"Aku bisa menjadi mommy-mu."
"Apa kau kaya?"
"Tentu saja! Aku sangat kaya dari para orang kaya di negara ini."
"Setuju, Mommy!"
Bukan kisah anak genius, melainkan kisah sederhana penguasa muda yang terlambat jatuh cinta. Melalui perantara manis, keduanya dipertemukan lagi sebagai sosok yang berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosee_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tyler yang Sama
"Coba ulangi lagi." Tyler seolah meragukan pendengarannya.
Jeremy berkata lagi dengan lambat. "Putri tuan Joseph berada di sekolah yang sama dengan tuan muda Liam!"
"Dunia memang sempit sekali," gumam Tyler. Ia bahkan tidak tahu jika Oliver juga ada di dekatnya selama ini. Mungkin, ia terlalu acuh dengan masa lalu.
"Ada kabar gembira, Tuan. Tuan muda pergi ke sekolah dengan tenang bersama nona Oliver."
"Bagus!" Tyler mengangguk puas. Sudah ia duga akan sangat mudah jika bersama Oliver. Untungnya ia sudah membujuk wanita itu untuk membawa Liam meskipun tanpa melakukannya Oliver akan tetap bersedia melakukannya.
"Lalu ..." Jeremy nampak enggan untuk melanjutkan.
Tyler mengangkat sebelah alisnya. "Lalu?" Sambil menatapnya dingin.
"Nona bertemu dengan tuan Joseph."
Keadaan langsung hening setelah Jeremy mengatakan itu. Jeremy mengangkat sedikit kepalanya untuk melihat reaksi Tyler yang duduk di kursi kebesarannya itu.
"Jelas-jelas dia memiliki anak. Dia pasti memiliki istri juga. Apa dia tidak setia? Bagaimana bisa menyukai wanita orang!" omel Tyler kemudian.
Anda juga memiliki anak, tapi nyatanya tidak ada istri. Jeremy ingin berkata begitu, namun keberaniannya tidak sebesar Oscar yang bisa melawan nonanya.
"Saya sudah mencari tahu untuk berjaga-jaga, Tuan. Sebenarnya tuan Joseph sudah bercerai sejak setahun yang lalu," ungkap Jeremy.
"SIAL!" umpat Tyler, membuat Jeremy terkejut.
"Dia pasti mengincar Ollie-ku lagi!" Tyler berdiri dari kursinya. "Aku harus Ollie nasihat seperti dulu," katanya sudah berjalan melewati Jeremy.
"Anda mau kemana, Tuan?"
"Kantor Ollie."
"Tunggu, Tuan. Nona Oliver bilang akan—"
"Ollie?!"
"—Datang." Jeremy mengucapkan kalimat terakhir yang terlambat karena sang empu sudah berdiri dengan wajah datarnya di depan pintu begitu Tyler membukanya.
"Ternyata benar. Kau memata-mataiku." Oliver bersilang dada sambil menatap Tyler tajam.
"Tidak." Tyler spontan menjawab.
"Tidak? Lalu orang milik siapa yang ku temukan itu?" Kali ini, Oliver memasang wajah sok polosnya sambil menunjuk sekelompok pria kekar bermacam rupa dan penampilan.
Jeremy memalingkan wajahnya dengan syok. Nona Oliver memang tidak bisa di remehkan. Wanita itu bahkan berhasil menemukan sekelompok pengawal terlatih yang mengawasinya.
Rahang Tyler seketika mengeras sambil menatap sekelompok pria itu dengan tatapan setajam elang. Tidak ada dari mereka yang berani mengangkat kepalanya.
"Jeremyy ...," desis Tyler. Siapa lagi yang akan bertanggungjawab? Tentu saja asisten cerewetnya! Pria itu yang mengurus semuanya.
"Jangan memarahi mereka. Salahmu karena menargetkan aku," sahut Oliver.
Benar! Sekelompok pengawal itu hanya bisa setuju dalam hati. Lagipula wanita mana yang berani mendekati pria yang lebih besar darinya dengan santai, ditambah dengan wajah menyeramkan mereka, tapi Oliver mendekat begitu saja sambil berkata, 'mari ku antar kalian pulang'. Luar biasa, bukan?
"Ini tidak seperti yang kau pikirkan—"
"Aku tidak suka di ikuti. Kau tahu itu, kan, Tyler?" Keduanya saling bertatap dalam diam.
Jeremy menelan salivanya kasar saat merasakan atmosfer yang membuat tenggorokannya tercekat. Ia segera menyuruh semua orang pergi meninggalkan sepasang singa jantan dan betina itu.
"Jangan diluar. Kita masuk saja." Tyler akhirnya menghela nafas dan menarik tangannya dengan lembut.
"Kenapa tidak bilang padaku jika kau mau datang? Aku bisa menjemputmu."
"Aku sudah bilang pada asistenmu," datar Oliver.
Jeremyy ...! Tyler menahan diri.
Tyler membiarkan Oliver duduk, sementara ia menyalakan pemanas ruangan agar Oliver tetap nyaman, lalu ikut duduk di sebelahnya dengan tampang tak bersalah miliknya. Pria itu memberikan senyum terbaik dan tampannya untuk wanitanya.
"Kau mau menggodaku, kan?" Oliver tersenyum miring. "Tidak berlaku padaku." Menepuk pipi Tyler sekali. Pria itu berdecak, ekspresi wajahnya kembali seperti semula.
Tyler menarik pinggang Oliver dan memeluknya, membiarkan kepalanya bertumpu di pundak wanita itu. Oliver sempat terkejut dengan pergerakannya yang tiba-tiba.
"Sedang apa kau? Lepaskan." Masih dengan wajah datarnya, Oliver menggoyangkan bahunya, namun Tyler semakin erat memeluknya.
"Aku tidak suka pada orang itu!" gerutu Tyler akhirnya. Wajah kesal itu tidak bisa disembunyikan.
"Siapa yang kau bicarakan?"
"Memangnya siapa lagi yang tidak tahu diri mendekatimu?" ketusnya.
Eh! Kenapa jadi pria ini yang marah-marah? Dirinya bahkan belum selesai mengenai urusan mata-mata.
"Joseph?" Nama itu keluar begitu dari mulutnya.
Cupp! Tiba-tiba serangan di bibirnya tidak terhindarkan. Pria itu menghisap bibirnya cukup kuat. Oliver mendorong wajah pria itu dengan kening menukik tajam. Belum sempat ia mengeluarkan suara, Tyler sudah berkata dengan kesalnya.
"Jangan menyebut namanya!"
Gila. Pria ini mulai lagi. Padahal sudah lama sekali waktu berlalu.
"Kau masih cemburu padanya?" Oliver tak habis pikir.
"Tentu saja!"
"Dia sudah menikah, Tyler. Dia bahkan memiliki anak—"
"Dia sudah bercerai."
Terdiam. Oliver menatapnya tak percaya.
"Jeremy yang bilang," tambah Tyler.
"Pantas saja," gumam Oliver. Ia sudah terlanjur memperingati Joseph cukup keras tadi, padahal tidak salah jika pria itu menyukai orang lain setelah bercerai.
"Apa yang pantas saja?" Tyler memicing curiga. Oliver melirik kesal.
"Dia dan putrinya menyukaiku!"
"WHAT?!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...pfftt...