Hidupku begitu hancur saat malam yang tak diiginkan menimpaku. Sayangku pada keluarga baru, telah menghancurkan cinta pada pria yang telah merenggut semangat hidupku.
Hidup yang selama ini terjaga telah hancur dalam sekejap mata, hanya keserakahan pria yang kucintai. Namun pada kenyataanya dia tak memilihku, akibat cintanya sudah terkunci untuk orang lain.
Apakah hidupku akan hancur akibat malam yang tak diiginkan itu? Atau akan bahagia saat kenyataan telah terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilema diharuskan menikah
# FLASHBACK ON BAGIAN 19 #
Rasa sepi yang terpendam akibat tak ada teman yang diajak bicara untuk bisa menjaga rahasia, kini membuat kinerja otak sedang berpusing ria mencari jalan, untuk alasan gimana caranya supaya orangtua setuju agar aku menikah dengan Yona.
"Bagaimana aku mencari alasan itu? Apa orangtua nanti akan setuju jika kami menikah? Lalu bagaimana dengan kuliahku? Aah, apa yang harus kulakukan sekarang? Jangan sampai aib sudah meniduri Yona akan tersebar luas sebab belum ada ikatan pernikahan, pasti itu akan sangat mempermalukan orangtua jika semua orang lain tahu kebejatanku," guman hati bingung tak tahu caranya, yang kini sedang berbaring santai sambil memandangi atap langit.
"Aku harus menemui mama sekarang dan minta pendapatnya. Ya, aku harus membicarakan ini semua pada mama, siapa tahu nanti akan ada solusi atas masalah pelik ini," ucapku pada diri sendiri yang kini bangkit dari tempat pembaringan.
Langkah dengan tergesa-gesa sudah menuruni anak tangga supaya bisa menemukan ibu kandung yang tercinta. Disemua tempat sudah kucari, sampai yang terahir kali ditaman belakang rumah yang tengah ditumbuhi beberapa bunga sedang bermekaran kelihatan elok dan menyejukkan sekali.
"Hai, Ma!" sapaku pada beliau sedang santai menikmati keharuman teh.
"Hai, juga sayang!" Balik sapa beliau ramah.
"Ada yang ingin Adrian bicarakan sama mama, penting! Apakah mama bersedia mendengarkan apa yang ingin Adrian katakan sekarang. Tapi janji nanti jangan marah, kalau mama mengetahui semua penjelasanku," ucap diri ini ragu menjelaskan pada mama.
"Iya, sayang. Bicaralah, insyallah mama tidak akan marah jika itu memang hal baik," jawab beliau santai.
"Benar, ya ma!" Ulang cakapku sebab ragu, karena takut beliau nanti beneran akan marah besar jika diri ini sudah menjelaskan.
"Iya, Adrian."
"Mama tahu Yona yang teman SMA sampai sekarang jadi teman kuliah Adrian, 'kan?" tanyaku dengan tubuh bergetar berkeringat dingin.
"Iya, mama tahu. Memang ada apa dengannya?" Balik tanya beliau penasaran.
"Aduh, mama pasti marah jika aku menjelaskan yang sebenarnya. Apa aku harus cari cara lain supaya rencana akan menikah terjadi beneran?" tanyaku dalam hati terhadap diri sendiri.
"Adrian ... Adrian?" panggil mama dengan melambai-lambai tangan didepan mukaku, sebab diri ini sempat melamun sebentar.
"Eeh, iya ma!" jawabku sadar dari lamunan.
"Apa yang ingin kamu bicarakan tentang masalah Yona tadi?" tanya beliau.
"Aku ... aku, sangat mencinta Yona!" jawabku kelu begitu bercurcuran keringat namun terasa dingin.
"Terus?" imbuh cakap mama penasaran dengan wajah menatap lekat penuh seksama ke arahku.
"Terus ... te ... rus, aku ingin segera menikah dengannya, ma!" jawabku jujur dengan intonasi berbicara cepat.
"Uhuk ... uhuuuk," Suara batuk mama tersedak minuman teh, akibat terkejut apa yang barusan aku ungkapkan.
"Mama tidak apa-apa?" tanya kekhawatiranku sambil memberikan tisu.
"Ngak pa-pa ... ngak pa-pa, Adrian!" jawab beliau melambaikan tangan perlahan.
"Beneran yang kamu katakan tadi? Mama tidak salah dengar 'kan apa yang kamu ucapkan barusan?" Selidik tanya beliau yang kemungkinan masih tak percaya.
"Iya, ma!" jawabku tertunduk.
"Baguslah itu. Lagian Yona sepertinya anak baik dan dari keluarga terpandang," jawab mama santai.
"Jadi mama setuju? Ngak marah, nih?" tanyaku sumringah tersenyum akibat merasa gembira.
"Iya, sayang."
"Tapi, ma. Bagaimana dengan papa? Pasti beliau tak akan setuju masalah ini, sebab 'kan Adrian masih kuliah dan belum bekerja?" Keraguan hati merasa takut lagi.
"Masalah papa itu gampang, biar nanti mama akan bicara padanya. Benar juga sih kamu masih belajar diperkuliahan. Emm, bagaimana kalau masalah nikah kita tunda dulu setahun atau dua tahun, biar kamu bisa melanjutkan study itu. Kita adakan acara tunangan saja dulu, gimana?" cakap mama memberi usul dengan ide cemerlangnya.
"Benar juga ide kamu, ma. Tapi nanti aku tanya dulu sama Yona, apakah dia mau apa tidak?" jawabku.
"Oke deh! Mama akan menerima kabar selanjutnya saja dari kamu. Kalau sudah siap dan matang negosiasi kalian, nanti kasih tahu mama saja," jawab beliau santai.
"Siip, pokoknya ma."
Akhirnya masalah yang menjadi keraguan dan kebingunganku terpecahkan juga. Tak menyangka ibu adalah obat pelipur hati yang ampuh saat masalah demi masalah tak bisa dipecahkan oleh anaknya ini. Mama itu dari dulu memang adalah wanita hebat, pintar, dan selalu santai bila menghadapi masalah.
Kini kerjaanku kembali ke kamar lagi, untuk mencoba bertanya pada Yona atas rencana yang diusulkan mama tadi.
Tut ... tut, gawai kini telah sibuk mencoba menghubungi Yona atas saran yang diberikan.
[Hallo sayang, tumben-tumbenya kamu kok nelpon duluan ke aku?]
[Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu, jadi ya terpaksa aku duluan yang menelpon]
[Ooh, memang ada apa?]
[Ini masalah tentang kita, yang kamu minta segera menikah itu. Aku tadi bicarakan ini semua pada mama dan beliau kelihatan setuju-setuju saja, tapi beliau menyarankan agar kita tidak buru-buru menikah dulu, yang boleh dikatakan lebih tepatnya kita mengikat janji dengan tunangan dulu saja, gimana?]
[Gimana ya, Adrian? Aku kepengennya kita menikah secepatnya, sebab takut-takut kalau kelamaan perut aku akan kian membesar. Tapi kalau ini demi kebaikan kita berdua ya apa boleh buat, yaitu dengan cara malu hamil duluan tapi belum menikah]
[Kamu jangan ngomong gitu, Yona. Kalaupun itu benar-benar terjadi, maka aku akan secepatnya menikahi kamu walau orangtua nanti akan melarangnya, tapi dengan syarat kita jalani dulu lamaran ini, oke?]
[Okelah, tak masalah. Yang penting kamu mau bertanggung jawab atas semuanya. Tapi beneran janji ya, kalau nanti perutku kelihatan membesar kamu beneran akan menikahiku?]
[Iya, Yona. Aku pasti akan menepati janji itu]
Klik, gawaipun telah bergeser dalam mode mati tak terhubung lagi. Kini diri ini hanya bisa pasrah atas semua musibah masalah yang baru menimpaku. Netra terus saja sibuk menatap langit-langit kamar, yang hanya menampakkan keindahan lampu gantung hias. Hati begitu kalut dan bingung atas tindakan yang harus kuambil nanti, apakah benar-benar bahwa keputusan untuk menikah adalah mutlak benar atau salah langkah.
"Ya Allah, apakah keputusanku untuk menikahi Yona adalah benar atau salah? Aku tahu ini adalah rencanaMu yang tanpa terpikirkan olehku. Aku akan menerima masalah ini dengan lapang dada, sebab Engkau maha tahu mana yang terbaik untukku. Tapi rasa-rasanya entah mengapa hati begitu ragu atas semua ini? Jadi aku mohon padaMu ya Allah, jika Yona memang jodohku maka dekatkanlah hubungan kami lebih erat dan bahagia, tapi jika dia memang bukan terbaik untukku maka jauhkanlah," rancau hati yang berdo'a.
"Yona itu wanita manis, anggun dan berwibawa, tapi sayangnya dia terlalu angkuh, sombong, menindas orang lemah, judes, suka marah-marah tak jelas. Apakah aku bisa menghadapi sifat-sifatnya yang seperti itu? Aah, kenapa aku harus berjodoh dengan perempuan seperti itu? Heeeh, tapi tak apalah, ini semua juga karena kesalahanku yang telah terhasut oleh minuman kesenangan sebentar belaka," Sesalku berucap dalam hati.
Pikiran terus saja berkecamuk, saat wanita yang bersanding bukanlah keinginan hati.
Gelisah dan kacaunya pikiranlah yang kurasakan.
Serasa menolak tapi pada kenyataannya diri ini harus menerima kenyataan.
Pahit itu 'lah yang kurasakan sekarang, walau rasanya begitu memuakkan dengan terpaksa diri ini harus menelannya.
Sejuta pesonanya tak cukup meluluhkan hatiku yang tak menyukai sifatnya.
Beku dan kaku 'lah yang terasa diantara kenangan manis tapi terasa hambar.
Aku kini tak mengerti tentang arti cinta yang sesungguhnya, saat wanita yang akan kugenggam tak berhasil mengajarkanku.
Apakah harus menangis pilu? Yaitu disaat keraguan akan cintanya telah datang menghampiriku.