Level Up Milenial mengisahkan Arka, seorang guru muda berusia 25 tahun yang ditugaskan mengajar di SMA Harapan Nusantara, sekolah dengan reputasi terburuk di kota, dijuluki SMA Gila karena kelakuan para muridnya yang konyol dan tak terduga. Dengan hanya satu kelas terakhir yang tersisa, 3A, dan rencana penutupan sekolah dalam waktu setahun, Arka menghadapi tantangan besar.
Namun, di balik kekacauan, Arka menemukan potensi tersembunyi para muridnya. Ia menciptakan program kreatif bernama Level Up Milenial, yang memberi murid kebebasan untuk berkembang sesuai minat mereka. Dari kekonyolan lahir kreativitas, dari kegilaan tumbuh harapan.
Sebuah kisah lucu, hangat, dan inspiratif tentang dunia pendidikan, generasi muda, dan bagaimana seorang guru bisa mengubah masa depan dengan pendekatan yang tak biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Rifa'i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pak Yono dan Duel Logika dengan Toni Sang Politikus Muda
Kemenangan besar SMA Harapan Nusantara rupanya tak membuat semua pihak bersuka cita. Di balik tawa dan sorak kemenangan, ada yang menyimpan bara iri: Pak Yono, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Nusantara.
Pak Yono duduk di ruangannya, menatap layar laptop dengan ekspresi keruh.Ia menonton video dokumentasi yang Reza upload di internet.
Sekolah SMA harapan Nusantara menjadi viral, dengan 10 siswa yang tersisa, mereka memiliki kelebihan kemampuan yang mereka miliki masing-masing.
“Kenapa bukan sekolah kita? Kita punya laboratorium lengkap, seragam rapi, dan siswa-siswa patuh. Tapi kenapa justru mereka yang dianggap sebagai contoh nasional?” gumamnya sambil mengetuk-ngetuk kan pena ke meja.
Ia kemudian menghubungi kepala sekolah SMA harapan Nusantara mengundangnya untuk debat.
Pak Darman berjalan menuju kelas dan berbicara kepada Arkan."si Yono ia tak terima dengan bakat anak berprestasi di sekolah kita."
"si Yono Siapa pak ?" ucap Arkan bingung.
"itu.. kepala sekolah SMA 2 Nusantara."
Pak Darman bingung dan melanjutkan lagi." sebenarnya aku tak mau ambil pusing, aku tak mau di ajak berdebat akan tetapi ia memaksaku ke sana."
Mendengar itu semua siswa saling memandangi, Arkan melirik siswa dan memanggil Toni.
Pak kita memiliki anak yang bisa di andalkan." ucap Arkan.
"pak, aku bisa membantumu." ucap Toni memakai jas dan rambutnya.
Mendengar itu, para siswa bersorak."UUU.."
"KEREN SEKALI KAKAK." ucap Dina.
Pak Darman menggetarkan kumisnya."yang benar saja, jika kau kikuk di depannya malahan kau di telan si Yono."
"bapak tenang saja, aku jamin akan berhasil." ucap Arkan percaya.
“Baiklah, kamu ikut saya ke Dinas. Saya akan ajukan protes resmi soal pemilihan SMA Harapan Nusantara sebagai sekolah percontohan,” ujarnya dengan nada tegas.
"aku juga pak !" teriak Reza.
"kau bisa debat ?" tanya pak Darman.
"ngak, aku hanya ingin dokumentasi." jawab Toni.
"biarkan saja dia ikut juga pak." ucap Arkan.
mereka datang di ruang Dinas pendidikan, pak Yono yang duduk bersama kepala dinas pendidikan menunggu mereka datang.
Toni, si siswa berbakat ilmu politik dan sering disebut “anggota DPR masa depan”, mengerutkan dahi.
“Pak, menurut saya itu tindakan yang emosional. Kita seharusnya belajar dari mereka, bukan malah nyinyir.”
"dasar tak sopan." ucap pak Darman tersenyum dan menjitak kepala Toni.
Pak Yono menyipitkan mata. “Jadi kamu membela mereka?”
Toni dengan santai duduk di kursi seberang meja.
“Bukan membela, Pak. Tapi saya paham arah kebijakan pemerintah pusat sekarang mengutamakan kreativitas, bukan sekadar kerapian. Dan jujur saja, siswa di sekolah kita masih takut berpendapat.”
Perdebatan pun berlangsung seru di ruang pendidikan dinas, seolah-olah sedang ada sidang pleno DPR mini.
Pak Yono: “Tapi mereka itu anarkis! Sering membuat kekonyolan! Lihat video anak mereka meniru gaya Pak Bupati saat kecil!”
Toni: “Tapi video itu ditonton 3 juta kali dan digunakan dalam kampanye literasi digital. Lucu bukan berarti tidak mendidik.”
Pak Yono: “Mereka tak punya struktur!”
Toni: “Justru struktur mereka adalah fleksibilitas. Dunia masa depan butuh adaptasi, bukan hanya ketundukan.”
Perdebatan itu sampai membuat para anggota dinas pendidikan berkumpul di depan ruang kepala tamu. Beberapa mendukung Pak Yono, tapi sebagian mulai menyadari Toni ada benarnya.
Akhirnya, dengan berat hati, Pak Yono berkata, “Jadi menurutmu kita harus belajar dari mereka?”
Toni tersenyum. “Kita tidak kalah, Pak. Kita hanya belum membuka mata.”
Beberapa hari kemudian, Toni mengusulkan kunjungan studi banding ke SMA Harapan Nusantara. Awalnya Pak Yono menolak, tapi setelah desakan dari guru lain dan melihat respon positif dari Dinas, ia menyetujui dengan berat hati.
“Baik. Tapi jangan sampai mereka bikin prank ke saya ya...” katanya setengah bercanda.
Dan Toni hanya tersenyum kecil. “Tergantung, Pak. Kalau mereka tahu Bapak takut kecoa, mungkin saja.”
...----------------...
Hari yang ditunggu tiba. Rombongan SMA Negeri 2 Nusantara, dipimpin oleh Pak Yono, tiba di SMA Harapan Nusantara dengan dua bus besar. Siswa-siswa SMA Harapan sudah siap menyambut. Mereka memasang baliho besar bertuliskan:
“Selamat Datang Sahabat dari SMA Negeri 2 Nusantara: Mari Belajar Bersama, Tertawa Bersama!”
Suasana penuh warna dan musik ceria terdengar. Pak Yono melangkah turun dari bus dengan ekspresi datar, tapi matanya menelisik. Toni, yang berada di sampingnya, terlihat antusias.
Mereka langsung disambut Pak Arka dan beberapa siswa seperti Reza, Lia, Deri, Amira, Andi dan yang lainya.
“Selamat datang di sekolah penuh keajaiban dan kekonyolan,” sapa Reza sambil membungkuk teatrikal.
Pak Yono hanya mengangguk kecil, lalu berbisik pada Toni, “Awal yang... unik.”
Kunjungan dibuka dengan presentasi ringan dari siswa 3A. Andi memamerkan inovasi ramah lingkungan, Reza menampilkan video dokumenter tentang perjalanan mereka, Amira membacakan puisi kocak berjudul “Sekolah Kami, Surganya Ide Gila”, sementara Deri menjelaskan strategi investasi dan bisnis kreatif mereka.
Toni duduk di barisan depan, matanya berbinar.
Pak Yono mulai tertarik saat melihat bagaimana siswa-siswa ini memimpin kegiatan sendiri, berani menyampaikan pendapat, dan tetap menghormati guru.
Lalu sesi workshop dimulai. Siswa dari dua sekolah dipasangkan untuk membuat ide proyek kreatif bersama.
Toni dipasangkan dengan Lia. Dalam waktu singkat mereka menciptakan simulasi debat interaktif bertema “Sekolah Masa Depan.”
Sementara itu, salah satu siswa SMA 2, Dani, yang awalnya pendiam, malah terlihat semangat saat diajak Andi mengutak-atik alat “Goo Green.”
Saat makan siang, suasana makin mencair. Bahkan Pak Yono duduk satu meja dengan Pak Arka.
“Awalnya saya kira sekolah ini kacau. Tapi ternyata... ini sistem yang berbeda,” kata Pak Yono sambil mengunyah tempe orek.
Pak Arka tertawa, “Kekacauan yang terstruktur, Pak.”
“Dan saya akui, hasilnya luar biasa. Anak-anak ini punya karakter kuat.”
Pak Arka tersenyum. “Kami tidak membentuk mereka menjadi seragam. Kami memberi ruang agar mereka bisa menemukan bentuknya sendiri.”
Di akhir kunjungan, semua siswa dan guru berkumpul di lapangan. Toni maju ke depan dan berbicara:
“Terima kasih atas pembelajaran hari ini. Kami datang dengan rasa ingin tahu, dan pulang dengan inspirasi besar. SMA Harapan Nusantara telah membuktikan bahwa pendidikan bukan hanya soal nilai, tapi tentang keberanian jadi diri sendiri.”
Seluruh siswa bertepuk tangan.
Pak Yono juga maju ke depan. Wajahnya kali ini jauh dari kaku. Ia tersenyum.
“Saya... mengaku kalah hari ini. Tapi saya juga menang, karena mendapat sudut pandang baru. Terima kasih untuk sambutannya. Saya akan membawa semangat ini pulang.”
Dan saat akan berfoto bersama, Reza berkata:
“Gaya bebas, Pak Yono?”
Pak Yono tertawa, “Boleh. Tapi jangan unggah kalau saya jelek, ya.”
Pak Yono menghampiri pak Darman, "aku minta maaf selama ini menyimpan sikap iri kepadamu."