"Menikahlah denganku, maka aku akan memberikan cek satu juta dolar ini padamu dan jadilah suamiku selama satu tahun," Marien Douglas.
"Jika begitu, aku tidak akan ragu asal kau mau menikahi pria cacat ini!" William Archiles.
Kedua insan yang ditemukan setelah mengalami sakit hati, memutuskan untuk menikah. William dicampakan oleh kekasihnya tepat saat dia ingin melamar kekasihnya karena kedua kakinya yang mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan, sedangkan Marien melarikan diri saat hendak dijual pada pria tua menggantikan kakaknya. Mereka berdua bertemu di tempat yang sama lalu memutuskan untuk menikah dengan tujuan masing-masing. Akankah semua berjalan sesuai dengan rencana mereka dan tanpa Marien sadari, pria yang dia nikahi bukanlah pria biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Kejutan Lain
Kegiatan di dalam kamar mandi itu yang paling membuat Marien tidak nyaman pasalnya dia harus melihat seluruh tubuh William. Marien berusaha untuk tidak melihat ke bagian itu, dia benar-benar menghindari melihatnya bahkan saat dia sedang membersihkan kaki William, Marien berusaha tidak melihat karena dia takut terbayang meski dia sudah pernah melihatnya saat pertama kali membantu William mandi.
Marien sedang menggosok kaki William, wajahnya berpaling ke samping dengan kedua mata terpejam. Melihat apa yang dilakukan oleh Marien tentu membuat William sangat heran meski ini bukan pertama kali Marien bertingkah seperti itu.
Marien seperti seorang wanita yang tidak pernah melihat tubuh bagian intim pria saja. Waktu itu dia mengira Marien memang belum pernah melihat tapi setelah mendengar dia pernah menjalin hubungan sebanyak dua kali seharusnya Marien sudah terbiasa dengan bagian itu.
"Aaaaa!" Marien berteriak saat tanpa sengaja menyentuh belut tak bertulang milik William.
"Maaf... Maaf!" ucap Marien namun dia masih menggosok dan lagi-lagi Marien menyentuhnya tanpa sengaja sehingga membuatnya berteriak. Biasanya dia akan berhati-hati tapi entah kenapa malam ini tangannya jadi licin.
"Apa kau sengaja, Marien? Apa kau ingin membangunkannya? Kau harus bertanggung jawab jika melakukannya!" ucap William.
"Ti-Tidak! Tanganku licin saja, aku tidak bermaksud!" Marien menariknya dengan cepat. Dia benar-benar jadi malu dan tidak enak hati.
"Tidak perlu berpura-pura, Marien. Ini bukan yang pertama kali bagimu melihat dan menyentuhnya. Apa kau menginginkannya?"
"Sembarangan!" Marien beranjak untuk mengambil selang shower. Dia rasa sudah cukup acara gosok menggosoknya karena dia sudah tidak tahan dan ingin acara mandi itu segera selesai.
"Kau selalu membantu aku mandi setelah kita menikah, tapi kenapa baru sekarang tanganmu jadi licin? Apa kau menginginkannya? Jika kau mau maka aku tidak keberatan!"
"Enak saja!" Marien menyiram wajah William dengan air, semoga kepala pria itu kembali dingin. William memejamkan mata, dia bertanya seperti itu karena dia hanya ingin melihat reaksi Marien saja. Marien memang selalu menutup matanya dan berpaling setiap kali membantunya mandi. Sekarang dia jadi penasaran kenapa Marien bertingkah seperti itu.
"Su-Sudah selesai!" ucap Marien. Handuk diambil, Marien berdiri di belakang William untuk mengeringkan punggung dan rambutnya.
"Jawab aku, Marien. Apa maksud dari perkataanmu yang enak saja? Kau sudah pernah menjalin hubungan sudah pasti kau pernah melakukan hubungan intim, bukan?" tanya William.
"Te-Tentu saja!" jawab Marien. Jangan sampai dia ditertawakan namun William merasa sedikit kecewa meski hal itu bukanlah tabu.
"Jadi, kau sengaja menyentuhnya karena kau menginginkannya?"
"Tidak, tanganku benar-benar licin. Ini pembahasan yang tidak penting, William. Sebaiknya segera pakai baju agar kau tidak masuk angin. Aku juga sudah mau mandi karena sudah basah!"
"Oh, bagian mana yang basah?" goda William.
"William!" Marien sedikit berteriak. William terkekeh, dia hanya bercanda saja.
"Baiklah, aku bisa memakai baju sendiri. Kau berendam saja, nikmati waktumu."
"kau yakin?" tanya Marien.
"Yes, agar kau semakin basah!" William kembali menggodanya.
"Menyebalkan" Marien memukul bahu William namun pelan. William kembali tertawa, Marien mendorongnya keluar namun dia tetap membantu William menggunakan pakaian apalagi di bagian celana karena William akan mengalami kesulitan jika sendiri. Meski dia harus kembali merasa canggung dan selalu membuang wajah namun tidak jadi soal.
"Apa kau membutuhkan sebuah mobil, Marien?"
"Tidak, aku tidak mampu membayarnya!" tolak Marien.
"Katakan jika kau butuh, aku akan membelikannya!" ucap William.
"Tidak, William. Tolong jangan terlalu baik dan memanjakan aku. Aku takut aku jadi besar kepalanya. Lagi pula aku baru memulai, jangan sampai aku belum menghasilkan satu peser pun tapi aku sudah menghabiskan banyak uang!"
"Tapi kau membutuhkannya, Marien. Apalagi kau seorang pemilik perusahaan!"
"Jangan dipikirkan, aku lebih suka naik bus atau taksi. Aku tidak boleh terlalu mencolok agar Alexa tidak curiga. Dia bisa menghancurkan perusahaan yang baru ingin aku bangun dengan mudah karena perusahaan itu masih baru dan membutuhkan banyak dukungan. Jadi biarkan aku seperti ini, tidak perlu terlalu heboh agar tidak ada yang curiga!"
"Baiklah, yang kau katakan sangat benar, tapi jangan terlalu sibuk dan jangan pulang terlalu malam karena tidak baik untukmu."
"Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku. Aku pergi mandi terlebih dahulu, jika kau sudah ingin makan maka pergilah. Semua sudah ada di meja makan," ucap Marien.
"Aku tunggu, kita makan bersama!"
"Baiklah, aku tidak akan lama!" Marien berlari menuju kamar mandi. Dia tidak akan lama karena dia tidak mau membuat William menunggunya terlalu lama. Selama menunggu Marien, William menghubungi Steve untuk mencari tahu bagaimana dengan yang dia perintahkan. Dia ingin memberikan kejutan pada Marien, tentunya kejutan yang menyenangkan.
William berbicara sepelan mungkin, dia tidak ingin Marien mendengar pembicaraannya dengan Steve. Sekarang dia lebih banyak berkomunikasi menggunakan pesan. Itu cara yang paling aman agar tidak ketahuan. Lagi pula dia hanya ingin tahu apa Steve sudah melakukan rencananya atau tidak, oleh sebab itu dia sudah selesai saat Marien keluar dari kamar mandi.
Marien mengambil bajunya, lalu berlari menuju kamar mandi. Dia keluar setelah memakai pakaiannya. Marien selalu seperti itu, dia tidak mau memperlihatkan tubuhnya pada William karena dia takut memancing sesuatu yang tidak seharusnya dia pancing.
William tak melepaskan pandangannya dari Marien saat Marien kembali keluar dari kamar mandi. Marien menghampirinya sambil tersenyum, bajunya sedikit ditarik ke bawah supaya rapi.
"Kenapa kau selalu memakai baju di kamar mandi. Apa kau takut aku melihatnya?" tanya William.
"Sebaiknya kau tidak melihatnya, lagi pula bukan hal menyenangkan melihat tubuhku yang biasa-biasa saja."
"Kenapa, apa kau malu?"
"Anggap saja begitu, William. Tolong jangan tersinggung. Aku hanya mengambil antisipasi agar tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan!"
"Antisipasi? Apa kau juga melakukannya dengan kekasihmu dulu?"
Marien mengerutkan dahi, kenapa William bertanya seperti itu? Apa William marah ataukah? Marien menggeleng, lupakan. Hubungan mereka terikat dengan kontrak, jangan lupakan itu.
"Aku rasa kau sudah pernah memiliki kekasih William,jadi aku pun merasa jika kau tahu bagaimana hubungan sepasang kekasih. Lagi-Lagi kita membahas sesuatu yang tidak penting. Lebih baik kita segera makan sebelum makanannya dingin."
"Baiklah. Dengarkan aku, besok kau akan mendapatkan sebuah kejutan di pesta pernikahan Alexa."
"Kejutan lagi?" Marien kembali mengernyitkan dahi. Jangan katakan William benar-benar akan memberikan sebuah mobil untuknya tapi dari mana William mendapatkan banyak uang untuk membeli sebuah mobil. Bukankah William sedang berusaha untuk maju?
"Yeah, aku telah menyiapkan sebuah kejutan untukmu besok!"
"jangan katakan kau ingin memberikan aku sebuah mobil. Aku tidak mau, William. Kita harus berhemat dan tidak menghamburkan uang sembarangan. Maaf, aku tidak bermaksud mengatur keuanganmu tapi kita sedang berusaha untuk bangkit agar kita bisa membalas orang-orang yang menghina kita jadi aku rasa kita tidak boleh menghamburkan uang!"
William meraih tangan Marien, senyuman menghiasi wajahnya. Marien benar-benar mengira dia tidak mampu tapi seperti ini jauh lebih baik sehingga tidak ada lagi yang memanfaatkan dirinya seperti yang Fiona lakukan padanya.
"Kau terlalu baik, Marien!" ucapnya, sebuah kecupan mendarat di atas telapak Marien.
"Tapi kejutan yang hendak aku berikan bukan mobil!"
"Aku lega mendengarnya, aku hanya tidak mau kau menghamburkan uang!"
"Aku akan mendengarkan perkataan istriku!"
Marien tersenyum, kenapa dia jadi merasa hubungan mereka sangat indah? Semoga saja hubungan mereka tetap indah sampai tahun depan tanpa ada konflik berarti tapi jalanan tidak selalu mulus apalagi akan ada yang mengganggu mereka.
"Ayo makan!" Marien mendorong William keluar dari kamar, entah kejutan apa yang dipersiapkan William untuknya besok, dia sangat ingin melihatnya.
terima kasih ya kak ♥️♥️♥️♥️♥️