Demi menghindari bui, Haira memilih menikah dengan Mirza Asil Glora, pria yang sangat kejam.
Haira pikir itu jalan yang bisa memulihkan keadaan. Namun ia salah, bahkan menjadi istri dan tinggal di rumah Mirza bak neraka dan lebih menyakitkan daripada penjara yang ditakuti.
Haira harus menerima siksaan yang bertubi-tubi. Tak hanya fisik, jiwanya ikut terguncang dengan perlakuan Mirza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu lagi
Malam semakin larut. Namun, rumah Nita masih sangat ramai, tak hanya dari dalam rumah yang terdengar gemuruh, di luar pun para penjaga masih beroperasi. Mirza turun dari mobil. Berjalan mengendap-endap mendekati gerbang. Mencari jalan yang aman untuk dirinya bisa masuk.
"Ngapain kita harus sembunyi, kayak maling saja," ucap Aslan berbisik. Berjongkok di samping Mirza yang sibuk mengetik sesuatu di layar ponsel.
"Kamu tahu sendiri kan, Kak Nita itu seperti psikopat. Aku nggak mau di cincang. Kalau melanggar peraturannya, dia pasti akan mengusirku."
Aslan berdecak. Menepuk nyamuk yang ada di dahi Mirza.
"Kamu kan berkuasa. Kenapa harus takut dengan kak Nita?"
Mirza menoyor pelipis Aslan, kesal dengan pria itu yang terus bertanya. "Ini bukan masalah berkuasa, tapi kak Nita itu kakakku. Dia yang membesarkan aku, aku gak mau melawan dia," jelas Mirza bersamaan dengan dering ponsel yang menggema.
"Siapa itu?" teriak penjaga dari arah pos.
Mirza dan Aslan langsung berlari sedikit menjauh. Mencari tempat yang lebih aman untuk menghindari mereka.
Aslan menyandarkan punggungnya di pohon beringin yang ada di tepi jalan. Mengatur napasnya yang memburu.
"Kalau tahu akan seperti ini, aku gak mau ikut, Za," keluh Aslan.
"Halo, Tuan. Di belakang juga tidak ada jalan masuk. Kak Nita menutup semua akses pintu, termasuk dari arah dapur dan gudang."
Mirza langsung menutup sambungannya. Menatap kesal rumah mewah yang berdiri kokoh tak jauh dari tempatnya berdiri.
Mirza kembali menghubungi Haira, hanya wanita itu harapan satu-satunya supaya dirinya bisa masuk.
"Halo, Sayang. Aku ada di depan, kamu di mana?" tanya Mirza dengan suara berat. Dadanya sudah ingin meledak menahan amarah karena sikap Nita yang keterlaluan padanya.
"Aku ada di kamar, lagi main dengan Kemal dan Fajar. Kamu di sebelah mana?"
Haira membuka tirai jendela. Matanya mengelilingi area jalan di sekitar rumah.
Setelah beberapa menit kemudian, Haira menangkap tangan yang melambai ke arahnya.
"Aku sudah melihat kamu," ucap Mirza tersenyum.
"Tunggu ya, aku akan keluar," ucap Haira.
Menutup jendela menghampiri Fajar dan Kemal.
"Sayang, Kalian main dulu ya, mommy mau keluar sebentar."
Kemal dan Fajar menjawab dengan anggukan.
Haira keluar dari kamar. Matanya menyusuri setiap sudut ruangan yang lumayan sepi. Melepas sandalnya lalu berlari ke arah pintu depan.
"Nona mau ke mana?" tanya penjaga yang berdiri tepat di depan pintu
Pria yang berambut keriting dengan perut yang sedikit membuncit itu menatap Haira curiga.
Haira tersenyum tipis.
"Di depan ada Mirza," jawab Haira jujur.
Cegeluk
Pria itu menelan ludahnya dengan susah payah mendengar nama yang mengerikan itu. Seolah-olah dewa kematian memang sudah mengintai.
"Tapi nyonya Nita melarang untuk menerima tamu, siapapun itu." Pria itu menegaskan, Meskipun dalam hatinya gelisah, tetap saja ia harus patuh dengan perintah majikannya.
"Ayolah, Kasihan Mirza. Pasti dia kedinginan."
Tak ada jalan lain selain merayu penjaga itu.
Suara siulan dari depan membuat Haira menoleh ke arah sumber suara.
"Itu Mirza." Haira berlari menghampiri Mirza yang berada di antara kegelapan.
Beberapa penjaga yang melihat sosok tak asing itu berlari. Ada yang memilih berjaga di tempat lain, dan ada pula yang membeku di tempat.
"Kamu gak papa?" tanya Haira khawatir. Mengusap pipi Mirza yang dipenuhi bintik merah.
"Demi kamu aku rela jadi santapan nyamuk," ucap Mirza.
"Cepetan buka gerbangnya!" pinta Mirza.
"Aku gak bawa kunci."
Mirza tersenyum saat menangkap penjaga yang hampir berlari ke arah samping.
"Badruuusss…" teriak Mirza sekencang-kencangnya. Dan itu sukses menghentikan langkah seorang pria yang memunggunginya.
Seketika tubuh pria itu terasa membeku dan tak mampu untuk bergerak. Keringat dingin bercucuran menembus pori-pori. Seakan suara itu adalah malaikat pencabut nyawa.
"Kamu buka gerbangnya atau aku sembelih sekarang juga," imbuh Mirza mengancam.
Berada di dua posisi yang sama-sama sulit. Ia harus setia pada Wanita yang menjadi majikannya, namun perintah Mirza tak bisa diabaikan begitu saja jika ingin hidup dengan tenang.
"Cepat!" teriak Mirza.
Ingat Badrus, nyawamu hanya ada satu, cepat buka pintunya atau kamu akan pulang jadi mayat.
Badrus membalikkan tubuhnya. Berjalan ragu ke arah Haira.
"Ternyata kamu yang menjaga rumah ini?" ucap Mirza geregetan. Menatap kesal pada perut Badrus yang hampir mirip wanita hamil sembilan bulan.
"Cepat buka gerbangnya, atau aku __"
Ucapan Mirza terpotong saat Haira menutup bibirnya dengan telapak tangan.
"Jangan suka mengancam, atau kamu tidak akan lagi bisa bertemu denganku."
Haira meraih kunci yang ada di tangan Badrus, lalu membukanya.
Seketika itu juga Mirza memeluk Haira dengan erat. Mengurai rasa rindu yang terasa memecahkan kepalanya.
"Jangan pergi lagi, aku takut."
Haira membalas pelukan Mirza. Mengusap lembut punggung pria itu.
"Aku tidak akan pergi lagi. Kita hanya berpisah untuk sementara waktu saja."
Dari jauh, sepasang mata melihat pertemuan antara Haira dan Mirza. Ikut terharu dengan keduanya.
"Semoga Mirza benar-benar berubah, Kasihan Haira dan Kemal."
Setelah puas berpelukan, Mirza menatap Badrus dengan tatapan tajam lalu menendang perut pria itu dengan kakinya hingga jatuh tersungkur.
"Gara-gara kamu aku jadi hidangan nyamuk."
Haira menarik Mirza. Keduanya meninggalkan Badrus yang masih memegang perutnya.
Setelah punggung Mirza dan Haira menghilang di balik pintu. Semua penjaga berhamburan menolong Badrus. Begitu juga dengan Aslan dan Erkan yang memilih pulang.
"Apes banget ketemu dengan Tuan Mirza, kalau tahu begini, lebih baik aku yang jaga di belakang." Menggerutu, berjalan tertatih-tatih mencari tempat duduk.
"Sabar, ini ujian," timpal yang lainnya.
"Gimana kalau ada kak Nita?" tanya Mirza berbisik.
Haira tersenyum. Meraih tangan Mirza yang terasa dingin.
"Biar aku yang bicara. Kamu tenang saja."
Mirza mengikuti langkah Haira. Mereka langsung berjalan ke kamar.
Mirza mengelus dadanya, bernapas lega. Urusan kak Nita belakangan, yang penting saat ini bisa bertemu dengan istrinya.
"Kemal di mana?" tanya Mirza pada Haira yang merapikan sprei.
"Di kamar sebelah, katanya mau tidur dengan Fajar dan Hasan.
Tu kan bohong lagi, katanya mereka nggak ikut, Ternyata ada di sini.
Mirza langsung mengunci pintu kamarnya dan menghampiri Haira. Memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Menghujani dengan ciuman lembut di bagian leher.
Untuk yang kesekian kali. Haira belum bisa melupakan kejadian waktu itu hingga ia mencengkal tangan Mirza yang melingkar di perutnya.
"Maaf, aku tidak bisa," ucap Haira dengan bibir bergetar. Luka itu seakan terus menancap di dadanya hingga setiap Mirza menginginkan ia terus mengingatnya.
"Gak papa, Sayang. Aku hanya ingin mengajakmu tidur."
Mirza membaringkan tubuh Haira di atas ranjang lalu menyelimutinya.
Aku akan menyembuhkan lukamu. Hanya ada kebahagiaan untuk keluarga kita.
Mirza mencium kening Haira dan ikut berbaring di samping nya.
𝚑𝚎𝚕𝚕𝚘 𝚐𝚊𝚗𝚝𝚎𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚔𝚗𝚕 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚊𝚞𝚗𝚝𝚢 𝚊𝚗𝚐𝚎𝚕𝚊 🤣🤣