Jodohkah Kita? (Kisah Seruni)

Jodohkah Kita? (Kisah Seruni)

Bab 1: Di Tempat Biasa

Seruni mengayuh sepeda bututnya melewati gerbang sekolah. Di keranjang depan, ia membawa sebuah kotak plastik yang di dalamnya terdapat berbagai macam kue dan berbagai nasi bungkus. Sesampainya di parkiran, ia parkirkan sepedanya dan berjalan menuju kelasnya dengan membawa kotak berisi kue basah itu.

Tiba di kelas, teman-teman sekelas Seruni segera mendatangi Seruni di bangkunya dan menyerbu kotak yang Seruni bawa. Kebanyakan mereka memang menjadikan kue-kue pasar itu sebagai menu sarapan mereka.

Kue-kue yang Seruni bawa memang sudah banyak pelanggannya, bagaimana tidak rasanya sangat enak. Dibuat langsung oleh sang ibu dan Seruni sendiri.

Tiba-tiba semua orang di kelas itu riuh ketika seorang siswa dari kelas lain datang ke kelas itu.

"Ya ampun, pagi-pagi udah ngelihat Victor aja." Ujar seorang siswi dengan gemas.

"Makin ganteng gak sih?" Sahut siswi yang lain.

"Bakal kangen ngecengin dia deh. Bentar lagi kita 'kan lulus."

Victor tak menggubris keriuhan yang disebabkannya dan terus berjalan menuju meja Seruni.

"Gue mau beli nasi bakarnya satu." Victor menyimpan selembar uang berwarna merah yang ia lipat di meja Seruni.

Seruni hanya terdiam mematung melihat siswa paling populer di sekolahnya itu menatapnya dengan mata sipit dan tajamnya. Victor mengarahkan pandangannya pada uangnya yang tergeletak di meja. Sontak Seruni tersadar dan meraih dompetnya. "Bentar kembaliannya..."

Saat ia mengalihkan pandangannya dari dompet, sosok Victor sudah tidak ada. Ia baru saja keluar dari kelas itu. Seruni berniat mengejarnya, namun bel tanda pelajaran akan segera dimulai pun berbunyi dan mengurungkan niat Seruni.

Diraihnya uang seratus ribu itu dan menyimpannya di dompetnya. Namun Seruni melihat, ada secarik kertas di antara lipatan uang itu.

Ketemu di tempat biasa. Kamu harus ngasih aku uang kembalian di sana.

Seruni menghela nafasnya. 'Dasar Victor. Ada aja sih idenya.'

Sepulang sekolah Seruni mengayuh sepedanya di sebuah gang kecil. Kemudian ia tiba di sebuah perumahan elit. Gang itu memang menjadi jalan pintas untuknya untuk mencapai tempat yang akan ditujunya, tempat biasa ia bertemu dengan Victor.

Kemudian Seruni tiba di sebuah danau buatan di ujung perumahan itu. Di tepi danau ada sebuah pohon besar dengan daunnya yang rindang. Di bawah pohon itu terlihat Victor duduk di kursi kemudi mobil sport tanpa atap miliknya.

Menyadari kedatangan Seruni, Victor pun menoleh dan melihat Seruni tengah memarkirkan sepedanya dan kemudian masuk ke kursi penumpang di sebelah Victor.

"Nih kembaliannya." Seruni menyerahkan segulung uang pada Victor.

"Apaan sih, Babe. Buat kamu aja." Tolak Victor.

"Kamu 'kan nyuruh aku ke sini buat ngembaliin uang kembalian kamu. Nih ambil." Paksa Seruni.

Dengan enggan Victor pun menerima uang itu. "Dasar keras kepala."

Seruni pun tersenyum senang.

"Tapi kamu gak boleh nolak ini." Victor meraih sebuah paperbag yang ia simpan di dekat kakinya dan menyerahkannya pada Seruni.

"Apa ini?" Tanya Seruni bingung seraya menerimanya. Dilihatnya sebuah kotak ponsel di dalamnya.

"Maaf ya buat kejadian kemarin. Ayah udah bikin HP kamu rusak." Sesal Victor.

Seruni pun merasa tak enak. " Gak apa-apa, Victor. Kamu gak usah sampai gantiin kayak gini." Seruni menyerahkan kembali paperbag itu.

"Babe, kamu butuh HP buat ujian minggu depan. Kamu juga butuh buat hubungin aku. Lagian, aku beli HPnya yang harganya sama sama HP kamu yang dirusak Ayah, kok. Tadinya aku mau ngasih tipe yang sama kayak HP kamu itu tapi tipe itu udah gak ada di pasaran. Juga sebenernya aku pengennya kasih yang sama kayak aku, tapi kamu pasti gak akan mau."

Seruni menatap kotak ponsel itu dengan bimbang. Di satu sisi ia merasa tak enak. Walaupun selama hampir tiga tahun ini ia berpacaran dengan siswa paling kaya di sekolah, tapi ia tak pernah memanfaatkan kekayaan Victor untuk kepentingannya sendiri. Ia selalu menolak saat Victor memberinya sesuatu.

Tapi di sisi lain, ia juga membutuhkan ponsel itu untuk ujian akhir yang memang akan dilakukan dengan menggunakan ponsel sebagai media pengerjaannya. Seruni pun menimang-nimang, apakah ia akan menerimanya atau tidak.

"Babe..." Victor meraih tangan Seruni. "Kamu jangan dengerin apa yang ayah bilang ke kamu ya."

Seruni hanya bisa tersenyum getir. "Ya jelas aku harus dengerin apa kata ayah kamu, Vic. Ayah kamu udah sampai semarah itu. Lagian aku ngerti kok, wajar ayah kamu gak mau kamu berhubungan sama aku. Kita tuh beda."

"Kamu selalu aja bilang gitu." Victor seketika kesal. "Selama hampir tiga tahun pacaran, kita selalu kayak gini. Di sekolah kamu gak mau ada yang tahu kalau kita pacaran. Kalau ketemuan harus ke sini dulu. Ngeselin. Apa yang salah coba dengan kita pacaran?"

"Mau gimana lagi." Seruni hanya bisa tertunduk lesu.

"Pokoknya aku mau kita go public besok."

"Victor, kamu udah gila?!"

"Ayah udah tahu, sekalian aja kita kasih tahu sama semua orang kalau kita pacaran."

Membayangkannya saja membuat Seruni merinding. "Gak, Victor. Aku gak mau."

"Kenapa sih, Babe? Aku tuh cape pura-pura gak kenal sama kamu kalau di sekolah. Aku pengen semua orang tahu kalau kita pacaran."

Seruni tahu diri. Dirinya hanyalah salah satu dari siswa tidak mampu penerima bantuan. Ayahnya sudah tiada, ibunya hanya seorang penjual kue basah keliling. Jika orang-orang tahu bahwa ia berpacaran dengan siswa terkaya di sekolahnya, apa tidak akan heboh?

"Kalau kamu masih peduli sama aku, kita harus tetep kayak gini." Tegas Seruni.

"Tapi Babe..."

"Makasih ya HPnya. Aku anggap, aku minjem uang sama kamu. Nanti aku ganti." Pungkas Seruni seraya tersenyum penuh sayang. "Aku pulang."

"Kok pulang? Kita 'kan baru bentar." Victor menahan tangan Seruni agar tak beranjak dari mobilnya.

"Aku harus bantuin ibu bikin kue buat dijual besok."

Jika itu alasannya, Victor tak bisa berbuat apa-apa. "Jangan keluar dulu." Victor pun keluar dari dalam mobil, mengitari kap, dan membukakan pintu untuk Seruni.

"Apa sih kamu, sampai bukain pintu segala." Dumel Seruni.

"Pengen aja. Gak boleh emang so sweet sama pacar sendiri?" Dibalas dengan gerutuan oleh Victor.

Seruni tersenyum gemas. "Ya udah aku pulang ya." Seruni baru akan melangkah menuju sepedanya, saat Victor memegang tangannya. "Kenapa?" Tanya Seruni bingung.

Sorot mata tajam Victor menyelam ke dalam manik hitam Seruni. "Udah hampir tiga tahun, Babe. Kali ini jangan menghindar lagi." Seruni hanya diam tak mengerti.

Seketika Victor mendekat dan mencium bibir Seruni dengan lembutnya. Seiring dengan itu, Seruni merasakan ribuan kupu-kupu beterbangan di dalam perutnya.

Victor pun menjauh dan menatap kedua mata Seruni yang membulat sempurna karena saking terkejutnya ia menerima ciuman dari Victor. Pipi Seruni merona merah dan pundaknya naik turun.

"Akhirnya itu ciuman pertama kita." Ucap Victor bahagia.

...***...

Seruni mengayuh sepedanya memasuki gang rumahnya, namun pikirannya masih berada di danau tersebut. Bibirnya masih terasa hangat dan tak henti-hentinya ia tersenyum sipu sepanjang perjalanan itu. Seruni bahagia karena ciuman pertamanya, ia terima dari cinta pertamanya.

Kemudian Seruni tiba di rumahnya. Ia parkirkan sepedanya di depan sebuah rumah sederhana dan masuk ke dalam rumah dan mengucap salam. Namun ia tak mendengar sahutan, sepertinya sang ibu belum ada di rumah. Karena Seruni tak melihat ada gerobak sang ibu di depan rumah mereka.

Lalu sayup ia mendengar suara tangisan. Seruni pun masuk ke dalam kamar sang ibu dan mendapati ibunya itu sedang menangis tersedu.

"Bu?" Seruni cemas. "Ada apa?"

"Runi... Gimana ini, Nak. Gerobak kita dibawa sama orang gak dikenal. Gimana kita bisa jualan besok? Gimana bisa kita bayar cicilan hutang kita?"

...----------------...

Seruni Nur Anantha (Versi SMA)

Victor Hartono (Versi SMA)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!