Di dunia yang diatur oleh kekuatan enam Dewa elemen: air, angin, api, tanah, es, dan petir, manusia terpilih tertentu yang dikenal sebagai Host dipercaya berfungsi sebagai wadah bagi para Dewa untuk menjaga keseimbangan antara kekuatan ilahi dan kesejahteraan Bumi. Dengan ajaran baru dan lebih tercerahkan telah muncul: para Dewa sekarang meminjamkan kekuatan mereka melalui kristal, artefak suci yang jatuh dari langit.
Caela, seorang perempuan muda yang tak pernah ingat akan asal-usulnya, memilih untuk menjadi Host setelah merasakan adanya panggilan ilahi. Namun semakin dalam ia menyelami peran sebagai Host, ia mulai mempertanyakan ajaran ‘tercerahkan’ ini. Terjebak antara keyakinan dan keraguan, Caela harus menghadapi kebenaran identitasnya dan beban kekuatan yang tidak pernah ia minta.
Ini cerita tentang petualangan, kekuatan ilahi, sihir, pengetahuan, kepercayaan, juga cinta.
**
Halo, ini karya pertamaku, mohon dukungannya ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kirlsahoshii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertanda
Caela masih terkejut dengan sosok pria di sebelahnya, dia pun akhirnya menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“Tidak apa,” kata Caela.
“Hmm… Ekspresimu sungguh mengejutkan. Baru kali ini ada orang yang tiba-tiba melihatku dengan ekspresi begitu.” Pria tersebut menopang dagunya di atas meja dan melihat Caela dengan senyum licik.
“Maaf, aku hanya teringat akan seseorang,” Caela mencoba mengalihkan pandangannya ke arah depan dan tak membuat kontak mata dengannya.
“Benarkah? Biasanya perempuan yang pertama kali melihatku pasti akan memerah wajahnya dan jadi malu-malu,” balasnya.
Caela hanya menghela napas, tak mau menanggapi pria yang dianggapnya sedang menggodanya itu.
Hey, Lord Fae, mau minum apa hari ini?” tanya seorang bartender itu, seperti sudah mengenal Fae lama.
“Seperti biasa saja,” katanya santai.
“Oke!” balas bartender itu.
Diam-diam Caela melirik segala gerak-gerik Fae, bartender itu memanggilnya ‘Lord’ Caela berpikir, dia pasti seseorang yang penting, walaupun dia berpakaian seperti orang pada umumnya—celana hitam, sepatu hitam, dan kemeja putih yang digulung setengah lengan. Ada beberapa tato aneh di sekujur tangannya, yang punya pola sangat rapi. Caela pun mengobservasinya dengan rasa curiga.
“Fae…” Caela bergumam sedikit.
“Ya, itu aku,” kata pria itu, sambil melihat ke arah depan sambil tersenyum.
Caela menoleh, masih melihat Fae dan mengobservasinya, “Dari mana kau berasal?”
“Apa kau sedang menggodaku?” tanya Fae dengan nada mengejek.
“Tidak, aku hanya bertanya.” jawab Caela ketus.
Fae tertawa sarkas, ada jeda sedikit dari pembicaraan itu. Mata Caela tak pernah lepas dari Fae tanpa curiga, mata merah darah yang sama persis dengan Rieva, membuat dia semakin penasaran dengan Fae. Matanya tak pernah berpindah ketika bartender itu meletakkan sebuah gelas ke depan Fae. Fae merasakan pandangan Caela yang cukup intimidatif lalu dia menghela napas sedikit, dia menopang dagunya lagi dan melihat ke arah Caela.
“Mengapa kau ingin tahu hal itu?” tanya Fae.
“Bukan urusanmu, aku hanya ingin tahu asalmu,” kata Caela
Fae menaikkan pundaknya, namun senyumnya tak lepas dari wajahnya dia pun minum sejenak lalu melihat ke arah Caela lagi.
“Sungguh perempuan yang menarik, aku tahu kau tertarik padaku, sudah katakan saja~” kali ini Fae sungguh menggoda Caela dan hal ini membuat Caela kesal hingga membuang wajahnya.
Sekitar lima menit mereka berbagi kesunyian, Fae asik menikmati minumannya lalu dia menghela napas lega dan melihat ke Caela lagi.
“Apa kau masih penasaran dengan asalku?” tanya Fae.
Caela hanya melihatnya diam dengan tatapan dingin.
Fae tertawa kecil lagi, “Tapi aku tak bohong, waktu bilang kau anggun,” katanya.
Caela masih diam lalu membuang wajahnya merasa ini adalah buang-buang waktu.
“Perempuan anggun yang keras kepala,” kata Fae yang menggoda lagi.
“Terserah…” Caela bergumam kecil dengan nada kesal.
“Siapa namamu?” tanya Fae.
Caela hanya terdiam.
“Oh, pura-pura tidak tertarik dengan percakapan ini, kah?” Fae mengejek.
Caela masih terdiam walau dia menahan kesal.
Fae menjulurkan tangannya ke arah Caela dan tersenyum, “Baik lah, ayo berkenalan baik-baik. Aku Fae dari Stonebridge.” katanya.
Caela menoleh ke arah Fae, melihatnya dari ujung kepala hingga kaki. Stonebridge? Sebuah kota dekat dari sini, kalau tidak salah itu adalah tempat di mana Kuil Dewa Tanah berasal, pikirnya. Bartender tadi pun memanggilnya dengan ‘Lord’.
“Caela.” jawab Caela singkat, mengabaikan tangannya.
“Caela, nama yang manis. Asalmu dari mana?”
“Tevira.”
“Tevira?” Fae mengangkat alisnya.
“Itu desa.”
Fae mengangguk-angguk dan masih tersenyum, “Aku tahu, tapi kau tak seperti orang desa.”
“... Ya, aku sekarang tinggal di Riverbend...” lanjut Caela tiba-tiba dia merasa sedikit grogi.
“Hmm… Riverbend…? Apa yang kau lakukan di Riverbend?” tanyanya penasaran.
Caela terdiam sejenak dan membuang wajahnya kembali, “Aku seorang Host.”
Fae mengangkat alisnya terkejut, “Yang benar saja?” tanyanya tidak percaya.
Caela mengangguk ke arahnya lalu membuang wajahnya kembali
Fae tersenyum lebar dan mendekat ke arah Caela, seperti tak canggung menginvasi privasinya, “Luar biasa, ternyata aku bertemu dengan Host Dewa Air, Varuna di sini melihatnya menikmati sea salt mocktail dalam sekali teguk.”
Caela melihatnya terkejut, dia membuat sedikit jarak dengan Fae. Ia tak ingin terlalu dekat dengan orang ini lalu mengernyitkan dahinya, “Bisa kah kau mundur sedikit?” Caela terganggu.
Fae tetap tersenyum lalu lanjut berbicara dengan nada pelan, “Apa kau percaya dengan mitos lama?” tanya nya.
Caela semakin melihatnya dengan wajah bingung. Lagi-lagi, dia harus bersikap pura-pura bodoh kalau dia adalah Host asli yang menjadi aliran sesat saat ini. Dia jadi merasa lebih grogi entah karena kedekatannya dengan Fae atau karena pertanyaannya.
“M-Mitos apa…?” tanya Caela suaranya sedikit bergetar.
Fae lalu perlahan mendekat ke arah telinga Caela dan berbisik, “... Gelombang telah berubah. Namun badai belum datang. Biarkan badai itu datang… Maka para Dewa akan kembali ke semesta.”
Caela melebarkan matanya, seketika dia ingat, itu adalah bisikan para Dewa yang selama ini datang ke benaknya dan suara yang sering ada dalam mimpinya.
***