. Harusnya kamu gak usah sampai datang ke sini, Sayang."
Jason bangkit dari pundak Marsha. "Aku pengen lihat dengan mata kepala aku sendiri, Mah. Aku gak percaya sama yang semua Mama bilang selama ini. Papa bahkan lebih sering bareng aku dibandingkan Mama. Tapi ternyata, Mama bener. Papa udah berubah." Ia mengusap air mata di pipinya dengan punggung tangannya.
"Kamu tenang aja, Sayang. Papa pasti kembali sama kita." Tekad Marsha. "Kamu jangan khawatir ya. Kita akan bikin Papa sadar dan ninggalin perempuan itu."
Kemudian keesokan harinya, saat Seruni seorang diri di kamar rawat inap, Marsha datang.
"Marsha?" Gumam Seruni seraya menyimpan tubuh Laura kecil ke boks bayi.
Marsha datang denga wajah angkuh dan menatap Seruni tajam. Kemudian pandangannya tertuju pada bayi yang sedang tertidur pulas. "Gimana anak kamu? Sehat? Pasti kamu seneng banget ya sekarang karena udah berhasil punya anak sama Victor." Ujar Marsha dengan sinis.
"Mau apa kamu ke sini?" Seruni mencoba tak gentar.
Marsha tersenyum sinis. "Aku cuma mau lihat anak tiri aku. Gak boleh aku nengok?"
Seruni semakin waspada. Akhir-akhir ini hubungannya dengan Marsha memang semakin buruk. Ditambah Marsha yang membawa Jason ke dalam permasalahan mereka, sukses membuat permasalahan menjadi semakin runyam.
"Aku minta kamu pergi dari sini!"
"Kamu kira aku akan tinggal diam? Aku akan menyudahi semuanya. Aku akan kembalikan keadaan rumah tangga aku, seperti sebelum ada kamu masuk di antara Victor sama aku!"
"Kamu yang duluan ambil Victor dari aku, Marsha!" Kini Seruni mengeluarkan segenap keberaniannya. "Kamu yang udah rebut Victor dari aku. Kamu orang ketiga diantara aku sama Victor!"
"Aku emang rebut dia dari kamu!" Tegas Marsha. "Emang kenapa? Lagian kalian udah pisah 'kan waktu itu? Beda keadaannya sekarang sama kamu yang jadi pelakor!"
"Ap-apa... pelakor kamu bilang?!" Seruni benar-benar merasa tersinggung Marsha menyebutnya seperti itu.
"Iya. Kamu emang pelakor licik! Aku kira kamu cewek polos, tapi kamu cuma mau hartanya Victor aja 'kan?! Dengan anak kamu, kamu mau ngambil semua hak milik Jason."
"Aku gak pernah mikir kayak gitu!" Sanggah Seruni.
"Aku gak akan biarin itu!" Dengan marah Marsha berjalan menuju boks bayi. Kedua tangannya meraih tubuh kecil Laura.
"Kamu mau apa! Jangan berani-beraninya sentuh anak aku!" Seruni berhasil menahan kedua tangan Marsha. Namun kemudian..."AH!!" Marsha mendorong tubuh Seruni terjerembap ke lantai. Ia merasakan sakit yang amat sangat di inti tubuhnya yang dimana jahitan bekas melahirkannya belum sepenuhnya pulih.
Akhirnya Marsha berhasil meraih Laura dan menggendongnya. "Aku akan bawa bayi ini. Aku akan pisahkan dia dari kamu, Seruni! Ini pembalasan yang harus kamu terima karena udah merusak rumah tangga aku!"
"Tolong... Marsha jangan! Aku mohon...!" Ujar Seruni seraya merintih kesakitan. Ia tak bisa berbuat apa-apa karena cairan merah mulai rembes di rok yang digunakannya. Ia hanya bisa berteriak seraya menangis, tanpa mampu melakukan apapun saat Marsha membawa tubuh Laura keluar dari kamar rawat inap itu.
Namun tak lama, Seruni mendengar ribut-ribut di luar. Ia mendengar suara Marsha berteriak dan juga suara... Victor.
"Victor...?" Gumam Seruni seraya merasa lega karena Victor datang di waktu yang tepat. Tak lama Seruni merasa pandangannya gelap dan ia tak sadarkan diri.
***
Gangguan Marsha tidak sampai di situ. Setelah gagal membawa anak Seruni, Marsha tak menyerah. Ia terus mencari gara-gara. Ia melakukan banyak hal untuk bisa membuat hidup Seruni tidak tenang. Bahkan setelah Victor mempekerjakan bodyguard untuk menjaga Seruni dan Laura, namun Marsha tak pernah kehabisan akal.
"Vic, aku pengen bawa Laura ke suatu tempat. Aku pengen sembunyiin Laura dari Marsha." Seloroh Seruni saat sang suami baru saja datang.
"Akan dibawa ke mana Laura, Sayang?"
"Aku gak tahu, tapi aku pengen sementara waktu pergi dari sini, supaya Marsha gak ganggu terus. Aku mohon, Vic. aku gak mau Laura dalam bahaya terus." Seruni memeluk Victor mencari ketenangan.
"Tenang ya, Sayang. Baiklah, kita akan pergi ke suatu tempat."
"Tapi ke mana? Apa kamu kepikiran satu tempat yang kira-kira Marsha gak akan bisa nemuin Laura?"
Seraya memeluk Seruni, Victor berpikir ke mana ia akan membawa Seruni dan sang putri. Ia sendiri merasa Marsha sudah semakin keterlaluan. "Mari kita pikirkan sama-sama ke mana Laura akan bersembunyi. Juga aku akan mengusahakan perceraian dengan Marsha lagi.
Sontak Seruni melepaskan pelukannya. "Tapi Vic, Marsha bakal tambah bikin masalah kalau kamu gugat cerai dia." Seruni begitu panik. Ia berada di kondisi yang serba salah hingga ia benar-benar tidak pernah merasa tenang lagi sekarang.
"Kamu tidak perlu khawatir. Aku akan melakukan hal yang lebih tegas pada Marsha. Aku akan menceraikannya, dan juga aku akan melaporkannya ke polisi atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan dan percobaan penculikan. Aku akan menyelesaikannya secepat mungkin."
"Kamu yakin, Vic?"
"Aku yakin, Sayang. Aku tidak bisa lagi melihat hidup kita tidak tenang seperti ini. Aku harus segera menyingkirkan Marsha."
Seruni pun mengangguk setuju. Ia serahkan semuanya pada Victor. Kini ia hanya akan mencari tempat bersembunyi sementara untyk Laura agar Marsha tak lagi mengganggu sang putri.
Hingga setelah bertanya ke beberapa orang, juga mencari informasi ke berbagai sumber, Seruni menemukan sebuah tempat di daerah pedalaman Jawa Barat. Ada sebuah panti asuhan di sana.
"Panti asuhan?" Ulang Victor merasa tak yakin.
"Iya, Vic. Marsha gak akan sampai kepikiran Laura kita sembunyiin di tempat kayak gitu. Tempatnya jauh di perbukitan."
Namun entah mengapa, Victor merasa tidak terlalu yakin. Perasaannya mendadak tak enak. Segera ia hempaskan perasaan yang tidak berdasar itu. "Baiklah, kalau begitu aku setuju."