Karena sebuah wasiat, Raya harus belajar untuk menerima sosok baru dalam hidupnya. Dia sempat diabaikan, ditolak, hingga akhirnya dicintai. Sayangnya, cinta itu hadir bersama dengan sebuah pengkhianatan.
Siapakah orang yang berkhianat itu? dan apakah Raya akan tetap bertahan?
Simak kisah lengkapnya di novel ini ya, selamat membaca :)
Note: SEDANG DALAM TAHAP REVISI ya guys. Jadi mohon maaf nih kalau typo masih bertebaran. Tetap semangat membaca novel ini sampai selesai. Jangan lupa tinggalkan dukungan dan komentar positif kamu biar aku semakin semangat menulis, terima kasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandyakala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesalahan yang Disadari
Penerbangan selama dua belas jam terasa begitu lama untuk dilalui oleh Ezra dan kedua orang tuanya.
Setibanya di negara X, mereka terlebih dulu pulang ke rumah. Kedatangan mereka disambut oleh Mbok Nah dan Pak Seno yang tampak cemas.
"Mbok, kami mau langsung ke rumah sakit. Tolong bereskan semua barang-barang kami, ya", perintah Mama Laura.
"Baik, Nyonya. Nyonya, saya khawatir dengan kondisi Non Raya", ucap Mbok Nah dengan wajah cemas. Wanita paruh baya itu sudah mendengar berita kecelakaan yang dialami majikannya.
"Kami juga, Mbok. Do'akan yang terbaik ya buat Raya", ujar Mama Laura berusaha tetap tenang.
Setelah transit sejenak, Ezra dan kedua orang tuanya segera menuju rumah sakit diantar oleh Pak Seno.
"Pak, apa saat kecelakaan istriku pergi sendiri?", tanya Ezra memecah kesunyian dalam mobil.
"Iya, Tuan Muda. Sudah sepekan terakhir ini Non Raya tidak mau saya antar jemput ke tempat meeting. Katanya agenda meeting dengan klien sering kali tidak bisa ditebak. Saya minta maaf, Tuan", Pak Seno merasa bersalah.
Ezra menghela nafas berat. Ya, dia sudah tahu bagaimana karakter Raya. Jika sudah berkaitan dengan pekerjaan, istrinya itu sangat fokus dan gesit.
"Tak apa, Pak. Aku hanya bertanya saja, Pak Seno tidak perlu meminta maaf", ujar Ezra.
"Terima kasih, Tuan. Tapi saya merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Non Raya. Semoga keadaan Non Raya baik-baik saja dan lekas sehat kembali", harap Pak Seno tulus yang dijawab dengan anggukan Ezra.
"Ezra, apa Sindy tahu kamu pulang ke sini?", Papa Hadinata membuka suara.
Ezra terdiam, disaat seperti ini sang Papa masih saja membahas soal Sindy.
"Pa, sudahlah. Jangan bahas soal Sindy dulu. Kita di sini untuk melihat kondisi menantu kita", Mama Laura yang bisa membaca ekspresi Ezra dari spion berusaha untuk menengahi suami dan putranya.
"Papa kan hanya bertanya, Ma. Jangan sampai setelah kejadian ini, datang lagi masalah baru karena Ezra pergi tanpa pamit", Papa Hadi melirik putranya yang sedari tadi memilih untuk diam.
Ezra menarik nafas dalam, "Pa, Ezra minta tolong sama Papa, sementara ini jangan bahas soal Sindy dulu. Papa tahu kan istri Ezra sekarang sedang berjuang antara hidup dan mati. Satu hal yang juga harus Papa tahu, Ezra kehilangan bayi Ezra, Pa", tegas Ezra dengan suara bergetar menahan kesedihan.
Dadanya sesak mengingat kondisi Raya dan juga kematian bayi mungil yang selama ini tidak dia ketahui.
"Bayi? maksud kamu apa, Ezra?", Papa Hadinata tersentak.
Lagi, Ezra menarik nafas dalam, "Raya hamil, Pa. Tapi selama ini Ezra sama sekali gak tahu dia hamil dan kata Dion, janin yang ada di rahim Raya tidak bisa diselamatkan akibat kecelakaan ini", Ezra menahan bulir air mata yang mulai memanasi kedua matanya.
"Ya Tuhan. Masalah ini harus segera diusut. Papa akan suruh orang mencari tahu siapa pelaku tabrak lari itu", janji Papa Hadi bahkan saat ini dirinya langsung menghubungi seseorang yang dia tugaskan untuk menyelidiki kasus tabrak lari yang dialami Raya.
"Papa minta maaf jika pertanyaan Papa tadi menyinggungmu, Ezra. Papa juga sebetulnya khawatir dengan kondisi Raya, tapi Papa tidak tahu kalau Raya sedang hamil dan sekarang harus kehilangan bayinya", Papa Hadi merasa menyesal.
Ezra tak bergeming. Dia lebih memilih untuk mengalihkan pandangannya ke jalanan.
"Sudahlah, Pa. Mama yakin Ezra gak marah sama Papa. Maaf ya, Mama tidak menceritakan detail kondisi Raya sama Papa juga Ezra. Mama pikir akan lebih baik jika kalian tahu sendiri. Sekarang, kita semua fokus sama kondisi Raya dan soal Sindy, sejenak kita kesampingkan dulu, ya", ucap Mama Laura lembut. Ia bergantian menatap suami dan putra kesayangannya.
Pak Seno yang sedari tadi mengemudi, memilih untuk fokus. Ia memilih menjadi pendengar saja perbincangan di dalam mobil itu.
Tak lama, mobil keluarga Hadinata memasuki parkiran Rumah Sakit Matahari. Ezra dan kedua orang tuanya bergegas turun, bahkan Ezra setengah berlari masuk ke dalam rumah sakit. Dia langsung menghampiri meja administrasi, menanyakan keberadaan istrinya.
"Bro ...", Dion segera menyambut kedatangan Ezra dengan pelukan.
"Gimana istri gue? apa masih di dalam?", berondong Ezra cemas apalagi saat ia bertemu Dion, Ezra bisa melihat kemeja Dion yang masih berlumuran darah dan belum diganti.
"Dokter bedah baru aja keluar. Operasi sudah selesai sejak dua jam lalu. Saat ini Raya masih diobservasi di dalam. Kalau dalam waktu satu jam ke depan kondisinya stabil, dia akan dipindahkan ke ruang ICU", terang Dion menyampaikan kembali pesan dari dokter.
Ezra merapatkan tubuhnya di dinding, dia terduduk lesu.
"Zra, lo yang kuat ya. Gue yakin Raya pasti sembuh", Dion menghampiri sahabatnya itu.
"Thank's ya, Bro. Gue gak tahu kalau gak ada lo di sini istri gue akan bernasib seperti apa", ujar Ezra lemas.
Dion memeluk sahabatnya itu. Dia bisa merasakan kesedihan yang dalam dari diri Ezra.
"Pak Hadi, Bu Laura", Aura menyambut kedatangan boss besarnya.
Papa Hadi dan Mama Laura tersenyum tipis ke arah Aura.
"Terima kasih sudah menjaga menantu kami di sini", ucap Papa Hadi pada Aura.
"Sudah menjadi tugas saya, Pak", jawab Laura santun.
"Ezra, ayo kita temui dokter", ajak Mama Laura pada putranya.
"Iya, Ma. Di, gue titip Raya dulu ya. Aura juga tolong tetap di sini", pinta Ezra menatap Dion dan Aura bergantian.
Kedua sejoli itu mengangguk bersamaan, melihat kepergian keluarga Hadinata dari hadapan mereka.
Ezra, Papa Hadinata, dan Mama Laura terdiam mendengar penjelasan dokter bedah dan dokter kandungan yang menangani operasi Raya.
"Setelah operasi, kita masih harus memantau keadaan pasien. Meskipun operasinya berhasil dilakukan, tapi masa kritis pasien masih belum sepenuhnya terlalui", terang Dokter Firman.
"Apakah masih ada harapan menantu kami sembuh, Dok?", tanya Mama Laura sedih.
"Harapan selalu ada, Bu. Kita do'akan yang terbaik untuk pasien", Dokter Firman berusaha menenangkan keluarga Raya.
"Lalu, bagaimana dengan bayinya, Dok?", tanya Ezra.
"Kami mohon maaf tidak bisa menyelamatkan bayi Anda dan Bu Raya. Janinnya langsung dimakamkan setelah operasi selesai. Tadi Pak Dion dan Bu Aura yang mengurusnya karena mereka yang mengambil tanggungjawab untuk pasien", giliran Dokter Tia yang menjelaskan.
Ezra tertunduk sedih. Kepedihan di hatinya semakin menjadi-jadi. Selain merasa gagal sebagai suami, dia juga merasa gagal sebagai seorang ayah karena tidak bisa melindungi istri dan juga calon bayi mereka. Bhkan disaat terburuk pun justru orang lain yang mengambil tanggung jawab atas orang yang dicintainya.
"Ezra, Papa yakin kita bisa melalui ini semua. Raya itu wanita yang kuat, dia pasti cepat pulih dan soal anak, percayalah, Tuhan pasti akan memberikannya lagi", Papa Hadi menepuk bahu putranya.
Kejadian yang menimpa Raya dan calon cucunya membuat Papa Hadinata sepenuhnya sadar bahwa sikapnya selama ini begitu egois. Dia mengorbankan kebahagiaan putra dan menantunya sendiri.
"Tuhan, tolong segera pulihkan istriku dan maafkan aku yang gagal menjaganya dan juga gagal menjaga amanah indah dari-Mu", bisik hati kecil Ezra.
semoga tidak ada lagi yang menghalangi kebahagiaan kalian
setelah aku ikuti...
tapi cerita nya bagus biar diawal emosian 🤣🤣🤣
semoga aja raya bisa Nerima anak kamu dan Sindi ya...
semangat buat jelaskan ke raya
aku penasaran kek mana reaksi Sindi dan papanya tau ya kebusukan anak nya
semoga tidak terpengaruh ya....
taunya Sindi sakit tapi kalau kejahatan ya harus di pertanggung jawaban