Disarankan baca "Dear, my first love" dulu ya🙃
"Kalo jalan yang bener, pake mata dedek."
Tangan Shawn setia berada di pinggang Zuya agar gadis itu tidak terjatuh dari tangga. Dan lagi-lagi gadis itu menatapnya penuh permusuhan seperti dulu.
Pertemuan secara kebetulan di tangga hari itu menjadi awal hubungan permusuhan yang manis dan lucu antara Shawn dan Zuya, juga awal dari kisah cinta mereka yang gemas namun penuh lika-liku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15 - Tidak mau bertanggung jawab
"Kau mengupingku, hmm?"
Shawn menatap Zuya dengan alis naik turun habis menghapus video yang di rekam oleh gadis itu dan menelpon nomornya dengan ponsel tersebut. Ia senang karena memiliki nomor Zuya sekarang. Lelaki itu selalu bersemangat tiap kali bertemu dengan bocah ini. Kenapa dia selalu bilang bocah? Karena Zuya ini nakal, seperti bocah. Tapi sifatnya yang apa adanya begini justru menarik Shawn ingin dekat dengannya.
Shawn terhibur sekali kalau ada si dedek nakal. Pertemuan mereka selalu menjadi perdebatan yang menarik dan manis.
"Siapa yang menguping? Nggak dong. Buat apa nguping. Aku tuh nggak suka nguping pembicaraan orang ya om," gadis itu membalas perkataan Shawn sambil berkacak pinggang mendongak ke laki-laki di depannya.
"Nggak suka nguping?" alis Shawn terangkat. Zuya mengangguk kuat. Shawn tersenyum menyeringai.
"Nggak suka nguping tapi sukanya ngevideoin?" Shawn menatap Zuya dalam-dalam.
Gadis itu terdiam. Matanya menatap ke hape miliknya yang berada dalam genggaman Shawn. Ia memutar otaknya. Bagaimana pun caranya dia harus cari cara mengambil kembali ponselnya.
Zuya mengambil ancang-ancang lalu mulai menghitung dalam hati. Dalam hitungan tiga ia langsung melangkah cepat ingin merampas ponsel miliknya dari lelaki itu. Gerakan Shawn tak kalah cepat mengangkat tangan yang memegangi ponsel gadis itu tinggi-tinggi. Membuat Zuya kesulitan menggapainya.
Gadis itu sampai harus melompat-lompat berusaha mendapatkan hapenya kembali. Tangannya berpegangan pada Shawn, terus melompat-lompat meraih benda pipih yang belum ia dapatkan juga. Zuya akhirnya berhenti karena kelelahan. Ia berjongkok di rumput depan Shawn untuk beristirahat sebentar.
Shawn tertawa kecil, memasukan hape milik Zuya di saku celananya lalu ikut berjongkok di depan gadis itu.
"Sudah menyerah?" ledeknya. Zuya memicingkan mata menatap pria itu.
"Siapa yang nyerah? Aku cuman istirahat sebentar karena capek."
Perkataan polos itu membuat Shawn tersenyum lebar. Sebelah tangannya terangkat menyeka keringat di pelipis Zuya. Tak peduli tangannya akan basah. Ia hanya menikmati setiap kebersamaannya dengan gadis manis dan lucu ini.
"Kasian si dedek capek." gumamnya lembut. Shawn sampai tidak menyangka dia bisa memperlakukan perempuan selembut ini. Dulu pada Aerin dirinya memang bersikap lembut setelah tahu dirinya hanya salah paham kepada wanita itu.
Tapi kelembutan yang dia berikan kepada Aerin dan gadis ini jelas berbeda. Shawn sangat tahu itu.
Namun bagi Zuya sendiri, laki-laki di depannya ini berbicara begitu karena sedang meledeknya. Gara-gara siapa coba dia capek? Kalau pria itu langsung mengembalikan ponselnya kan dia tidak akan secapek ini. Gadis itu menyipitkan matanya.
"Kembaliin hape aku nggak?" wajahnya galak tapi nada bicaranya masih halus. Bahkan suara gadis itu sangat enak di telinga Shawn.
"Nggak sekarang." balas Shawn.
"Ih, kenapa sih? Itu kan hape aku. Kok om main ambil-ambil hape orang segala? Katanya om kaya, masa ambil hape mahasiswinya sendiri. Aku ini cuma seorang pelajar yang masih bergantung sama orang tua. Masa om tega misahin aku sama hape. Itu kan barang yang menghubungkan aku sama orang tua aku, kakak aku, teman-teman aku,"
Shawn menatap Zuya dengan raut wajah tercengang. Nggak jelas banget ini bocah.
Si dedek dan segala dramanya.
Shawn menggeleng-geleng kepala. Lalu ia kaget karena gadis itu tiba-tiba mendorong tubuhnya hingga dirinya terlentang di atas rumput. Tenaga Zuya sebenarnya tidak terlalu kuat, namun karena Shawn tidak siap, lelaki-lelaki itu pun dengan gampangnya di dorong oleh Zuya.
Kini gadis itu sudah duduk di perutnya. Shawn melihat mata Zuya fokus ke saku celananya, ingin merampas hape pastinya. Astaga gadis ini, ada saja akalnya. Saat tangan Zuya siap-siap menelusup masuk ke dalam saku celananya, Shawn menahannya.
Lagi-lagi terjadi aksi saling beradu di antara keduanya. Zuya berusaha keras ingin mendapatkan ponselnya kembali, sementara Shawn masih ingin bermain-main.
"Jangan sampai salah sentuh dedek, aku bisa membuatmu bertanggung jawab kepadaku. Memangnya kau mau bertanggung jawab?" goda Shawn karena tangan Zuya terus berusaha menyusup ke dalam saku celananya. Jauh memang dari asetnya, tapi lelaki itu senang menggoda saja.
Zuya melotot lebar. Dia teringat kejadian kemarin. Tanggung jawab? Oh tidak, dia paling takut dimintai tanggung jawab. Tangannya berhenti bergerak dan keluar perlahan, Raut wajahnya berubah. Menampakkan senyuman paling lebar.
"Om mau aku beliin sarapan kayak tadi pagi nggak? Yang beli satu gratis satu." tawarnya. Ia harus ambil hati laki-laki ini. Biar kata-kata keramat tadi tidak keluar dari mulutnya lagi.
Shawn menatap gadis itu lama. Perkara sarapan beli satu gratis satu di bahas lagi. Laki-laki itu berusaha keras agar tawanya tidak pecah.
"Aku tidak mau yang gratisan."
"Gampang. Om makan yang di bayar aja, gratisannya biar aku yang makan. Gimana?" Zuya pikir laki-laki itu benar-benar percaya dengan makanan promo yang dia karang. Sampai sekarang dia pikir laki-laki itu muda di tipu. Padahal Shawn hanya mengikuti permainannya saja karena dia senang melihat tingkah lucu Zuya.
Shawn tidak mampu menahan rasa gemasnya. Lelaki itu pun mencubit pipi berisi gadis yang masih duduk di atas perutnya sekarang. Bohong kalau Shawn tidak merasakan apa-apa. Sebagai laki-laki tulen, posisi seperti ini adalah salah satu posisi yang paling berbahaya bagi pria dan wanita.
"Kalau kamu seperti ini terus, aku bisa memaksamu bertanggung jawab."
"Nggak! Jangan pernah mengatakan kalimat itu!"
"Kenapa?"
"Aku tidak mau bertanggung jawab. Kan om sudah setuju tadi pagi. Jangan ingkar janji ya, hmm?" Zuya menatap laki-laki itu dengan puppy eyes-nya.
Permainan ini makin menarik. Baru beberapa hari ia menjadi dosen dan bertemu kembali dengan gadis ini, Shawn makin di buat tertarik. Lelaki itu menatap Zuya lama. Sampai lupa waktu.
Cantik sekali.
Gumamnya dalam hati. Terpesona dengan kecantikan Zuya.
"Ada orang!" Zuya cepat-cepat menenggelamkan wajahnya di dada Shawn. Terdengar langkah kaki orang.
"Kamu bilang lihat pak Shawn datang ke tempat ini."
"Bener. Aku lihat tadi."
"Kok nggak ada?"
"Udah pergi kali."
"Ya udah. Kita pergi aja. Sepi banget di sini, nggak ada orang."
Hening kemudian.
"Hufft, akhirn mph ..."
Zuya bermaksud mengangkat kepalanya dari dada Shawn. Tapi ia tidak sadar bibirnya malah menyambar bibir Shawn.
Inikah yang dinamakan ciuman tidak di sengaja?
Astaga Zuya! Apalagi ini?