Lia hanyalah seorang gadis biasa yang jatuh cinta dengan ayah temannya. Usia mereka terpaut 20 tahunan, namun mereka saling mencintai dengan tulus. Mereka berusaha dengan berbagai cara dalam mengatasi halangan untuk dapat mendeklarasikan cinta mereka dan mendapat restu keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon resfikar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30: Persiapan Perang
Aku membuka mataku perlahan, aku menarik selimutku namun niat itu aku urungkan. Sepertinya sudah saatnya bangun dari tidur, aku mengambil handphoneku yang aku letakkan di nakas. Sudah pukul 10 pagi dan aku baru tertidur pukul 3 dini hari.
"Morning babe." Beby sudah bangun lebih dulu dariku dan berdiri disamping ranjangku tidur dengan handuk menggantung di pinggangnya.
"Morning. Kamu bangun jam berapa? Apa belum tidur?" Aku masih berjuang membuka mataku.
"Aku baru bangun satu jam lalu. Aku sudah pesan sarapan, aku tahu singa betina ini pasti lapar." Ia menghampiriku lalu mengecup keningku.
"Thank you. Tapi aku yakin kamu pasti juga lapar." Aku merapihkan rambutku dan menguntalnya ke atas kepala.
"Tentu. Sangat lapar." Ia mulai menggigit telingaku, aku mendorong tubuhnya karena jujur saja tubuhku kini sakit dan kaku semua. Semalaman kami benar-benar berada dalam pergumulan hebat yang seperti tak ada puasnya. Belum lagi 'junior' milik Beby yang sangat besar itu seperti masih tertinggal di dalam bagian intim milikku.
Aku benar-benar mengeluarkan semua energi dan teknik bercinta yang kupelajari dari internet. Semua itu kulakukan agar Beby tidak pernah berpikir akan meninggalkanku, sebab belum tentu ia mendapatkan kepuasan seperti denganku. Ini juga merupakan persiapan perangku dalam menghadapi wanita tua mantan istrinya itu.
"Ayo bangun, kita mandi. Aku sudah siapkan air hangat di bathtub." Ia mengulurkan tangannya dan kusambut dengan sangat lemah.
Ia pun menarikku menuju bathtub air hangat yang sudah ia siapkan dengan banyak sekali busa mandi di dalamnya. Humidifier juga sudah ia nyalakan dan mengeluarkan aroma lavender yang menenangkan.
"Ayo masuk. Airnya hangat sekali." Ia masuk ke dalam bathtub lebih dulu setelah melepaskan handuknya. Aku pun masuk ke dalam bathtub setelahnya, ia mulai membelai tubuhku kemudian sedikit memijitnya. Rasanya nyaman sekali, tak lupa ia juga menciumi bahuku dan menimbulkan rasa geli yang aku sukai.
"Beb, biasanya di acara ulang tahun tante Ira ada siapa saja?" Tanyaku ingin tahu sekaligus mempersiapkan diri bertemu orang-orang yang mungkin belum ku kenal.
"Biasanya di awal akan ada banyak keluarga seperti omah dan opah Anita, om dan tantenya Anita, serta sepupu-sepupunya Anita. Lalu, di pertengahan acara teman-temannya akan datang bersama DJ yang mereka undang, setelah tiup lilin dan makan bersama, banyak keluarga yang mulai berpamitan. Lalu semakin malam acara akan semakin meriah karena DJ akan memainkan musiknya, 'the party started! ' mereka akan meneriakkannya kemudian berpesta sampai mabuk." Beby bercerita sambil terus membelaiku.
"Kedengarannya seru.Tapi kalau itu kan biasanya, kalau nanti akan ada rencana perjodohanmu dengannya apa acaranya akan berubah?" Mungkin aku yang akan merubah acara tersebut dengan rencana yang sudah kupikirkan matang-matang.
"Entahlah, aku tidak pernah peduli dengan pestanya. Biasanya aku hanya datang untuk menemui teman-temanku juga, sebab aku dan mamahnya Anita punya banyak teman yang sama." Beby mulai memelukku dari belakang dan menarik tubuhku hingga bersandar di dadanya.
Ide gila yang aku rencanakan di dalam pikiranku benar-benar menggambarkan akan seperti apa kejutan yang akan aku berikan pada mereka semua. Aku harus mempersiapkannya dengan matang agar hanya aku lah yang akan mendapatkan Beby.
Tapi kini aku hanya perlu menikmati saat-saat berdua bersama Beby. Aku berjanji pada diriku sendiri akan memberikannya kepuasan bercinta hingga ia tak pernah berpikir akan mendapatkannya dari wanita lain, sekalipun dari wanita tua bernama Ira Junita.
Air di dalam bathtub tumpah bersamaan dengan tumpahnya hasrat di antara kami berdua. Aku terus mengendalikan 'junior' yang ukurannya memang sangat besar dan hampir sama besar dengan milik Rendy, aku membuat suara-suara agar ia tahu aku sungguh menikmati momen ini. Aku sengaja membuat banyak sekali tanda cinta di dadanya, ia pun tak mau kalah dan membuat tanda cinta yang banyak di dada hingga payu**raku. Aku menikmatinya, aku pun tidak peduli lagi jika suatu hari nanti Rendy melihatnya.
"Ohya ngomong-ngomong aku ngga pernah dengar cerita soal Rendy lagi, kemana anak brandal itu?" Tanya Beby setelah kami selesai 'mandi' dan makan siang.
"Dia sibuk di resto, kan ibu masih belum mulai kerja lagi, jadi dia harus bolak balik ke dua resto miliknya." Aku menjelaskan sembari memasukkan baju-bajuku ke dalam koper.
"Kalau ibumu masih sakit, apa sebaiknya dia berhenti kerja saja? Aku masih sanggup biayai kamu dan ibumu. Ah... Biaya untuk kuliahmu juga sudah aku transfer barusan, kurasa cukup sampai kamu selesai kuliah nanti." Ia menenggak kopi panasnya yang tinggal sedikit.
"Beb, kamu pikir aku apa? Aku bukan sugarbaby!" Aku langsung menghentikan kegiatanku dan menatapnya penuh emosi. Apa dia pikir aku melakukan semuanya untuk memuaskan nafsunya saja lalu meminta bayaran?! Ya meskipun tak aku pungkiri saat ini aku memang sangat membutuhkan uang.
"Maaf kalau kamu jadi tersinggung sayang. Aku hanya mau bantu kamu dan ibu, aku mau kamu santai menjalani masa-masa mudamu tanpa memikirkan biaya ini dan itu, apalagi kuliahmu. Aku mau calon istriku nanti adalah seorang wanita sarjana yang berpendidikan." Ia menenangkanku dan memang berhasil. Aku tidak boleh marah terlalu lama, aku harus merebut hati Bebyku dan membuatnya selalu nyaman di dekatku. Aku tidak boleh nampak seperti wanita pemarah, egois dan tukang ngambek seperti anak kecil.
"Aku cuma ngga enak beb, kamu kasih aku terlalu banyak. Aku harus bagaimana untuk balas semua kebaikan kamu?" Aku memeluknya erat, dapat kudengar degup jantungnya dan mencium aroma tubuhnya yang khas.
"Jangan pernah tinggalkan aku Lia. Aku ngga mau kehilangan kepercayaan dari wanita yang aku cintai lagi. Aku ngga mau kegagalan rumah tanggaku dan Ira terjadi lagi. Aku yakin cintamu padaku tulus dan aku percaya kamu tidak akan mengkhianatiku." Ia nampak sungguh-sungguh mengatakannya.
"Apa kegagalan rumah tanggamu jadi salah satu alasan kamu belum bisa terbuka dengan hubungan kita?"
"Ngga, kalau soal hubungan kita, aku hanya butuh waktu agar Anita dan ibumu memahami dan menerima hubungan kita. Aku ngga mau ada kesan memaksakan kehendak, aku mau kita pelan-pelan membuat mereka menerima keberadaan hubungan kita." Wajahnya nampak serius, apa benar maksudnya begitu aku pun tidak tahu. Yang jelas semua yang ia ucapkan memakan waktu yang terlalu lama bagiku.
