Kekasih Ku, Suami Adikku

sementara itu, saat ini Vero tengah menunggu Liana di jalan yang dekat dengan rumahnya. Dia mengecek beberapa kali jam di pergelangan tangannya, dan Liana tidak kunjung terlihat.

"kemana lian? kenapa dia lama sekali? Aku sudah menunggunya sejak tadi." gumam Vero.

Dia mengambil ponsel di sakunya, dan mendial nomor Lian.

tuuuttt ..

Tuuuttt ..

Vero kembali berdecak saat panggilannya tidak mendapat jawaban dari kekasihnya.

"astaga, aku khawatir. kenapa Liana tidak mengangkat panggilan telepon ku?"

Vero benar-benar frustasi, dia takut sesuatu yang buruk terjadi pada kekasihnya. Dia tahu jika Liana merupakan gadis yang nekad. Dia takut jika Liana melakukan hal yang tidak-tidak.

Dan beberapa saat kemudian, ponselnya bergetar. Dia segera mengecek benda pipih miliknya. Dan melihat jika Liana yang saat ini tengah menghubunginya.

Vero segera mengangkat panggilan tersebut. Sungguh, dia hanya khawatir pada gadis itu.

"hallo? Lian? Aku sudah menunggu sejak tadi. Kenapa kau belum juga turun?"

"hikss .. Vero, aku minta maaf. Aku tidak bisa pergi malam ini."

Vero terdiam, apa ada hal yang membuat Lian mengurungkan niatnya? Padahal, Lian memiliki perangai keras kepala. dia tidak akan menuruti keinginan orang tuanya begitu saja.

"ahh astaga .. Aku benar-benar khawatir Lian, bagus jika kau memutuskan untuk tidak keluar dari rumahmu. Tapi, kenapa kau menangis?"

"Vero, aku ingin bertemu dengan mu. Aku ingin menceritakan segalanya padamu nanti, dan kau harus tahu Vero, jika aku benar-benar mencintaimu."

"iya Lian, aku tahu hal itu dan aku pun begitu mencintaimu. Berhentilah menangis Lian, jangan membuatku semakin khawatir."

"baiklah Vero. Maafkan aku jika hari ini aku terlalu banyak menangis."

"no problem. Dan sebaiknya, sekarang kau beristirahat saja. Aku akan kembali pulang ke rumahku."

"baik ver. Maaf karena aku sudah merepotkan mu."

"jangan bicara seperti itu. Aku kekasihmu, bukan partner bisnis mu. Dah berhentilah mengatakan terimakasih."

Liana sedikit tertawa mendengar ucapan Vero, dan dia mematikan panggilan teleponnya.

Liana terdiam, dia sudah berada di kamarnya saat ini. Dia sudah tidak memiliki jalan lagi untuk kabur dari rumah ini, karena dia takut jika dia kabur, apa yang Ditto lakukan tadi akan terulang kembali.

"ck .. Aku harus apa? Aku tidak ingin menikah, terlebih dengan kak Raffa." gumam Liana.

Liana tampak berfikir, dan tiba-tiba saja dia memiliki ide. Bagaimana jika dia meminta orang tuanya untuk menikahkannya dengan Vero?

"aku akan berbicara pada ayah agar ayah menikahkan ku dengan Vero saja. Dan aku akan kembali memberontak jika ayah memaksaku untuk menikah dengan kak Raffa." gumam Lian.

Sebenarnya, pergaulan Liana sudah begitu liar. Dia bahkan sudah melakukan hal layaknya yang orang dewasa lakukan.

Lian bahkan sering bergonta-ganti kekasih, dan gaya pacaran Lian terbilang jauh dari kata sehat.

berbeda dengan Alena. Meski dia sudah berpacaran serius, tapi gadis itu tidak pernah berbuat hal yang melewati batas dengan Raffa.

Mereka berpacaran secara sehat, dan Raffa pun tidak pernah menuntut hal berlebihan pada Alena.

***

"sayang, apa kau sudah siap?"

Alena yang baru saja memasukkan ponsel kedalam sakunya pun menoleh ke arah sumber suara. Gadis itu mengangguk dengan senyum kecil di bibirnya ketika melihat Raffa yang kini menghampirinya.

"Sudah Raff, ayo kita pergi."

Raffa mengangguk, keduanya akan pergi ke rumah Raffa. Karena kedua orang tua Raffa selalu menanyakan Alena.

Kedua orang tua Raffa sudah begitu setuju agar Alena segera menjadi menantunya.

"mama pasti akan senang jika tahu kau akan ke rumah."

"apa kemarin kau tidak bilang jika aku akan mampir hari ini?"

"tidak, untuk kejutan."

Alena hanya terkekeh, dia segera menggandeng lengan Raffa dan keduanya keluar dari perusahaan tempat mereka bekerja tersebut.

"Oya Raff, tadi, Liana menghubungiku."

"Liana? Tumben sekali. Apa yang dia katakan?"

"mmm dia hanya marah-marah padaku dan mengatakan jika dia membenciku. Hanya itu."

Raffa menggeleng. Dia sudah tahu bagaimana sikap Liana pada Alena. Dan gadis itu begitu tidak menyukai kakaknya sendiri.

"sudah, tidak perlu di pikirkan, itu tidak penting."

Alena mengangguk, dan keduanya segera menaiki motor milik Raffa ketika keduanya sudah sampai di besment kantor.

40 menit berlalu, dan saat ini motor yang Raffa kendarai sudah tiba di pelataran sebuah rumah yang terbilang cukup mewah.

Alena segera turun dari motor milik kekasihnya, begitu juga dengan Raffa. Dan keduanya segera memasuki bangunan yang ada di hadapannya saat ini.

Ceklek ..

"mama .. Mama .. Lihatlah, aku membawa siapa."

Alena hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan kekasihnya tersebut.

"tidak bisakah kau tidak berteriak? Aku malu."

"tidak bisa .."

Dan keduanya menoleh ke arah pantry dengan senyum yang mengembang. Siluet seorang wanita paruh baya pun terlihat. Wanita itu masih tampak cantik di usia yang terbilang sudah tidak muda lagi.

"astaga siapa ini, kesayangan mama .."

Alena segera berjalan menghampiri wanita tersebut dan memeluknya erat. begitu juga sebaliknya. Anne, ibu Raffa bahkan menciumi pipi kekasih putranya tersebut.

Sedangkan Raffa? Pria itu hanya bisa tersenyum ketika melihat interaksi manis antara kekasih dan ibunya.

Alena mengurai pelukannya, dan dia kembali di hadiahi kecupan di pipinya oleh Anne.

"sayang, kenapa lama sekali tidak kemari? Mama merindukanmu."

"maafkan Lena ma, di kantor, pekerjaan Lena sangat banyak, hingga Lena tidak memiliki waktu untuk main ke rumah mama."

"ck .. mama sudah memintamu untuk resign dari kantor itu. Kalian sebentar lagi akan menikah, dan penghasilan Raffa juga sudah terbilang cukup, untuk apa kau bekerja?"

"mama .. jangan membahas hal itu, jangan sampai Lena tertekan karena ucapan mama. Aku tidak pernah melarang Alena untuk melakukan apa yang dia inginkan." timpal Raffa.

"tidak apa-apa Raff. Mama hanya ingin yang terbaik untukku. Dan aku akan resign jika sudah menikah nanti ma."

"ahh maafkan mama sayang jika ucapan mama menyinggung mu. Tapi, mama hanya tidak ingin melihatmu kelelahan."

"Lena tahu ma. Jadi, tidak apa-apa."

Anne tersenyum, dia mengusap lembut rambut calon menantunya tersebut.

"Oya sayang, apa kau mau membantu mama membuat cake? Mama sudah mempersiapkan semuanya di pantry."

"boleh ma, aku sekalian belajar membuat cake. Cake buatan mama begitu lezat."

Anne lagi-lagi tersenyum dan segera menggandeng tangan Alena menuju pantry. Sedangkan Raffa? Pria itu hanya menggeleng melihat kekasihnya yang sudah berlalu bersama ibunya.

Jika di rumah Raffa, Alena begitu banyak menghabiskan waktu dengan ibunya. Dan membuat Raffa di acuhkan seperti saat ini.

"jika mereka sudah berdua, aku pasti selalu di acuhkan seperti ini. Mereka benar-benar kompak. Dan untukmu Alena, aku akan mempertahankan cinta kita, apapun yang terjadi." gumam Raffa.