Merindukan Cinta Suami

Dery masuk kedalam ruangannya dengan Kompres es ditangannya. Rasa kesal nya masih begitu ketara saat ia tahu kalau pemilik Hars Company , perusahaan besar yang selalu ia incar dulu nya ternyata milik mertua nya sendiri.

‘Kenapa bisa aku sebodoh itu? andai aku tahu .. Aku sudah bujuk Alin agar aku bisa masuk kesana, bahkan bisa jadi direktur utama disana! Sial!!’ batin Dery dalam hati.

“Mas, kok kamu bisa kayak gini sih!” Renata ikut masuk dan langsung duduk disamping Dery. Rasa ingin tahu nya sangat besar, kenapa mantan suami nya itu ada disini, bersama Alin.

“Ini semua gara-gara Alin!”

“Memang nya dia kenapa? dan siapa laki-laki yang bersama dengannya tadi?”

“Kamu tahu gak, ternyata Hars company itu milik keluarga Alin!! dan selama ini dia gak pernah jujur sama aku! brengsek kan?? dia menipuku mentah-mentah!”

Renata menutup mulut nya tak percaya, ternyata keluarga Alin sekaya itu? perusahaan besar seperti Hars adalah milik nya, sangat hebat.

“Masa sih mas? kalau tahu gitu harusnya kamu jangan sampai pisah kan? kita bisa manfaatkan itu supaya kamu bisa memimpin Hars Company, dan setelah semua itu jadi milik mu, baru kita usir mbak Alin!” jawab Renata tanpa berpikir kalau Dery sedang menelisik diri nya.

Dery agak terperanjat dengan respon Renata yang ternyata mengincar harta Alin. Selama ini ia berpikir kalau Renata tidak seperti itu, rumah yang ia tempati saja sudah sangat besar. Tapi.. kalau dipikir-pikir apa yang Renata katakan benar, harusnya dia tidak gegabah membiarkan Alin memutuskan perceraian mereka, Dery bisa memanfaatkan rasa cinta Alin untuk menguras seluruh harta nya. Barulah setelah itu ia akan membiarkan Alin pergi.

“Tapi semua sudah terlambat! kami sudah bercerai.. Sial memang!” Dery kembali meremas rambut nya. Rasa jengkel karena merasa telah dibohongi oleh Alin masih terasa sekali.

“Lalu laki-laki yang bersama nya tadi siapa?”

“Siapa?? laki-laki yang memukul ku, atau yang berdiri dibelakang Alin?”

“Yang sedang ditenangkan oleh Alin, laki-laki itu?”

“Dia kakak nya Alin!”

“Apa??” Renata membeliakkan mata nya. Jika saja mata itu bukan ciptaan yang maha kuasa, mungkin saat ini kedua mata itu telah lepas dari tempat nya sangking besar nya mata itu melotot karena kaget.

“Kenapa?? tadi kamu menyebut nama mas Raka, kamu kenal?”

Renata diam, ia masih bingung harus menjawab apa, rasa terkejut nya lebih mendominasi saat ini. Kalau Raka kakak nya Alin, berarti Alin keturunan keluarga Harsono? lalu waktu Dia meminta restu pada Pak Harsono, kemana Alin dan Dery saat itu?

“Ren??” panggil Dery lagi.

“I-ya mas!”

“Kok malah bengong sih, kamu kenal sama mas Raka?”

“Di-a itu.. laki-laki yang mengejar ku mas.. saat aku baru saja kehilangan suami ku.. tapi karena ku tolak, dia selalu menjelekkan aku dihadapan orang-orang.. jadi kalau suatu saat, dia mengatakan sesuatu tentang aku ke kamu.. jangan percaya ya..” bohong Renata. ia sengaja mengarang cerita agar kebohongan nya tentang mantan suami nya yang sudah meninggal itu Dery ketahui. Itulah cara satu-satunya yang menurut nya paling aman.

“Dia menyukai mu?” tanya Dery lagi, dan Renata langsung mengangguk mantap. Dalam hati ia berharap kalau Dery percaya dengan kata-kata nya.

“Ya sudah.. jangan pernah dekat-dekat dengan nya lagi,”

“Gak akan mas!” Renata menarik nafas lega, akhirnya Dery percaya dengan kata-kata nya. Tapi setelah itu dia berpikir, ternyata Raka bukan orang sembarangan. Bodoh sekali dia Tidak hati-hati dulu nya saat menjalani profesinya sebagai simpanan om-om seusia papa mertua nya, hingga hamil Laila Kakak Nimas yang mungkin seusia Si kembar jika dia masih bersama dengan nya dan Raka membuangnya begitu saja tanpa belas kasihan.

‘Apa mas Raka masih mencintaiku? tatapannya tadi..’ batin Renata sendiri.

*

Pagi ini, seperti nya matahari nampak malu-malu untuk menampakkan sinar nya. Suasana penghujung Minggu memang pas untuk bersantai. Alin sedang duduk santai dibalkon atas samping kamar nya menikmati suasana pagi.

“Ummi?” panggil Rafa diikuti oleh Rafi di belakang nya.

“Iya sayang.. ”

“Mi sebentar lagi kan kami lulus, gimana kalau kami masuk pesantren aja?”

“Pesantren?” tanya Alin dengan alis yang saling bertautan. Selama ini ia tidak terpikirkan untuk memondokkan si kembar. Ia cuma berpikir kalau setelah ini kedua putra nya itu akan memasuki sekolah menengah pertama.

“Iya mi, kami pengen belajar agama lebih dalam lagi, nanti umi bisa mengunjungi kami seminggu atau sebulan sekali, gimana mi, boleh ya.. ” jawab Rafa.

“Boleh ya Mi.. Semalam kamu juga udah bilang sama pakde Raka, dan kata nya itu ide yang bagus, makanya kami minta izin ke umi lagi ..” sahur Rafi yang ikut mendukung sang kakak.

“Emang nya kalian siap, gak ketemu sama Umi dan semua nya dikerjakan sendiri?? harus mandiri loh kalau di pondok itu?”

“Siaplah Mi, kan kami anak laki-laki.. harus mandiri,”

“MasyaAllah pinter banget sih anak Umi, yaudah kalau gitu ba'da Dzuhur nanti kita cari pondok yang bagus ya..”

“Oke sip mi!” mereka bertiga langsung berpelukan. Entahlah rasanya akhir-akhir ini Alin kurang ada waktu untuk anaknya.. Entah sejak kapan mereka jadi lebih dewasa seperti sekarang. Mereka bahkan tidak menampakkan raut sedih saat tahu kalau dirinya dan Dery sudah tidak bisa bersama lagi.

“Haduh.. kenapa ini.. kok ada acara saling peluk gini sih.. pakde gak di ajak nih?” Raka tiba disana dan melihat ibu dan anak itu saling peluk satu sama lain.

“Kami dibolehin umi untuk mondok pakde.. ” kata Rafi dengan raut wajah yang bahagia.

“Oh ya.. bagus dong.. pesantren mana yang kalian pilih?”

“Belum tahu, nanti setelah Dzuhur kami mau lihat-lihat pondok, pakde mau ikut?”

“Emang pakde boleh ikut?”

“Boleh dong!” jawab si kembar bersamaan.

“Oke pakde ikut deh!”

Setelah nya mereka menikmati teh dengan cemilan sebagai pelengkap nya.. Mereka bercanda dan membahas tentang masa kecil mereka pada si kembar.

Ba‘da Dzuhur, sesuai janji Alin dan Raka.. mereka pergi untuk melihat pondok pesantren yang masuk dalam list mereka.

Hingga tibalah mereka di pesantren Al-Ikhsan. Mereka menemui pengurus pondok untuk sekedar melihat-lihat fasilitas yang ada. Dari pertama masuk Rafa dan Rafi begitu antusias. Seperti nya mereka menyukai tempat itu.

Saat Alin sedang melihat keliru dan kanan, manik mata nya menangkap seseorang yang begitu tak asing dipandangan mata nya. Sosok laki-laki tersebut sedang memberikan pelajaran keterampilan bagi santri laki-laki.

“Kenapa Lin?” tanya Raka yang seperti nya memperhatikan Alin sejak tadi.

Alin langsung menunjuk kearah laki-laki yang dapat maksud.

“Loh Putra?”